Home / Romansa / Terpaksa Menjadi Milikmu / Bab 1 Pertemuan Pertama

Share

Bab 1 Pertemuan Pertama

Author: Ainila
last update Last Updated: 2022-04-26 16:58:51

"Tapi aku tidak mau menikah dengannya. Bibi tolong cobalah mengerti. Aku berjanji aku tidak akan merepotkanmu atau anakmu lagi. Kumohon, Bi." Gadis bernama Sadia itu meratap, pelupuk matanya berkaca-kaca, memohon belas kasihan bibinya. Ia benar-benar tak ingin menikahi lelaki brengsek yang ia temui beberapa hari yang lalu.

"Berhentilah merengek. Berhenti membuatku merasa seolah-olah aku telah melakukan kejahatan besar. Seharusnya kau bersyukur, ada orang sekaya itu yang mau menikahimu. Kalau bukan dia, mana ada pria yang tertarik denganmu? Sekarang, berhentilah bertingkah begitu keras kepala!" Wanita itu membentak, tak sedikitpun ingin memikirkan perasaannya.

Tak ada yang mengerti perasaannya. Bahkan, Naya, adik kandungnya sendiri pun tak mau membantunya. Sadia telah melakukan banyak hal karena ia begitu menyayangi adiknya itu, namun semua itu sama sekali tak terbalas.

Ia sudah terbiasa menangis sendirian tanpa pernah menunjukkannya di depan orang lain. Namun, hari ini, semuanya berbeda. Hari ini, semua mimpinya hancur.

***

DUA HARI SEBELUMNYA

Hari itu, Sadia diberitahu oleh Alya, bibinya, bahwa akan ada tamu yang datang. Mereka berencana untuk mempertemukan putra mereka dengannya. Bibinya terus mengatakan padanya jika putra mereka setuju untuk menikah dengannya, maka ia akan menjadi gadis yang sangat sangat beruntung.

Keluarga itu akan datang untuk makan malam sekaligus membicarakan tentang perjodohan mereka. Sekitar jam setengah delapan, bel pintu berbunyi menandakan bahwa tamu yang dinanti telah tiba.

Ketika tamu itu masuk, Sadia masih berdiam diri di kamarnya. Namun mau tak mau ia harus mengikuti keinginan bibinya untuk menemui mereka. Ia menyetujuinya bukan karena ia tak mampu mendapatkan laki-laki lain, namun karena rasa hormatnya terhadap paman dan bibinya, ia tak ingin mempermalukan mereka. Meskipun mereka sama sekali tak pernah menyayangi Sadia. Mereka hanya menyayangi Naya, bahkan selalu memujinya. Dan, itu sudah cukup bagi Sadia untuk melihat adiknya bahagia.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, bibinya membelikannya sebuah gaun. Sadia begitu senang menerima gaun yang begitu indah itu, ia memadukan gaun itu dengan hijab berwana serasi. Ia memakainya lalu beranjak ke ruang tamu, menemui wanita yang sedari tadi sudah berbincang-bincang dengan paman dan bibinya. Entah kenapa, ia merasa jantungnya berdegup kencang.

"Assalamu'alaikum," ucapnya lirih, hampir tak terdengar seolah berbisik pada diri sendiri. Ia sempat ragu apakah orang lain bisa mendengarnya.

"Walaikumus salam Sadia. Kemarilah," ucap wanita paruh baya yang sepertinya akan menjadi ibu mertuanya. Wanita itu mengisyaratkannya untuk duduk di sebelahnya.

"Maa Syaa Allah, kau terlihat cantik." Wanita itu berseri-seri sambil menatap wajah Sadia.

Sadia merasa tenang setelah berbicara dengan calon ibu mertuanya, ia terlihat baik. Sesaat kemudian, mereka sudah asyik mengobrol. Wanita itu menanyakan banyak hal padanya, tentang hobi, pekerjaan, dan sebagainya.

"Oh iya Risa, di mana Husam? Bukankah kita mengatur pertemuan ini untuknya?" Bibi Sadia menanyai wanita yang duduk disampingnya. Entah kenapa, baru mendengar nama pria itu saja sudah meningkatkan detak jantung Sadia dan mengubah suasana dalam pikirannya menjadi penuh hiruk pikuk.

"Umm.. dia sedang dalam perjalanan," jawabnya sambil melirik jam tangannya. Setelah itu, mereka melanjutkan perbincangan mereka. Ia mengatakan bahwa suaminya tidak bisa ikut hari ini karena masih berada di luar kota dan baru akan pulang Minggu depan.

Tiba-tiba semua orang tersentak kaget sembari menoleh ke arah pintu ketika terdengar kegaduhan dari sana.

