"Berhenti mengatakan diriku sibuk Felix! Kau pun juga sama tidak pernah ada waktu untukku." Salma tak kalah berteriak dengan kasar pada Felix Horison
"Kau yang salah Salma, karena selama ini kau selalu sibuk dan tidak pernah ada waktu untukku ataupun Putri. Kau selalu mementingkan karir. Apa kau lupa bahwa aku ini adalah orang kaya? Apa hartaku tidak cukup untukmu?" Felix tidak tahu lagi harus memberi pengertian yang bagaimana kepada istrinya.Salma selalu saja mementingkan dunia modelnya dibandingkan dengan keluarganya. Padahal mereka sudah menikah selama 7 Tahun lamanya."Dia bukanlah anakku, Felix. Dia hanyalah anak pembawa sial yang lahir dari rahimku! Aku tidak pernah mengakuinya." Felix yang mendengar itu pun merasa geram, dia sampai menjambak rambutnya sendiri menahan amarah karena ingin sekali mencekik wanita yang berada di hadapannya."Kau selalu saja mengatakan Putri anak pembawa sial, padahal dia adalah anak kandungmu. Dia lahir dari rahimmu, Salma! Tidak sepatutnya kau berkata demikian!" bentak Felix dengan sorot mata yang begitu tajam, bahkan dadanya bergemuruh menahan emosi yang siap meledak saat itu juga.Salma yang sudah capek terus saja bertengkar dengan Felix karena Putri, dia pun pergi sebab ada panggilan modeling dari manajernya. Meninggalkan Felix dengan amarah yang membara, sehingga membuat pria itu melemparkan barang apa saja yang berada di dekatnya."Akhkh! Kau benar-benar Ibu yang kejam, Salma. Kau jahat! Tidak seharusnya kau mengatakan itu pada putrimu sendiri, Salma!" teriak Felix dengan marah...Karena lelah bertengkar terus-menerus dengan istrinya, Felix memutuskan untuk pergi dari rumah untuk menenangkan diri sejenak. Tapi dalam kondisi seperti itu dia sepertinya membutuhkan seseorang untuk menemaninya.Tiba-tiba saja Felix teringat dengan rekomendasi dari sahabatnya sebuah tempat yang tak pernah ia datangi seumur hidupnya, tapi untuk kali ini Felix terpaksa datang ke sana."Sepertinya memang aku harus merilex kan tubuhku di tempat ini untuk sejenak," gumam Felix sambil mengusap wajahnya dengan kasar.Bermodalkan nama temannya, dia masuk ke dalam dan bertemu dengan resepsionis. "Maaf Tuan, atas nama siapa ya?" tanya resepsionis tersebut."Leonardo, atau biasa disebut Leon," jawab Felix dengan wajah datarnya.Wanita itu pun mengecek data yang ada di komputer dan ternyata Leon adalah tamu VVIP di sana..Segera wanita tersebut menunjukkan jalannya dan membawa Felix ke salah satu kamar."Tuan, Anda tunggu di sini sebentar. Saya akan panggilkan terapisnya," ucap wanita itu meninggalkan Felix seorang diri di ruangan tersebut.Tak lama seorang wanita cantik masuk ke dalam. Dia adalah seorang terapis pijat yang disewa untuk melayani Felix selama 1 jam."Silakan Tuan buka bajunya," ucap wanita itu dengan kepala menunduk, namun tatapannya terlihat biasa saja. Sepertinya memang dia sudah terbiasa melihat bentuk tubuh seorang pria, dan tentunya Felix bukan yang pertama.Pria itu menurut tanpa berkata apapun, wajahnya masih terpasang datar tanpa ekspresi. Dia memejmkan matanya karena aroma lilin terapi yang ada di sana, membuat ototnya yang tadinya menegang kini bisa rileks seketika."Silakan Tuan ganti bajunya dulu!" Wanita itu menyerahkan baju ganti kepada Felix dengan wajah yang begitu datar, membuat pria