Share

Kamu milikku

Edo memilih berada di kelab malam dari pada melihat drama rumah tangga sang kakak. Pria dengan kaos putih dipadu celana jin robek-robek itu duduk memindahi sekeliling tempat ramai itu. Sesekali ia meneguk minuman di depannya.

Hari itu ia tak sedang berjanjian dengan siapa pun karena moodnya kurang baik. Sepertinya ia harus merileksasikan otaknya kali ini. Namun, lamunannya buyar seketika seseorang menepuk pundaknya.

“Aku mau bicara,” ujar wanita di hadapannya.

Edo memutar bola mata malas melihat wanita cantik dengan pakaian sexy di hadapannya. Ia bangkit dan mengikutinya ke luar kelab malam itu.

Edo menyenderkan tubuh di tembok, sedangkan wanita di hadapannya siap mengatakan hal yang penting untuk pria itu.

“Aku hamil, Do.”

Edo menegang mendengar penuturan wanita itu. Ia tak menduga jika selama ini sudah bermain cantik, tetapi malah kecolongan. Pria itu menarik napas panjang, lalu membuangnya kasar.

“Jangan bercanda. Gue main cantik, Sel. Jangan-jangan, lo sengaja biar gue nikahin elo,” ujar Edo sembari menunjuk Sella.

“Mana ada aku bercanda. Main cantik kalau apes, ya apes aja. Buktinya, aku hamil, Do.”

“Jangan ngada-ngada. Itu bukan anak gue, lo tidur sama yang lain kali.”

Tamparan keras mengenai pipinya. Ia menatap dengan tawa wanita yang sudah memerah wajahnya itu. Edo tidak habis pikir, di rumah sedang mempeributkan masalah keturunan, tapi ia malah yang mendapat keturunan.

Edo kembali tidak percaya dengan keadaan itu. Apa yang akan ia lakukan? Menikahi Sella dan terkekang dalam sebuah rumah tangga. Edo menendang kaleng di samping ia berdiri.

“Aku nggak mau tahu, kamu harus tanggung jawab.”

“Gugurin aja!”

“Shit! Enak banget, kamu bilang seperti itu. Aku nggak mau dosa untuk kedua kalinya.”

Edo mendorong kasar Sella, pria itu tanpa belas kasih meninggalkan Sella yang masih tersungkur di jalan. Ia tak peduli dengan apa yang dikatakan Sella, baginya tidak ada pernikahan. Yang ia inginkan hanya kesenangan tanpa terikat dengan status pernikahan.

Sementara, Sella meringis kesakitan memegangi perutnya yang keram tiba-tiba. Wanita itu bersumpah akan membuat Edo untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.

***

Edward mengelus pucuk rambut Amalia yang sudah tertidur. Ia merasa kasihan dengan kondisi sang istri. Akan tetapi, dirinya tak tega harus mengatakan yang sesungguhnya. Penolakannya terhadap bayi tabung semakin membuat Edward merasa bersalah. Di satu sisi ia memikirkan bagaimana nasib Yura malam itu.

Pikiran Edward kacau memikirkan Yura. Teringat luka lebam di pipi istri keduanya, ia ingin menghampiri Yura. Namun, bagaimana dengan Amalia. Edward semakin gelisah, ia bangkit perlahan, mengendap-endap agar Amalia tidak terbangun.

“Yura, buka pintunya,” ucap Edward saat mengetahui Yura mengunci pintu dari dalam. Ia sedikit lega karena sang istri mengikuti perintahnya.

Yura sudah berada di hadapan Edward. Pria itu gegas masuk dan kembali mengunci pintu. Entah, perasaan apa, tangan Edward menyentuh lembut pipi Yura.

“Aw, sakit.”

“Masih sakit?”

“Nggak, hanya saat tersentuh saja sakit.”

“Sudah di obati?”

“Tadi di kompres air hangat, lalu kuoleskan minyak yang diberikan Edo.”

Pria itu menjadi tak suka saat mendengar nama Edo di sebut sang istri. Ia kesal kenapa harus sang adik yang menjadi pahlawan kesiangan bagi Yura.

“Aku sudah bilang, jauhi Edo.”

“Kenapa? Dia hanya memberikan aku obat oles saja. Lagi pula Edo baik.”

Edward mencengkeram tangan Yura. “Dengar, kamu hanya milik aku. Jangan pernah berdekatan dengan pria mana pun, termaksud Edo.”

“Sa—sakit.”

Edward mendorong tubuh Yura ke ranjang. Sementara, Yura kembali merasakan sesak saat Edward menatap dengan tatapan seperti malam itu. Ia bingung, apa yang Edward mau kali ini. Pria itu menolaknya, tapi tak membiarkan dia berdekatan dengan orang lain

“Stop berbuat kasar,” ucap Yura. Ia perlahan bangkit dan berdiri di depan Edward. “Kalau kamu nggak suka pernikahan ini, silakan ceraikan aku. Aku muak dengan semua keadaan di sini!”

Edward semakin panas, ia menarik pinggang kecil Yura hingga tak ada jarak di antara mereka. Embusan napas pria itu begitu terasa, sedangkan Yura tak mengerti dengan jantungnya yang berdebar sangat kencang.

Bibir Yura begitu menggoda hingga membuat Edward tak tahan untuk menyentuhnya.

“Lepas!”

Yura mendorong tubuh pria itu, tetapi Edward begitu kuat hingga kembali mengunci tubuhnya. Jantungnya semakin tak karuan, Yura terus berpikir apa Edward akan menunaikan tugasnya sebagai suami dan mewujudkan keinginan sang ibu?