"Itu dia. Husam, dari mana saja kamu?" Ibunya langsung menginterogasinya. Suaranya yang tajam menunjukkan bahwa ia begitu kesal.

Sadia tak berani menatap pria yang berada di depan pintu itu, namun dari sudut matanya ia bisa merasakan bahwa pandangan pria itu tertuju padanya. Ia beringsut merasa tak nyaman, jantungnya berdegup tak karuan.

Pria itu tak kunjung masuk, ia masih berdiri di sana. Tak lama kemudian terdengar suara kegaduhan lain, menandakan bahwa seseorang yang lain juga telah datang, mungkin teman pria itu. Tapi semua orang berhenti berbicara, menambah kecemasan di hati Sadia. Membuatnya terpaksa melakukan satu hal yang membuatnya menyesal. Ia mengangkat kepalanya dan saat itu juga matanya bertaut dengan sepasang mata cokelat terang yang mempesona dan membuatnya seolah-olah tenggelam di dalamnya. Ia tak mampu menggambarkan betapa tampan pria itu, karena otaknya bahkan tak mampu menjelaskan apa yang sebenarnya terlihat oleh matanya.

Pria itu menatap Sadia dalam-dalam, membuat pipinya memanas dan tanpa sadar ia mengigit bagian dalamnya dengan keras hingga rahangnya terasa sakit. Dengan segera, ia mencoba untuk menurunkan pandangannya, namun itu tidak terjadi. Belum pernah ia melihat seseorang yang begitu tampan dan mempesona.

Tapi semua itu memudar begitu saja ketika ia melihat seorang gadis jelita bermata indah, bibir ranum dan hidung lancip begitu serasi di wajahnya. Rambut ikal kecoklatannya tergerai begitu saja di belakang tubuhnya, menambah keanggunannya. Lengan gadis itu melingkar erat pada pinggang pria di sampingnya. Lengan pria itu tergerak melingkar di bahu gadis itu sembari tersenyum sinis menatap Sadia. Mulut Sadia ternganga.

"Husam, apa-apaan ini? Siapa gadis itu?" Wanita itu berdiri dari sisi Sadia dan bergegas menghampiri pria bernama Husam itu. Saat itulah, Sadia tersadar tinggal ia sendiri yang masih duduk terpaku di tempatnya.

Pria itu mencoba melangkahkan kakinya untuk pergi, namun ia tersandung. Terlihat jelas bahwa ia sedang mabuk. Matanya pun sembab seolah habis menangis. Pria itu tak lagi menatap Sadia, ia mengalihkan pandangannya pada ibunya.

"Kenapa ibu tidak mendengarkanku? Sudah kubilang aku tidak akan menikah dengan siapa pun!" pria itu berteriak. Sadia menatap kasihan pada wanita itu yang terlihat malu dan tak bisa mengatakan sepatah katapun.

"Haah! Haah! Ini jalang kecil yang kau pilihkan untukku. Serius ibu? Apa yang kau lihat dalam dirinya?"

Sadia menelan saliva yang mengganjal di tenggorokannya ketika ia mendengar pria itu mengucapkan kata-kata makian untuk dirinya. Apa yang telah ia lakukan? Ia tak habis pikir tentang apa yang pria itu katakan.

"Beraninya kamu!" hardik Sadia. Pria itu sontak menoleh ke arahnya, api kemarahan menyelimuti netra cokelat terang yang tersemat di matanya itu. Sadia berusaha untuk tidak memperhatikan betapa tampannya pria itu, namun semua usahanya sia-sia.

"Jadi, jalang kecil ini tahu bagaimana berbicara, huh?" ucapnya dengan sinis.

Sadia bisa merasakan pria itu memandanginya dari ujung kepala hingga ujung kaki, hingga sesaat kemudian ia membentak kembali. "Apa yang membuatmu berpikir bahwa aku akan menikahimu? Apakah kamu tidak melihat dirimu di cermin?"

Sadia tidak pernah merasa dirinya cantik. Ia selalu merasa baik-baik saja dengan penampilannya yang sederhana. Tetapi ketika ada orang lain yang menghinanya, itu terasa begitu menyakitkan untuk didengar. Hingga, tanpa sadar, ia menangis.

"Cukup Husam! Sudah cukup!" Ibu pria itu mengomel padanya.

"Tapi itu salahmu ibu. Kau.. kau tahu bahwa aku tidak ingin menikah dengan siapa pun!" Pria itu menjawab kembali, kemudian mendekat ke arah Sadia dengan langkah terseok-seok, tersandung setiap dua langkah. Sadia terdiam dipenuhi kegugupan, ia berpikir bagaimana jika pria itu memukulnya.