itu mengerutkan keningnya.Dia sangat penasaran karena tadi wanita cantik tersebut sangat ramah kepadanya, tapi mendadak seperti tidak bersahabat setelah Felix membuka bajunya.'Kenapa dengan wanita itu? Tadi dia sangat ramah kepadaku, tapi mendadak wajahnya sangat datar? Apa dia terpaksa bekerja di sini!' Berbagai pertanyaan muncul di benak Felix.Tapi Felix seketika menepis pikiran tersebut, karena melihat tempat itu adalah sebuah terapis pijat. Namun hanyalah sebuah kedok untuk menutupi pekerjaan yang ada di dalamnya, di mana wanita-wanita malam bekerja.Felix melihat wanita tersebut tengah menyiapkan minyak untuk memijat tubuhnya. Dia tersenyum merasa tertarik dengan wanita tersebut, kemudian bertanya, "sudah berapa lama kau bekerja di sini? Apakah terapis ini hanya sampinganmu ... atau ada pekerjaan lainnya?" tanyanya penasaran."Aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu, Tuan. Karena tanpa kujawab pun kau sudah tahu jawabannya seperti apa. Tidak akan pernah ada wanita baik-baik yang mau kerja di tempat seperti ini," jawab wanita itu dengan datar.'Menarik.' batin Felix.Mendengar jawaban dari wanita itu, Felix semakin tertantang dan penasaran dengan kepribadiannya. Entah kenapa baru pertama kali ini bertemu dengan seorang wanita, dan Felix langsung merasa sangat amat penasaran dengan kehidupan wanita tersebut. Padahal biasanya dia adalah orang yang masa bodoh dengan urusan dan kehidupan orang lain. Apalagi yang baru di kenalnya."Apa alasanmu bekerja di sini? Kau sangat cantik dan juga masih muda, di luaran sana masih banyak pekerjaan yang bisa kau dapatkan daripada tempat ini. Tapi kenapa kau malah memilih pekerjaan seperti ini?" tanya Felix kembali karena dia masih merasa penasaran."Belum tentu aku mendapatkan pekerjaan di luaran sana dengan gaji sebesar di sini. Setidaknya orang tidak tahu kalau aku bekerja di tempat yang kotor. Tuan, Anda sudah bertanya lebih jauh, dan itu di luar biaya pijat. Aku memiliki tarif tersendiri jika harus diajak untuk mengobrol." Leon cukup terkejut, bibirnya terangkat ke atas menampilkan senyuman yang begitu tipis.Dia benar-benar semakin tertantang untuk mengetahui alasan kenapa wanita itu bekerja di tempat kotor seperti itu. Dia juga dapat melihat wajah tertekan dari wanita tersebut, mungkin saja memang dia dipaksa untuk bekerja di sana. Jika tidak, mana mungkin wanita itu mematok harga hanya untuk sebuah obrolan semata."Katakan saja, berapa biayanya jika aku harus mengobrol denganmu? Aku pasti akan membayarnya, berapapun itu. Bahkan jika harus menghabiskan waktu denganmu semalaman atau lebih, aku pun mampu. Tinggal kau sebutkan berapa nominalnya!" Tatapan Felix menantang wanita tersebut.Seketika wanita itu melirik ke arah Felix dan menghentikan jari jemarinya yang sedang memijat kaki pria tampan itu. Fia ragu apakah harus menerima tawaran dari pria tersebut atau tidak? Tapi wanita itu saat ini sedang membutuhkan banyak uang untuk melunasi semua hutang-hutang kedua orang tuanya."300 juta untuk semalam. Tapi jika Anda tidak sanggup, Anda bisa pergi dari sini." Sebelah alis Felix terangkat saat mendengar jawaban dari wanita ituDia merasa penasaran kenapa wanita tersebut mematok harga sebesar 300 juta, dan dia bukanlah orang bodoh. Felix sangat yakin jika wanita itu sedang dililit hutang."Kau ingin cek atau transfer?" Dia melemparkan ponselnya ke arah wanita tersebut.Wanita itu cukup kaget karena ternyata Felix mau membayarnya seharga 300 juta. Padahal itu nominal yang sangat besar menurutnya. Dia melihat lekat ke arah pria tersebut. 