***

Edo memilih berada di kelab malam dari pada melihat drama rumah tangga sang kakak. Pria dengan kaos putih dipadu celana jin robek-robek itu duduk memindahi sekeliling tempat ramai itu. Sesekali ia meneguk minuman di depannya.

Hari itu ia tak sedang berjanjian dengan siapa pun karena moodnya kurang baik. Sepertinya ia harus merileksasikan otaknya kali ini. Namun, lamunannya buyar seketika seseorang menepuk pundaknya.

“Aku mau bicara,” ujar wanita di hadapannya.

Edo memutar bola mata malas melihat wanita cantik dengan pakaian sexy di hadapannya. Ia bangkit dan mengikutinya ke luar kelab malam itu.

Edo menyenderkan tubuh di tembok, sedangkan wanita di hadapannya siap mengatakan hal yang penting untuk pria itu.

“Aku hamil, Do.”

Edo menegang mendengar penuturan wanita itu. Ia tak menduga jika selama ini sudah bermain cantik, tetapi malah kecolongan. Pria itu menarik napas panjang, lalu membuangnya kasar.

“Jangan bercanda. Gue main cantik, Sel. Jangan-jangan, lo sengaja biar gue nikahin elo,” ujar Edo sembari menunjuk Sella.

“Mana ada aku bercanda. Main cantik kalau apes, ya apes aja. Buktinya, aku hamil, Do.”

“Jangan ngada-ngada. Itu bukan anak gue, lo tidur sama yang lain kali.”

Tamparan keras mengenai pipinya. Ia menatap dengan tawa wanita yang sudah memerah wajahnya itu. Edo tidak habis pikir, di rumah sedang mempeributkan masalah keturunan, tapi ia malah yang mendapat keturunan.

Edo kembali tidak percaya dengan keadaan itu. Apa yang akan ia lakukan? Menikahi Sella dan terkekang dalam sebuah rumah tangga. Edo menendang kaleng di samping ia berdiri.

“Aku nggak mau tahu, kamu harus tanggung jawab.”

“Gugurin aja!”

“Shit! Enak banget, kamu bilang seperti itu. Aku nggak mau dosa untuk kedua kalinya.”

Edo mendorong kasar Sella, pria itu tanpa belas kasih meninggalkan Sella yang masih tersungkur di jalan. Ia tak peduli dengan apa yang dikatakan Sella, baginya tidak ada pernikahan. Yang ia inginkan hanya kesenangan tanpa terikat dengan status pernikahan.

Sementara, Sella meringis kesakitan memegangi perutnya yang keram tiba-tiba. Wanita itu bersumpah akan membuat Edo untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.

***

Edward mengelus pucuk rambut Amalia yang sudah tertidur. Ia merasa kasihan dengan kondisi sang istri. Akan tetapi, dirinya tak tega harus mengatakan yang sesungguhnya. Penolakannya terhadap bayi tabung semakin membuat Edward merasa bersalah. Di satu sisi ia memikirkan bagaimana nasib Yura malam itu.

Pikiran Edward kacau memikirkan Yura. Teringat luka lebam di pipi istri keduanya, ia ingin menghampiri Yura. Namun, bagaimana dengan Amalia. Edward semakin gelisah, ia bangkit perlahan, mengendap-endap agar Amalia tidak terbangun.

“Yura, buka pintunya,” ucap Edward saat mengetahui Yura mengunci pintu dari dalam. Ia sedikit lega karena sang istri mengikuti perintahnya.

Yura sudah berada di hadapan Edward. Pria itu gegas masuk dan kembali mengunci pintu. Entah, perasaan apa, tangan Edward menyentuh lembut pipi Yura.

“Aw, sakit.”

“Masih sakit?”

“Nggak, hanya saat tersentuh saja sakit.”

“Sudah di obati?”

“Tadi di kompres air hangat, lalu kuoleskan minyak yang diberikan Edo.”

Pria itu menjadi tak suka saat mendengar nama Edo di sebut sang istri. Ia kesal kenapa harus sang adik yang menjadi pahlawan kesiangan bagi Yura.

“Aku sudah bilang, jauhi Edo.”

“Kenapa? Dia hanya memberikan aku obat oles saja. Lagi pula Edo baik.”

Edward mencengkeram tangan Yura. “Dengar, kamu hanya milik aku. Jangan pernah berdekatan dengan pria mana pun, termaksud Edo.”

“Sa—sakit.”

Edward mendorong tubuh Yura ke ranjang. Sementara, Yura kembali merasakan sesak saat Edward menatap dengan tatapan seperti malam itu. Ia bingung, apa yang Edward mau kali ini. Pria itu menolaknya, tapi tak membiarkan dia berdekatan dengan orang lain

“Stop berbuat kasar,” ucap Yura. Ia perlahan bangkit dan berdiri di depan Edward. “Kalau kamu nggak suka pernikahan ini, silakan ceraikan aku. Aku muak dengan semua keadaan di sini!”

Edward semakin panas, ia menarik pinggang kecil Yura hingga tak ada jarak di antara mereka. Embusan napas pria itu begitu terasa, sedangkan Yura tak mengerti dengan jantungnya yang berdebar sangat kencang.

Bibir Yura begitu menggoda hingga membuat Edward tak tahan untuk menyentuhnya.

“Lepas!”

Yura mendorong tubuh pria itu, tetapi Edward begitu kuat hingga kembali mengunci tubuhnya. Jantungnya semakin tak karuan, Yura terus berpikir apa Edward akan menunaikan tugasnya sebagai suami dan mewujudkan keinginan sang ibu?

***

 Bersambung 

Di tunggu ya pemenang koin emas ada di part 11 besok atau bisa sore atau malam. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sesilia Seny Ndruru
kutu kupret malah di ulang pula,buang² koin aja
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status