Share

Kabar Gembira

Amora sedang memuntahkan sesuatu setelah merasa muak sejak berada di kamar tadi. Bi Asih yang memperhatikannya pun ikut berada di belakang karena takut terjadi apa-apa padanya. Sementara, Jovita tidak peduli dengan apa yang terjadi.

Setelah merasa lebih baik, Amora bernapas dengan perlahan. Ia melihat wajahnya yang berada di cermin kamar mandi. Wajah yang terlihat putih pucat itu hanya membuatnya semakin bersedih.

"Non, kalau Bibi sangka, ini tanda-tanda kalau Non sedang hamil."

"Apa, hamil?" Amora terkejut, baru saja seminggu menjadi istri Stefan, ia menjadi hamil saja.

Memang, ini adalah kabar gembira untuk Stefan yang menantikan keturunan. Namun, hal ini merupakan kabar yang tak diinginkan oleh Amora sendiri. Itu menjadi pertanda bahwa dirinya sudah menjadi milik Stefan seutuhnya.

"Bibi nggak bercanda, 'kan?" tanya Amora guna memastikan.

"Iya, Non. Bibi bersungguh-sungguh."

Di keesokannya setelah Stefan pulang pada dini hari, ia mendengar cerita dari Bu Asih bahwa sang istri kedua merasa mual sejak malam. Stefan merasa senang sambil mengira-ngira bahwa Amora sedang hamil. Maka dari itu, Amora dibawa oleh suaminya ke dokter untuk memeriksanya secara pasti.

Ternyata, dugaan mereka selama ini sangatlah benar. Amora sudah hamil dan siap untuk melahirkan keturunan. Lelaki beralis tebal tersebut semakin memperhatikan Amora layaknya sebagai istri sejati.

"Kamu beneran hamil, Sayang. Terima kasih ya, Sayang. Kamu sudah mewujudkan keinginanku." Stefan mencium kening sang istri dengan penuh kasih sayang.

Amora hanya bisa tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah sang suami. Namun, rasa bersalah yang ada pada diri masih hinggap dan tak kunjung hilang. Setelah seminggu menjadi seorang istri dari Stefan, ia teringat dengan Delvin.

Semenjak Amora hamil, ia mendapat perlakuan yang menyenangkan dari Stefan. Pria itu bahkan tidak berangkat kerja hanya untuk memenuhi kebutuhan sang istri. Hal itulah yang membuat Jovita merasa tidak senang. Ia gagal menyingkirkan Amora.

"Kenapa aku gagal terus, sih? Wanita itu sungguh pintar memikat Stefan sampai lebih perhatian padanya. Aku harus berbuat sesuatu!" ungkap Jovita setelah melihat perhatian Stefan dengan Amora semakin melekat di kamar mereka berdua.

***

Hari demi hari telah berlalu. Amora semakin senang dengan perhatian Stefan saat ini. Pria itu semakin melayani dan memberi kasih sayang dengan tulus.

Jovita sendiri merasa kesal melihatnya. Ia tidak bisa melancarkan aksi karena Stefan selalu berada di rumah. Pria itu selalu menjaga Amora dengan baik.

"Dasar, wanita miskin! Aku nggak bakal membiarkan hidupmu menjadi bahagia di sini. Lihat saja nanti! Apa yang aku lakukan padamu di kemudian hari. Aku jamin, kamu pasti akan menyesal telah menjadi nyonya di rumah ini!" Jovita menatap dirinya dengan geram di depan cermin kamar.

Sementara itu, tampak seorang pemuda bertubuh tinggi tengah berjalan bersama seorang teman berambut ikal. Pemuda tersebut berhenti sesaat setelah sampai di depan sebuah rumah yang begitu sederhana.

"Ini rumah calon istrimu?" tanya temannya itu.

"Iya, Lex. Ini rumah calon istriku yang sering kuceritakan dulu. Amora, aku sudah siap menjemputmu. Semoga, kamu masih menungguku."

Pemuda tersebut langsung melangkah kembali bersama temannya itu. Ia mencoba untuk mengetuk pintu depan. Tak lama kemudian, tampaklah seorang wanita berkulit sawo matang yang tak lain adalah Rahmi, ibunya Amora.