'Sepertinya memang pria ini bukanlah orang sembarangan.' batin wanita itu."Tulis aja berapa jumlah yang kau inginkan, aku akan langsung mengirimnya," ucapnya dengan wajah tak kalah datar dari wanita yang berada di hadapannya.BERSAMBUNG......Felix berjalan menuju pintu kamarnya yang sedang digedor dengan keras. Saat pintu itu terbuka, dia melihat Mama Selly, ibunya, berdiri di depan pintu dengan wajah pucat dan penuh kepanikan."Mas Felix, ada apa? Kenapa Mama Sally menggedor pintu dengan begitu keras?" tanya Bella yang berada di sampingnya, raut wajahnya penuh kekhawatiran.Felix menghela nafas dalam-dalam, merasakan kegelisahan yang sama. "Mama, ada apa? Kenapa wajahmu tampak begitu panik?" tanya Felix, mencoba menenangkan ibunya.Mama Sally menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk memberitahu mereka berita yang sangat mengejutkan. "Felix, Bella, beberapa menit yang lalu, pihak rumah sakit jiwa menelpon mama. Mereka mengatakan bahwa Salma mencoba untuk ... melakukan tindakan bunuh diri."Kata-kata itu jatuh seperti bom, membuat Felix dan Bella terdiam dalam kejutan. Bella merasa tubuhnya gemetar dan dia memegang lengan Felix dengan kuat, mencoba mencari dukungan."Mas Felix, apa ... apa ini be
Malam itu, setelah Bella selesai menyusui Galang, bayinya, dia berdiri di balkon kamar sambil menatap kegelapan malam. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran dan rasa bersalah terhadap Salma, istri pertama Felix yang saat ini sedang berada di rumah sakit jiwa.Tiba-tiba, Felix memeluknya dari belakang, kepalanya bersandar di bahu Bella. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Bella?" tanya Felix dengan suara lembut.Bella merasa air matanya menggenang. "Aku ... aku merasa bersalah, Mas Felix," jawab Bella dengan suara yang bergetar. "Aku merasa sedih melihat kondisi Mba Salma. Dia masih menyimpan kebencian yang begitu dalam terhadapku, dan aku merasa bahwa semua ini adalah salahku."Felix merasa hatinya bergetar mendengar pengakuan Bella. Dia mempererat pelukannya dan mencoba menenangkan Bella. "Bella, kamu tidak perlu merasa bersalah. Kondisi Salma bukan salahmu. Dia memiliki masalahnya sendiri yang harus dia hadapi. Kita semua memiliki beban dan tantangan dalam hidup kita, dan Salma juga demi
Pagi itu, Bella dan Felix melangkah keluar dari pintu rumah mereka dengan hati yang berdebar-debar. Mereka tahu bahwa hari ini adalah hari yang penting, mereka akan pergi ke rumah sakit jiwa untuk menemui Salma.Sementara Galang, sang anak kecil yang penuh keceriaan, mereka titipkan kepada mama Sally, yang dengan setia menjaga dan merawatnya.Mama Sally menatap Bella dengan cemas, mencoba mencari kepastian dalam matanya. "Apakah kamu yakin akan pergi ke rumah sakit jiwa, Bella? Kamu tahu betapa sulitnya melihat Salma dalam kondisi seperti ini," ucapnya dengan suara yang penuh kekhawatiran.Bella mengangguk mantap, walaupun di dalam hatinya ada keraguan yang menghantui. Dia ingin melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana keadaan Salma. Bella merasa bahwa hanya dengan melihatnya secara langsung, dia bisa merasakan apa yang Salma alami dan memberikan dukungan yang lebih dalam."Felix dan aku perlu melihatnya sendiri, Mama Sally. Kami ingin memberikan dukungan sebanyak mungkin untuk
