--Happy Reading--
Mas Adam begitu khawatir, merasa ada yang salah dengan ringisan lirih dari bibirku. Aku pun tersenyum tipis, merasakan perhatian mas Adam yang begitu peka terhadapku.“Nggak, Mas. Hanya terasa ngilu di bagian, eeemmm…..,” ungkapku malu-malu, seraya melirik ke arah area sensitiveku.“Maafkan aku, Sayang! Aku terlalu kasar, ya? Aku kurang berhati-hati dan tidak tahu, akan membuatmu seperti ini. Aku benar-benar baru pertama kali melakukan ini, dan aku pun tidak bisa mengendalikan hasratku yang menggila padamu.” Raut penyesalan begitu nampak dari wajah mas Adam dengan mata yang sudah berkaca-kaca..Aku menggeleng pelan, tidak ingin menyalahkan mas Adam . “Nggak, Suamiku Sayang. Mas Adam sudah melakukannya dengan sangat baik dan lembut. Mungkin, durasi yang kita lakukan tadi, terlalu lama. Jadi, agak sedikit lecet dan ngilu.”Mas Adam pun tersenyum getir, tetesan air mata luntur membasahi wajahnya yang semakin tampan dan menawan. Aku tidak menyangka,--Happy Reading--Tubuhku langsung di peluk dengan sangat eratnya, Mas Adam menerbitkan senyuman bahagianya. Pintu yang baru saja kubuka, langsung ditutupnya dengan cepat.“Percayalah, aku tidak ingin kehilanganmu. Aku hampir gila, saat mencarimu hanya di sini saja. Apalagi, kalau sampai kamu pergi jauh dan meninggalkanku, bagaimana jadinya aku, Istriku.” Mata Mas Adam nampak memerah menahan tangis. “Kirana adalah masa laluku, dan kamu adalah masa depanku, Istriku sayang.”Debaran dalam dadaku semakin bergemuruh, cinta Mas Adam terdengar tulus dan tidak main-main. Aku pun tertunduk lemah, lalu tersenyum getir. “Aku minta maaf, Mas.”Mas Adam menarik daguku lembut, lalu mengikis jarak. Sebuah ciuman hangat, mendarat di bibirku. Aku pun memejamkan mata, menikmati sapuan bibirnya yang lembut dan lidahnya yang bergerak lincah di dalam rongga mulutku. Aku pun tidak tinggal diam, bibirku pun ikut membalas perlakuan Mas Adam yang hangat dan semakin lama semakin panas dan be
--Happy Reading--Apa yang aku pikirkan, ternyata menjadi sebuah kenyataan. Wanita cantik dan elegant itu, rupanya benar-benar Kirana, yang masih mengaku kekasihnya suamiku.Jantungku berdebar dengan sangat kencang, ada ketakutan besar yang tiba-tiba menyelusup ke dalam hatiku. Aku tidak sanggup untuk membayangkan, jika akan kehilangan cintanya Mas Adam. Aku tidak ingin hal itu terjadi.Seandainya, wanita tadi bukan Kirana, mungkin dadaku tidak akan terlalu sesak mendengarnya. Aku pun tidak akan setakut ini, rasanya.“Hei, Sayang!” Mas Adam mengusap lembut pipiku lirih, membuatku tersadar dari keterkejutanku. ”Aku sungguh tidak mengetahuinya, jika Kirana ada di kantor juga, tadi. Dia datang tiba-tiba, aku pun sangat terkejut akan hal itu. Tapi, aku lebih mengutamakan dirimu, makanya aku mengejarmu dan mengabaikannya.” Mas Adam mencoba meyakinkanku dengan sejelas-jelasnya.Aku meresapi setiap kata-katanya, mencoba menerima dan percaya. Namun, ada beberapa hal yang