Pria itu menghentikan langkahnya tepat di hadapan Sadia lalu membuka mulutnya. "Sekarang, kau dengarkan aku." Pria itu menunjuk tepat di wajah Sadia sambil menatapnya tajam.

"Hilangkan keinginanmu untuk menikah denganku, karena kau tidak tahu siapa aku dan apa yang bisa kulakukan."

Sadia benar-benar tak mendengar sepatah katapun darinya. Ia terpikat oleh sepasang netra cokelat terang yang menawan di hadapannya. Ia menyadari ada sesuatu yang salah dalam dirinya.

Setelah mengatakan itu, pria itu membalikkan tubuhnya lalu melangkah keluar. Gadis di sampingnya meniru tindakannya.

Sadia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, semua orang terperangah sama seperti dirinya. Setelah meminta maaf pada keluarganya, ibu pria itu juga pergi.

Sadia terpana dengan aksi kecil yang pria itu lakukan. Tak seorang pun di rumah itu yang mengatakan apa pun setelah mereka pergi. Seolah-olah itu tidak pernah terjadi.

Kemudian malam itu ia berbaring di tempat tidur kecilnya, menunggu kantuk untuk mengambil alih kesadarannya, namun itu tak kunjung terjadi. Sepasang mata cokelat terang itu terus membayangi pikirannya. Ia mengerang frustasi.

Tak lama kemudian ponsel Sadia berdenting, menandakan bahwa ia menerima sebuah pesan. Ia menggeser layar ponselnya lalu membaca pesan yang terpampang di sana, membuatnya benar-benar kehilangan kesempatan untuk memejamkan mata malam ini.

Pesan itu ditulis dengan huruf kapital dan dikirim oleh nomor yang tak dikenal.

[ TEMUI AKU DI KAFE EL MOUNTE BESOK JAM 4 SORE. JANGAN BERANI MENOLAK ]

[ HUSAM ALHARIS ]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menjadi Milikmu   Bab 43 Sebuah Tamparan

    Flashback On"Yang itu! Akan kucoba." Husam meneguk cairan cokelat keemasan itu dan merasakan sensasi terbakar di tenggorokannya.“Kak, ayo pulang. Kita sudah mencoba selama beberapa jam. Ini hanya membuktikan bahwa kau sudah tua sekarang," ucap Ken. Husam menatap tajam ke arah Ken yang membuang muka dengan seringai dan meminum vodkanya sekaligus dalam satu tegukan. "Jangan menatapku seperti itu. Aku tidak percaya kita melakukan ini. Kita bahkan tidak terlihat seperti Mafia." Ken mengeluh, di saat Husam mengamati kerumunan untuk mencari gadis yang cocok."Diam saja dan biarkan aku berpikir," ucap Husam geram. "Beri aku satu kesempatan lagi," pintanya.Ken berbicara kepada bar tender lalu kemudian kembali pada Ken. "Kau tahu, ini ide bodoh! Betapa tidak masuk akalnya kau? Ayo lompat ke rencana B." "Dia akan mulai membenciku. Itu saja yang aku inginkan. Aku tidak ingin dia ..." Husam menggantung kata-katanya ketika seorang gadis pirang datang menyapanya."Halo tampan. Keberatan jika a

  • Terpaksa Menjadi Milikmu   Bab 42 Bersama Wanita Lain

    Sadia berdiam diri di kamar hingga berjam-jam, memikirkan bagaimana cara untuk menghadapi Husam, terutama untuk memikatnya. Sikap Husam akhir-akhir ini benar-benar mengacaukan pikiran Sadia. Ia bersikap seolah ingin Sadia menjauhinya, namun matanya memohonnya untuk tetap bersamanya.Sadia tak mengerti mana yang benar. Namun yang ia tahu, Husam tak pernah lagi selingkuh, ia tak pernah lagi tidur bersama wanita lain. Dan itu sudah cukup sebagai bukti bagi Sadia bahwa Husam mencintainya.Setelah Sadia selesai melaksanakan shalat Isya, ia kembali menunggu Husam. Sadia merasa ia harus melakukan sesuatu untuk membuatnya menyatakan cintanya padanya, atau setidaknya menunjukkan padanya bahwa ia tertarik padanya. Sadia memikirkan cara untuk memikatnya dan muncullah sebuah ide konyol. Ia memutuskan untuk merayu Husam.Tak ada salahnya, bukan? Seorang istri boleh merayu suaminya, bukan? Sadia menarik napas dalam-dalam sambil menatap bayangannya sendiri di cermin. Sadia tidak tahu bagaimana cara

