Share

Malam Pertama

Stefan mendekati wajahnya terhadap istri barunya itu. Ia sudah tidak sabar lagi untuk merasakan cinta kedua dari kehidupannya. Sementara, Amora dengan cepat menutup mata dengan raut wajah yang ketakutan.

Tiba-tiba, Stefan menggenggam kedua lengan atas milik perempuan itu. Amora terkejut, ia merasakan jantungnya berdegup dengan kencang. Amora tidak bisa berkutik, ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena sudah sah menjadi istri Stefan.

"Malam ini, kita akan bersenang-senang," bisik Stefan dengan halus.

Kini, pria berkulit putih itu melepaskan baju pernikahannya. Perlahan, ia membuka kancing dari atas. Amora seketika menutup mata kembali. Dirinya tidak ingin melihat dan merasakan sesuatu yang terjadi di malam itu.

"Tuan, jangan! Jangan lakukan itu!" Amora yang tidak menyangka dengan alur kehidupannya hanya bisa pasrah. Dalam hati, ingin sekali berteriak dan meminta tolong kepada Delvin terkait hal itu.

***

Pagi telah tiba, Amora membuka mata secara perlahan. Ia merasa lelah, mungkin saja karena pernikahan kemarin dan juga ritual malam pertamanya bersama Stefan. Perempuan berambut hitam legam tersebut melirik ke sana kemari.

Ia mendapati Stefan yang sudah tidak ada di sampingnya. Wanita itu kemudian beranjak dari kasur. Ia segera memakai pakaian yang telah dibeli oleh Stefan.

"Ah, Nyonya?" Amora seketika menunduk tatkala mendapati Jovita yang mulai masuk ke kamarnya.

"Kamu dipanggil oleh suamiku di bawah. Cepat ke sana!" ungkapnya dengan nada ketus.

"Baik, Nyonya. Saya akan segera turun."

Alhasil, Amora langsung keluar dari kamar tanpa berpikir panjang lagi. Sementara, Jovita masih berada di depan pintu kamar itu dengan sinis. Di bawah, Amora sedang melihat Stefan yang sedang dilayani oleh para pembantunya.

Tampak bahwa lelaki itu akan berangkat kerja menuju perusahaan minumannya. Amora masih malu-malu untuk turun dan menghampirinya.

"Sayang, cepatlah kemari!"

Stefan menyadari jika Amora berada di lantai dua dan melihatnya. Ia segera turun dengan perlahan. Pria berambut rapi itu mendekatinya, ia mencium kening sang istri dengan penuh kasih sayang.

"Aku berangkat dulu ya, Sayang. Kamu tinggal baik-baik di rumah besar ini." Stefan tersenyum, sementara sang istri hanya bisa terdiam dan mengangguk saja.

Lantas, lelaki tersebut segera pergi dari ruang utama menuju mobil. Bersama para penjaganya yang memakai baju hitam, Stefan sepertinya tidak sejahat yang ia pikir. Menurut orang tua Amora, Stefan adalah seorang bos yang pemarah dan juga pelit.

Namun, Amora merasakan kehangatan dari seorang bos muda entah apa sebabnya. Ketika ingin kembali ke kamar, Amora dikejutkan dengan sosok wanita bergaun merah muda di atas tangga yang tak lain adalah Jovita. Wanita itu bertepuk tangan sembari menuruni tangga.

"Bagus! Sekarang, suamiku sudah berhasil direbut olehmu. Dia mulai pamitan sama kamu juga kalau berangkat kerja," sindirnya.

Amora hanya terdiam, dirinya tidak bisa melawan perkataan dari sang istri pertama. Sontak saja, Jovita menarik rambut panjang Amora dari belakang dengan keras. Membuatnya merasa kesakitan dan berteriak secara tiba-tiba.

"Aduh! Ampun, Nyonya!" Amora memegangi rambutnya yang ditarik.

Jovita menjadi marah, ia membentak wanita itu tanpa merasa belas kasihan. Lalu, mendorong kepalanya sehingga Amora terjatuh ke lantai. Untunglah, kepalanya tidak membentur tembok.

"Gue akan buat lo sengsara di rumah ini!" teriak Jovita.