--Happy Reading--Vov Annaya Ahmad.Aku terus berjalan menuju area parkir, untuk cepat pulang. Mas Adam pun pasrah dan tidak lagi menahanku, justru dia pun ikut pulang bersamaku.“Pak Memet, antarkanku pulang!” pintaku lirih, seraya mengetuk kaca mobilnya. Karena, Pak Memet sedang tertidur di dalam mobil.Pak Memet mengucek pelan, matanya. Dia pun terkejut dengan kedatanganku dan Mas Adam yang tiba-tiba ada di hadapannya. “Eh, Non Anna dan Tuan Adam. Emangnya udah mau pulang, ya? Kok, cepat sekali?” Pak Memet melirik jam tangannya sekilas, kemudian turun dari dalam mobilnya.“Ya, Pak!” sahutku singkat. Sementara Mas Adam hanya tersenyum tipis.“Biar saya buka sendiri, Pak!” cegahku, disaat Pak Memet hendak membukakan pintu mobil penumpang.Pak Memet pun terdiam, seraya garuk-garuk kepalannya. Kemudian, Pak Memet pun melirik wajah Mas Adam yang nampak mengangguk pelan.“Langsung pulang saja, Pak!” titahku. Mas Adam hanya terdiam dan mengikuti apa yang
--Happy Reading--Di dalam lift.“Sayang, kamu kenapa pergi kek gini, sih?” tanya Adam, ketika berhasil mencekal tangan Anna, istrinya.“Tolong lepasin, Mas! Sakit.” Anna nampak meringis kesakitan.Sontak, Adam pun segera melepaskan cekalannya. “M-maaf, Sayang!” Adam memeriksa cetakan lengannya yang tergambar jelas membekas di pergelangan tangan istrinya yang putih mulus itu. “Apa ini sangat sakit, Sayang?” tanya Adam, seraya mengusap lembut permukaan tangan Anna yang memerah karena ulahnya.“Sakit, tapi tak sesakit hatiku,” celetuk Anna menyindir.Glek!Adam meneguk salivanya, tercekat. Istri kecilnya itu, pasti sangat sakit hati ketika melihat mantan kekasihnya tadi.Namun, apakah Anna sudah mengenal dan mengetahui wajah Kirana? Kapan dan di mana? Adam pun bermonolog dalam hatinya.“Sakit hati? Sakit hati kenapa, Sayang?” tanya Adam lirih, ingin meminta penjelasan yang pasti. Apakah istrinya itu sakit hati karena kedatangan Kirana atau sakit hat
--Happy reading--POV Autor.Dua hari sebelumnya.Di Inggris, tepatnya di apartement milik Kirana Larasati.Seorang pria berperawakan tinggi dan besar, berwajah tampan, rambut pirang, kulit kemerahan, mata berwarna biru dan penampilan yang begitu rapi, nampak pasrah menerima keputusan wanitanya.Sejujurnya, dia ingin menikmati hari liburannya berdua dengan wanitanya mengelilingi kota-kota indah di Inggris. Bercinta dan menghabiskan waktu-waktu intimnya berdua, tanpa ada laki-laki lain yang mengisi hati wanitanya itu.“Kalau memang kamu ingin tetap menemui laki-laki itu, silahkan! Tapi, kamu harus ingat, jika aku di sini akan selalu mencintaimu dan tidak akan pernah bisa melepaskanmu, bagaimanapun caranya. Aku ingin….”“Cukup, Leonel” bentak Kirana dengan tatapan geram, sesekali salah satu tangannya mengusap sudut matanya yang masih basah.Ya, hampir beberapa menit yang lalu, keduanya bertengkar hebat, hingga membuat air mata Kirana pun menetes. Saat i
--Happy Reading--“Non, kata Tuan Muda, Non Anna disuruh ke kantor setelah pulang kuliah,” ujar Pak Memet, saat baru saja mobil bergerak dari gerbang kampus.Aku hanya mengulum senyum, lalu mengangguk. Aku ingat, pesan Mas Adam tadi pagi yang memintaku untuk mampir ke kantornya.“Saya senang, hubungan Non Anna sama Tuan Adam semakin dekat, sekarang,” ucap Pak Memet mengulum senyum.“Alhamdulilah, Pak Memet.”“Alhamdulilah,” ucap Pak Memet mengikuti.Setelah menempuh perjalanan hampir dua puluh menitan, mobil kami pun masuk ke dalam perkantoran percakar langit yang sangat besar dan luas.Aku berdecak kagum, untuk pertama kalinya menginjakkan kakiku di depan gedung kantor Mas Adam. “Woow… inikah kantornya Mas Adam, Pak?”“Ya, Non. Ini Perusahaan Tuan Adam, yang berarti Perusahaan Non Anna juga,” jelas Pak Memet. “Oh, iya. Non Anna belum pernah ke sini ya, sebelumnya?”Aku menggeleng. “Belum, Pak.”Pak Memet tersenyum tipis, lalu bergegas turun d