  • Terpaksa Menjadi Milikmu   Bab 41 Merasa Hancur

    FLASHBACK ON“Ada apa Bu?” tanya Husam begitu memasuki kamar tamu.Husam melihat ibunya berdiri menatap keluar jendela. Wanita itu dengan cepat membalikkan badannya begitu menyadari kehadiran Husam. Terlihat bulir-bulir keringat menetes dari pelipisnya."Husam, aku ingin kau tahu sesuatu," ucapnya. Suaranya terdengar gelisah, ia tampak gugup. Husam mengernyitkan dahinya.Risa beranjak duduk di tempat tidur. Husam mendekatinya, lalu berlutut di depannya. Tak peduli apapun yang telah wanita itu lakukan, bagi Husam ia tetap ibunya dan ia masih mencintainya."Ada apa? Apakah semuanya baik-baik saja, Bu? Apa ada yang menyakitimu?" tanya Husam.Risa terlihat kaget saat mendengar Husam kembali memanggilnya dengan sebutan 'ibu'. Sudah bertahun-tahun sejak terakhir kali Husam memanggilnya ibu.Husam sadar, biar bagaimanapun, ia harus tetap memperbaiki hubungannya dengan ibunya. Ia ingin semuanya kembali seperti semula. Dengan begitu, Sadia akan ikut senang melihat suaminya kembali dekat dengan

  • Terpaksa Menjadi Milikmu   Bab 40 Ketika Husam tak Melihat Sadia

    "Perlakukan dia dan ambilkan aku semua foto dari pesta itu. Aku ingin pengkhianat sialan itu di bawah kakiku,"Ancam Husam sambil menangkup wajah Zauq yang hampir tidak sadarkan diri dengan kedua tangannya. Ia menekan jari-jemarinya dengan kuat agar pria itu tetap sadar. “Dan sebaiknya kau jangan berbohong atau aku akan membunuh keluargamu dulu, dan selanjutnya kau. Aku akan menyiksa mereka tepat di depan matamu sampai kau tidak bisa lagi menerimanya dan memohon padaku untuk mempercepat kematianmu," ucap Husam sambil mendorong wajah kasar tawanannya itu sebelum akhirnya ia melangkah pergi menjauh dari sel.Husam ingin semua anak buahnya mengerti betapa kejamnya dirinya yang sebenarnya. Mereka harus melihat betapa berbahayanya dirinya terhadap orang-orang yang mengkhianatinya. Ia ingin hal ini akan menjadi pelajaran untuk mereka semua. Ia menyebut dirinya sebagai monster dan ia bangga dengan sebutan itu. Ia tak akan pernah membiarkan satu orang pun menghalangi apa yang ingin ia lakukan.

  • Terpaksa Menjadi Milikmu   Bab 39 Siapa Penghianat Itu Sebenarnya?

    "Kak Husam .. Kami mendapat masalah. Kau harus segera datang ke markas ruang bawah tanah." Terdengar suara Dian, salah satu sahabat Husam melalui sambungan telepon yang ia genggam di telinganya."Oke, aku akan ke sana," jawabku Husam.Dian adalah komandan kedua Husam. Mendengar nada suaranya yang begitu panik, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang sangat buruk. Husam menjadi ikut panik. Udara di sekitarnya terasa menjadi panas.Matanya kembali menatap sosok cantik yang tertidur lelap di tempat tidurnya. Bulu matanya yang lentik terlihat begitu indah tersemat di bawah kelopak matanya. Dadanya turun naik seiring nafasnya yang ringan. Selimut putih menutupi separuh tubuhnya, menyembunyikan lekuk tubuhnya.Ia merasakan sesuatu bergejolak dalam dirinya. Ia ingin segera merengkuh wanita itu dalam pelukannya lalu tidur bersamanya. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan hendak mengecup lembut dahinya, namun ia tak bisa merasakan kulit lembutnya karena yang ada di depannya kali ini hanyalah sebuah la

  • Terpaksa Menjadi Milikmu   Bab 38 Tak Mau Mengakuinya

    "Jangan berani menyentuh barang-barangku lagi!" ucap Husam ketus, mengabaikan pertanyaan terakhir Sadia.Pria itu berjalan ke samping lemari untuk mencari sesuatu, membuat Sadia menjadi kesal. Ia bergegas berjalan menghampirinya lalu membalikkan bahunya sehingga ia bisa menghadapnya."Jangan ganti topik. Aku ingin jawaban. Aku telah menanyakan sesuatu dan kau harus menjawabnya!" ucap Sadia setengah berteriak, mencoba membuat Husam takut. Namun, pria itu justru bersikap seolah sama sekali tak mendengarnya."Jangan terlalu percaya diri. Aku punya kamera di seluruh ruangan di rumah itu. Bukan hanya di kamarmu! Aku mencoba mencari pengkhianat itu, dan dia bisa jadi siapapun yang tinggal di rumah itu," ujar Husam. Suaranya mengandung kebencian. Rasa sakit terpancar dari mata Sadia, ia mengedipkan matanya dengan cepat agar air matanya tak jadi tumpah."Aku sama sekali tak ingin memperhatikanmu!" Husam membuang muka, mengabaikan air mata di mata Sadia."Aku sudah memberitahumu. Aku hanya be

