--Happy Reading--
POV Annaya Ahmad.Di Hotel bintang lima.Aku mengerjapkan mata, disaat pekikan alarm di ponsel milikku terdengar nyaring menyapa indra pendengaranku. Lekas kusambar benda pipih yang berada di atas nakas, sambil mengumpulkan nyawaku yang masih belum sepenuhnya terjaga.“Pukul empat,” gumamku lirih, lalu kembali meletakkan benda pipih itu ke tempatnya.Aku menggeliat, lalu merentangkan kedua tanganku, untuk melemaskan otot-otot persendian tubuhku.Tidurku begitu nyaman, saat berada dalam pelukkan Mas Adam, di bawah selimut tebal yang hangat membungkus tubuh kami yang polos tanpa sehelai benangpun.Aku mencoba mengangkat lengan Mas Adam yang melingkar kekar di perutku dengan perlahan. membiarkan Mas Adam untuk terlelap tidurnya lebih lama.Setelah itu, aku segera bangkit dari atas ranjang yang berukuran besar dan mewah itu. Aku memunguti bajuku dan baju Mas Adam yang berserakan di lantai, lantas melangkah ke kamar mandi.Setengah jam ber--Happy Reading--Dua tahun yang lalu.Di apartemen Kirana.Kirana sedang merasa kesepian, karena Adam terlalu sibuk dengan pekerjaannya di luar kota. Sementara dirinya diabaikan menjalani hari-harinya seperti gadis jomblo yang tidak memiliki kekasih.Namun, meski Adam berada di luar kota, dia tetap memberi kabar dan menghubunginya lewat telpon pintarnya. Selain itu pun, Adam pun selalu memfasilitasi kebutuhan Kirana, lewat asisten pribadinya, Bisma. Seolah tidak puas, dengan semua yang dilakukan Adam, Kirana pun butuh sentuhan dan kehangatan selain perhatian. Dia pun sering berinteraksi lewat video call dengan sang kekasih.“Aku sedang merindukanmu, Honey. Apakah kamu masih sangat lama di sana?” Kirana mulai memasang wajah sedih.“Masih seminggu lagi, Sayang. Bersabarlah!” Adam nampak mengulas senyum. Dia pun sangat merindukan kekasihnya itu.“Gitu ya, Honey.” Kirana mengerucutkan bibirnya, di depan layar ponselnya yang membuat Adam pun tertawa lepa
--Happy Reading--Adam segera menepikan mobilnya juga di bahu jalan. Dengan gerak cepat, dia pun menghampiri mobil sang asisten, lalu mengetuknya dengan hatinya yang berdebar.Asisten Bisma pun segera membuka kunci otomatis mobilnya, lalu ke luar dengan mengulum senyum ke arah majikannya.“Selesaikan dengan kepala dingin, Tuan!” ucap asisten Bisma bijak.Adam pun mengangguk cepat. “Terima kasih, Bisma.”Asisten Bisma pun balas mengangguk, lalu pergi menjauh untuk memberikan waktu mereka berdua bicara dari hati-ke hati.“Sayang….” panggil Adam lirih dengan bola matanya yang sudah berkaca-kaca.Perlahan-lahan dengan sangat lembut, ia mencoba menyentuh tangan Anna, istrinya. Anna hanya diam, namun memalingkan wajahnya ke arah berlawanan.“Aku bisa jelasin semuanya, kamu hanya salah paham atas apa yang kamu lihat tadi,” tutur Adam dengan suara lirih.“Salah paham? Apa Mas Adam, tidak salah ngomong?” tanya Anna, menoleh ke arah sang suami dengan r
--Happy Reading--Dengan langkah penuh amarah, Adam menuju lift. Tidak lama kemudian, Adam pun telah sampai di depan Kirana yang sedang duduk dengan berpangku kaki.Pak Surip yang tergopoh menghampiri sang majikan dengan wajah pucat. “Maaf, Tuan Adam. Saya sudah berusaha melarangnya, tadi.” Adam pun mengangguk mengerti. Pak Surip sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Namun, karena tamu yang datang tidak tahu aturan dan memaksa, maka Pak Surip pun tidak bisa menahan mantan kekasih sang majikan menerobos masuk ke dalam mansionnya.Dengan tatapan membunuh, kedua tangan mengepal kuat, Adam menggertakkan giginya dengan penuh amarah. “Apa kamu sudah tidak punya malu, Kirana? Aku sudah muak melihat wajahmu.” Adam tidak sungkan melontarkan kata hinaan untuk sang mantan yang telah mengkhianatinya.Kirana tertawa sumbang, dadanya naik turun menahan amarah yang menorehkan luka. Kedua bola matanya yang besar pun seolah ingin ke luar dari tempatnya. Pria yang selama ini sa