"Iya, kamu benar, Nak. Papa memang mengetahui segalanya."Tuan Johnson duduk dengan tenang di sofa kulit berwarna gelap, lampu ruangan menerangi wajahnya yang berkerut, menunjukkan tanda-tanda usia dan kebijaksanaan. Dia mengambil napas dalam-dalam, menatap Felix yang tampak pucat dan terkejut."Felix," kata Tuan Johnson dengan suara yang lembut namun penuh otoritas. "Aku tahu ini mungkin sulit untukmu menerima kenyataan ini. Tapi aku melakukan ini demi Bella, demi kalian berdua."Felix merasa seperti ditampar oleh kata-kata ayahnya. Dia merasa seolah-olah tanah di bawahnya runtuh. "Kenapa, Pah?" Felix bertanya, suaranya bergetar. "Kenapa kau tidak memberitahuku?"Tuan Johnson menatap Felix, matanya penuh penyesalan. "Karena aku tahu betapa kerasnya kau mencintai Bella, Felix. Aku tahu betapa hancurnya hatimu saat dia pergi. Aku hanya ingin melindungi kalian. Terlebih, Bella masih belum siap bertemu denganmu."Felix merasa kepalanya berputar. Dia menatap ayahnya, mencoba mencerna seti
Felix melepaskan pelukannya dan menatap Bella dengan tatapan penuh cinta. "Bella, aku sangat merindukanmu. Aku bahagia kamu kembali. Aku mencintaimu," ucap Felix dengan suara bergetar. "Kemana kamu selama ini, sayang? Kenapa kau pergi meninggalkanku?"Bella menatap Felix dengan ekspresi yang sulit dibaca. Dia tampaknya masih belum yakin dengan apa yang harus dia lakukan. Namun, Felix tahu bahwa dia harus bersabar. Dia harus memberi Bella waktu untuk memahami dan menerima kenyataan bahwa mereka berdua kembali bersama."Sayang aku khawatir dengan keadaanmu dan ..." Ucapan Felix terhenti saat melihat perut Bella yang sudah kempes.Felix menatap Bella dengan penuh kasih saat matanya terfokus pada perut Bella yang sudah tidak buncit lagi. Dia tidak bisa menahan kebahagiaannya dan akhirnya bertanya apakah Bella telah melahirkan anak mereka. "Apa kamu sudah melahirkan, sayang?" Bella hanya bisa mengangguk tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun.Melihat reaksi Bella, Felix merasa hatinya b
Felix melangkah masuk ke halaman rumahnya, hatinya dipenuhi rasa heran. Suasana rumah yang biasanya tenang dan damai kini berubah menjadi ramai, penuh dengan suara tawa dan percakapan yang riuh. Dia merasa ada yang berbeda, sesuatu yang tidak biasa. Kemudian, ia teringat bahwa hari ini ada tamu spesial yang akan datang, namun ia lupa siapa tamu tersebut.Saat pintu rumah dibuka, aroma masakan yang lezat langsung menyapa indra penciumannya. Di tengah kebingungan dan rasa penasaran, mama Selly, ibu dari sahabatnya, langsung menghampirinya."Mama, ada apa ini? Kenapa rumah ini begitu ramai?" tanya Felix dengan wajah bingung."Felix, kamu lupa ya? Hari ini ada tamu spesial yang datang. Kamu segera mandi dan ganti baju ya, tamu kita sedang menunggu di meja makan," jawab Mama Sally dengan senyum ramah."Tamu spesial? Siapa itu, Mama?" tanya Felix penasaran."Itu nanti kamu tahu sendiri setelah mandi dan berganti baju. Sekarang, cepatlah mandi dan berganti baju. Jangan sampai tamu kita menu