  • Terpaksa Menjadi Milikmu   Bab 37 Markas di Tengah Hutan

    Keesokan harinya Sadia terbangun dengan kepala terasa pusing. Ia tidak benar-benar tidur semalam. Ia tidur hanya sekitar satu setengah jam saja. Sakit yang ia rasakan dalam hatinya membuatnya gelisah sepanjang waktu. Naya tidur di kamar lain, dan Sadia menangis sendirian sepanjang malam, bahkan ketika matanya sudah terlelap, tangisnya belum berhenti mengalir "Aku harus bertanya pada ibu mertua, apa yang sebenarnya terjadi? Jika Husam tak mau memberitahuku, maka aku harus mencari tahu sendiri," ucap Sadia memutuskan.Dalam sujudnya pagi ini, ia masih menangis, meminta pada Tuhannya agar hari ini ia menerima sesuatu yang baik. Kata-kata Husam kemarin benar-benar membuatnya hancur.Setelah ia selesai menunaikan ibadahnya, Sadia bergegas ke kamar Naya, ternyata ia masih tidur. Sadia pun bergegas ke dapur untuk meminum segelas susu. Ia merasa begitu lemah dan lelah, ia membutuhkan energi untuk mengembalikan tenaganya. Sepagi itu, biasanya dapur masih kosong dan terkunci karena belum ada y

  • Terpaksa Menjadi Milikmu   Bab 36 Kenapa Semuanya Menjadi Begitu Menyakitkan?

    Sadia merasa begitu bersemangat membawa nampan berisi semangkuk mie ayam itu ke kamar Husam."Dia pasti akan menyukainya," gumamnya. Ia mengetuk pintu kamar Husam beberapa kali hingga akhirnya ia mendengar suara dari dalam."Masuk." Suara Husam terdengar serak.Sadia menghela napas dalam-dalam sebelum ia mendorong pintu itu yang tak lagi terkunci. Perlahan pintu itu terbuka dan pemandangan yang Sadia lihat di depannya membuatnya benar-benar terkejut. Semua barang berserakan di lantai. Husam memang sering melakukan itu ketika ia sangat marah. Tapi, setahu Sadia, Husam sangat menyukai kamar ini karena kamar ini merupakan hadiah dari ayahnya untuk ibunya. Kali ini sepertinya Husam benar-benar marah hingga ia sampai menghancurkan kamar kesayangannya. Sesuatu yang mengerikan telah terjadi hari ini.Sadia menatap punggung Husam yang membelakanginya. Terlihat sebatang rokok terjimpit di jemarinya. Perlahan Sadia melangkahkan kakinya dengan hati-hati karena tak ingin kakinya terluka karena pe

  • Terpaksa Menjadi Milikmu   Bab 35 Nuansa Warna-warni

    Sadia tak lagi bersemangat untuk bermain bulutangkis setelah Husam pergi. Ia sedari tadi hanya berdiri di sudut. Pandangan matanya seolah memperhatikan Naya dan Ken, namun pikirannya entah di mana. Ia menunggu Husam kembali hanya agar ia bisa mengagumi ketangkasan dan ketampanannya sekali lagi."Sadia, kenapa diam saja?" tanya Ken melihat wanita itu tak merespon bulutangkis yang baru saja ia arahkan padanya. Sadia terdiam, membuat Ken terpaksa berkata lagi. "Ayo, bermain lagi!" ucapnya, namun Sadia tak menghiraukannya.Sadia mengetuk-ngetukkan kakinya ke tanah, sambil sesekali menatap ke arah pintu rumah, berharap pria itu muncul dari sana. Tapi tak ada. Sekitar dua puluh menit sudah berlalu, dan sama sekali tak ada tanda-tanda Husam akan datang. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi dan kembali ke kamarnya."Naya, ayo kembali ke rumah sekarang. Kau harus istirahat. Kau belum boleh terlalu kelelahan." Sadia meminta adiknya untuk ikut. Naya terlihat menghela napas kesal namun mau tak mau

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status