Amora menangis setelah merasakan sakitnya di kepala. Ia ingin sekali memutar waktu dan kembali ke masa lalu di mana dirinya tidak mengenal Stefan. Andai Delvin berada di sana, ia pasti ingin sekali memeluknya.

Semenjak itu, Amora sering kali mendapati perlakuan kasar dari istri pertama Stefan. Bahkan, ia disuruh untuk menjadi pembantu di rumahnya jika Stefan berangkat kerja. Para pembantu yang berada di rumah disuruh untuk beristirahat dan digantikan oleh tenaga Amora yang masih kecil.

Di siang hari, tampak wanita itu sedang mencuci baju. Mesin cuci yang seharusnya digunakan malah tidak dipakai karena Jovita melarangnya. Perempuan jahat itu ingin supaya Amora hidup sengsara di rumahnya sehingga timbullah keinginan untuk bercerai.

"Non, apakah Nona butuh bantuan?" Datanglah seorang pembantu wanita yang selalu bekerja di dapur. Melihat hal itu, Amora hanya menggeleng sambil tersenyum.

"Nggak, Bi. Biarkan saya kerjakan sendiri sesuai dengan permintaan Nyonya Jovita."

Pembantu bernama Bi Asih itu merasa prihatin melihatnya. Sungguh kejam perbuatan Jovita dengan berbuat seenaknya terhadap istri baru dari Stefan. Tiba-tiba saja, Jovita muncul dari belakang.

"Bi Asih kenapa ada di sini? Apakah Bi Asih mau bantu dia atau potong gaji?" tanya wanita berkulit merah tebak tersebut sembari berkacak pinggang.

"Anu, Nyonya. Saya tidak berbuat apa-apa di sini. Jangan potong gaji saya." Bu Asih berpaling dan menghadap wanita itu.

Jovita melirik ke arah Amora, lalu menatap kembali pembantunya sembari mengancam. Ia akan memecatnya jika pembantu itu berbuat yang tak diinginkan, termasuk membantu atau memberi tahu tentang perlakuannya kepada sang suami.

"Maaf, Non. Saya permisi dulu."

Lantas, pembantu itu langsung pergi dari ruang dapur dan kamar mandi tersebut. Sementara, Jovita memperingati juga kepada Amora untuk tidak beri tahu siapa pun. Apa yang terjadi saat ini harus dibuat rahasia.

***

Seminggu pun berlalu. Amora sudah terbiasa dengan keadaan di rumah besar itu. Suatu hari pada waktu malam, Stefan tak kunjung pulang.

Amora yang berada di dalam kamar menunggui sang suami. Ia merasa aman jika berada di dekat lelaki tersebut. Meski dirinya masih belum cinta terhadap Stefan, tetapi setidaknya perempuan itu merasa tenang jika Stefan berada di rumah.

"Lo menunggu Stefan, 'kan?" Jovita muncul di kamar milik Amora.

Wanita itu langsung menghampiri Amora dengan tatapan tajam. Ternyata, dirinya membawakan sepiring makanan beserta makanan. Amora terkejut setelah melihat bahwa makanan yang dibawanya tampak seperti makanan bekas.

"Ini makanan buat lo. Orang miskin kayak lo nggak pantas makan makanan mahal di rumah ini!" Novita menyimpan makanannya tepat di tepi kasur. Sementara, Amora masih terdiam melihatnya.

"Tunggu apa lagi? Ayo, cepat makan!" Jovita menegaskan sekali lagi.

Karena merasa takut, Amora langsung mengambil roti yang sepertinya sudah lama dan bekas. Ia memakan sedikit demi sedikit dengan perasaan yang tidak menentu. Sementara, Jovita merasa senang dan puas.

Wanita berambut sebahu itu kemudian pergi dari kamar tersebut sambil tersenyum-senyum jahat.

Amora merasa sedih, entah mengapa keputusannya membawa penderitaan yang tidak disangka-sangka. Ia berhenti makan sejenak setelah merasa tidak nyaman dengan rasa roti itu.

Tiba-tiba, Amora merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan. Ia merasa mual, lalu menutup mulutnya dengan tangan.

"Kenapa ini? Kenapa aku merasa mual?" lirihnya dengan terus-terusan merasakan hal yang tidak enak. Dengan cepat, ia langsung ke kamar mandi

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status