"Delvin? Kamu sudah pulang?" ujar Rahmi dengan raut wajah yang terkejut.

Ternyata, pemuda itu adalah Delvin. Ya, kekasih Amora yang sudah menjalin hubungan lama selama tiga tahun. Hubungan mereka terpisah dengan jarak. Maka dari itu, Delvin datang untuk menjemput Amora dan melaksanakan pernikahan sesuai rencana dan janji mereka.

"Selamat siang, Bu. Iya, ini Delvin, Bu. Delvin sudah pulang dari Jepang dan berniat untuk menjemput Amora." Dengan wajah yang berseri, lelaki bertubuh tinggi tersebut menelisik ke dalam rumah dan mencari keberadaan Amora.

Rahmi terdiam sesaat, ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Apa yang harus ia lakukan setelah itu? Delvin menatap sahabatnya yang berada di samping, lalu kembali menatap wanita di depannya.

"Bu, bagaimana dengan keadaan Amora? Apakah dia baik-baik saja?" Delvin menekankan ya sekali lagi.

"Ah ya, Delvin. Amora ...." Rahmi merasa bingung ingin menjawab apa.

Hal itu membuatnya semakin terdiam kaku. Ia mencoba menjawab pertanyaan Delvin dengan terbata-bata. Delvin masih tidak mengerti dengan perkataan wanita berumur empat puluhan tersebut.

Tiba-tiba, datanglah Rama dari dalam rumah. Melihat Delvin, pria itu pun ikut terkejut. Ia menjadi ingat bahwa hari ini adalah hari yang tepat di mana Delvin akan pulang dari Jepang.

"Delvin, kamu?"

"Eh, Pak Rama. Apa kabar, Pak?" Pemuda berkumis tipis tersebut langsung menyalami pria tersebut.

Rahmi menjadi lega karena sang suami datang di waktu yang tepat. Jika tidak, ia tidak sanggup menjelaskan terkait yang terjadi sebenarnya.

"Amora di mana, Pak?" Delvin masih bertanya-tanya terkait keadaan Amora saat ini. Ia pun bercerita bahwa Amora tidak bisa dihubungi semenjak sebulan terakhir. Dirinya bertanya-tanya juga terkait hal itu.

"Delvin, kamu masuk dulu, ya! Kita jelaskan dan obrolkan di dalam." Akhirnya, Rama mempersilakan Delvin beserta seorang temannya untuk masuk.

Di sisi lain, Stefan berpamitan kepada sang istri untuk melakukan rapat mendadak di perusahaannya. Amora pun mengizinkan kepergian sang suami dan berharap pria itu segera pulang. Ia masih takut dengan kekejaman Jovita selama sang suami tidak ada di rumah.

"Cepat-cepat pulang ya, Mas!" ungkap Amora dengan nada sendu.

"Iya, Sayang. Aku akan cepat, kok."

Lantas, pria itu segera keluar dari rumah besar tersebut. Sementara, Amora memandangnya dari belakang. Entah mengapa ia merasa jika rasa cinta yang diberikan Stefan terhadapnya begitu tulus.

Rasa cinta itu sama tulusnya dengan yang diberikan Delvin dulu. Bahkan, Amora semakin sulit untuk membedakan antara rasa cinta sang suami dengan kekasih lamanya.

"Ah, tidak! Aku harus melupakan Delvin. Aku harus berfokus pada takdirku saat ini. Maafkan aku, Delvin! Aku tidak bisa menunggumu sampai saat ini. Aku benar-benar tidak bisa!" lirihnya ketika pikiran selalu tertuju pada sosok pria yang telah menjadi belahan jiwanya.

Amora berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Hanya itulah ruang yang dirasa aman untuk menyendiri dan merenungi segala sesuatu yang terjadi di dalam hidupnya. Setelah berada di dalam kamar, ia segera berbaring di kasur.

"Amora!" Tiba-tiba, terdengar suara seseorang dengan lantang dan keras.

Wanita bergaun putih itu segera terbangun. Ia mendengar teriakan yang memanggil namanya selama berkali-kali dari luar. Amora pun memutuskan untuk mengintipnya dari jendela kamar atas. Betapa terkejutnya ia setelah melihat sosok yang berada tepat di depan gerbang.

"Delvin? Dia sudah pulang?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status