--Happy Reading--Dengan langkah penuh amarah, Adam menuju lift. Tidak lama kemudian, Adam pun telah sampai di depan Kirana yang sedang duduk dengan berpangku kaki.Pak Surip yang tergopoh menghampiri sang majikan dengan wajah pucat. “Maaf, Tuan Adam. Saya sudah berusaha melarangnya, tadi.” Adam pun mengangguk mengerti. Pak Surip sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Namun, karena tamu yang datang tidak tahu aturan dan memaksa, maka Pak Surip pun tidak bisa menahan mantan kekasih sang majikan menerobos masuk ke dalam mansionnya.Dengan tatapan membunuh, kedua tangan mengepal kuat, Adam menggertakkan giginya dengan penuh amarah. “Apa kamu sudah tidak punya malu, Kirana? Aku sudah muak melihat wajahmu.” Adam tidak sungkan melontarkan kata hinaan untuk sang mantan yang telah mengkhianatinya.Kirana tertawa sumbang, dadanya naik turun menahan amarah yang menorehkan luka. Kedua bola matanya yang besar pun seolah ingin ke luar dari tempatnya. Pria yang selama ini sa
--Happy Reading--Di mansion Adam Kusuma Wardana.Siang ini, Adam dan Anna baru saja sampai di mansion. Rencananya tadi akan pulang pagi-pagi, namun gagal, karena mereka tidur terlalu larut malam, hingga keduanya pun kesiangan.“Maaf, gara-gara kesiangan, kamu jadi nggak masuk kuliah,” ucap Adam dengan wajah bersalah.“Nggak apa-apa, Mas. Lagian, aku juga masih cape dan ingin istirahat ajah, dulu.”“Kamu sudah minta izin ke kampus?” Adam khawatir, istrinya lupa.“Sudah, Mas. Tadi, aku menelpon Marta.”“Syukurlah, kalau sudah.” Adam merangkul sang istri. “Sekarang, kita bobo ajah!” ajak Adam bergerak masuk ke dalam mansion.“Katanya, Mas Adam mau ke kantor?” tanya Anna menahan langkah suaminya.“Nggak jadi. Nanggung, udah mau dzuhur, Sayang.”“Terus, urusan kantor nanti gimana?”“Ada Bisma, Sayang. Jangan khawatir!”Anna menggelengkan kepalanya pelan. Suaminya itu selalu saja bisa mengandalkan asisten pribadinya. Untung saja asisten Bis
--Happy Reading--Satu minggu yang lalu.Sepulangnya Arumi dari makam suaminya, dia bergerak cepat menuju kamar putra kesayangannya. Di sana, nampak Satria yang masih tidur meringkuk dan menggigil. “Satria, apakah kamu masih sakit?” Arumi bergerak untuk memeriksa kondisi sang putra yang baru saja dihajar tanpa ampun oleh anak tirinya yang selalu membuatnya naik pitam.Tidak ada sahutan dari sang putra, Arumi pun menyentuh lengan Satria yang terasa panas. Kedua bola matanya terbelalak, tangannya bergerak menyentuh dahi dan lehernya yang juga sangat panas.“Kamu demam, Sayang.” Arumi bergumam panik, lalu menghubungi dokter pribadi keluarganya.“Mommy sudah pulang?” Satria bertanya dengan suara lemah. Dia nampak membuka matanya perlahan, lalu memaksakan tersenyum dengan kondisi tubuhnya yang menggigil karena demam.“Sudah, Sayang.” Arumi menyentuh wajah sang putra dengan perasaan cemas. “Sebentar lagi, Dokter akan memeriksamu.”“Ya, Mom.” Beberapa