Beberapa jam berlalu, saat ini Arumi tengah berjuang sekuat tenaga agar dapat menyelesaikan pesanan tersebut tepat waktu."Tinggal dua jam," gumam Arumi sembari menatap nanar lima nampan besar berbagai jenis kue tradisional yang ditata rapi di atas sebuah meja panjang.Benar, waktu kurang dua jam, sedangkan Arumi dan timnya baru bisa menyelesaikan lima dari sepuluh nampan dengan setiap nampan berisi tujuh jenis kue tradisional yang berbeda."Bagaimana ini," gumamnya sembari menatap ke arah jam dinding, dengan tangan yang masih memegangi mixer untuk mengaduk adonan.Ingin rasanya ia menangis. Ia tak punya cukup orang dan juga bahan baku untuk membuat kue-kue tersebut di dapur. Ia ingat betul kalau kemarin ia melihat masih banyak persediaan bahan baku, tetapi entah kenapa hari ini bahan-bahan tersebut seolah hilang separuhnya. "Gin, di mana Pak Abi?" tanya Arumi dengan setengah berteriak pada Gina yang saat ini sedang mencetak kue
Beberapa jam berlalu, hingga akhirnya Arumi pun selesai bekerja. Ia yang sudah selesai dengan pekerjaannya pun segera meninggalkan kafe tersebut secepat mungkin karena Satria sudah membuat panggilan ke ponselnya lebih dari lima kali."Jangan sampai dia nyamperin ke sini," gumam Arumi sembari berjalan cepat melewati halaman kafe tersebut karena ia menyuruh Satria untuk menunggu dirinya di dekat lampu merah.Akan tetapi, hal lain terjadi. Tiba-tiba saja Abi yang entah dari mana memanggil dirinya."Astaga," gumam Arumi sembari tersenyum semanis mungkin ke arah Abi yang saat ini sedang berlari kecil ke arah dirinya."Kamu mau ke mana?" tanya Abi yang kini benar-benar sudah berada tak jauh di depannya."Mau pulang," jawab Arumi sembari menoleh ke arah jalan raya yang sudah tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini."Bersama siapa? Apa mau aku beri tumpangan?" tawar Abi yang juga ikut menatap ke arah jalan raya.'Tumpangan apa? Bukannya rumah aku dan dia itu nggak searah? Yang
Lima belas menit berlalu, saat ini mereka berdua sudah sampai di halaman sebuah rumah dua lantai yang berada di salah satu kawasan perumahan elite yang ada di Jakarta."Ini rumah kamu?" tanya Arumi sembari enggan berkedip ketika melihat bangunan yang sangat mewah baginya itu."Benar."Kemudian Arumi pun mengangguk-ngangguk mendengar hal itu sembari turun dari mobil seperti yang dilakukan oleh Satria. "Aku pikir kamu akan tinggal di apartemen mewah," ujarnya."Kenapa aku harus tinggal di sana?" tanya Satria sembari menatap Arumi yang saat ini masih terus memperhatikan rumahnya, seolah sedang terkagum-kagum dengan semua hal itu.Mendengar pertanyaan tersebut, Arumi pun langsung menoleh dan tersenyum konyol. "Iya ya, kenapa kamu harus tinggal di tempat seperti itu.""Dari mana kamu dengar kalau aku tinggal di apartemen?" tanya Satria yang mengira kalau Arumi pernah mendengar gosip itu dari sosial media."Tidak ada. Aku hanya suka membaca komik—""Lalu?""Ya … di sana suka dig
"Siapa kamu?" tanya orang yang ada di dalam panggilan tersebut ketika mendengar suara Satria.Kemudian berganti Satria yang menatap ke arah Arumi."Apa?" tanya Arumi yang tentu saja penasaran dengan apa yang orang di dalam panggilan itu katakan pada Satria."Siapa dia?" tanya Satria sembari menunjukkan layar ponsel Arumi dengan nama 'Haram' di sana.'Siapa laki-laki dengan sebutan Haram ini? Apa dia punya hubungan terlaran dengan laki-laki lain?' batinnya yang makin merasa penasaran."Di mana anak sialan itu?" teriak laki-laki yang ada di dalam panggilan tersebut. Suara yang terdengar kencang karena diloud speaker itu membuat wajah Arumi berubah muram.Satria yang sadar kalau hubungan antara Arumi dan laki-laki itu bukan seperti yang dia pikirkan pun langsung menyahut, "Dia ada di sini. Ada perlu apa?""Aku tidak ada urusan dengan kamu. Aku ingin bicara dengan anak itu!" tegas orang yang ada di dalam panggilan itu."Bicara saja kalau ingin bicara. Dia juga mendengarkan," tukas Satria.
"Tidak-tidak, aku tidak ingin menggigit dia," sanggah Arumi sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.Gadis cantik di dekat Satria itu pun langsung mengerutkan keningnya."Aku yang ingin digigit," sahut Satria sembari menepis tangan gadis di dekatnya yang saat ini masih memegangi wajahnya.Langsung saja Arumi dan gadis tersebut menatap kembali ke arah Satria.'Otaknya korslet,' batin Arumi yang benar-benar mendengar jawaban di luar nalarnya."Kamu ingin digigit dia?" tanya gadis tersebut sembari kembali menoleh ke arah Arumi dari ujung kepala hingga ujung kaki."Iya," jawab Satria dengan tenang."Hei!" Arumi memekik."Memang dia siapa?" Gadis tersebut mengerutkan keningnya.'Aku harus menjawab lebih dulu,' pikir Arumi sembari membuka mulutnya."Aku pem—""Calon istriku," timpal Satria.Langsung saja gadis tersebut menjatuhkab tubuhnya di lantai. "Kamu … kamu sudah bosan padaku? Apa aku sudah tidak menarik lagi?" Pertanyaan gadis yang terdengar lebay dan seperti sedang meniru drama Kore
Arumi pun terjatuh karena tamparan keras tersebut. Seketika Satria keluar dari mobil dan dengan cepat membalas tamparan Arumi dengan pukulan keras di wajah laki-laki tersebut."Sialan!" teriak Satria sembari menendang laki-laki tersebut hingga membuatnya terpental dan terjungkal di jalan aspal yang untungnya sedang sepi.Sedangkan Arumi yang merasa berkunang-kunang karena tamparan tersebut pun segera mencari pegangan untuk bisa berdiri sambil menggoyang-goyangkan kepalanya, agar penglihatannya bisa kembali pulih."Sat, berhenti!" teriaknya ketika pandangannya fokus dan ia melihat Satria yang sedang berdiri menatap laki-laki yang saat ini berada di jalanan sembari memegangi dadanya.Setelah itu Arumi pun segera bergerak ke arah Satria dan kemudian memegangi lengan pemuda yang mengantarkannya pulang itu."Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya sambil menatap ke arah laki-laki di depan mereka yang sedang berusaha bangun."Kamu anak sialan! Tidak tahu diri!" maki laki-laki tersebut ke
"Kamu!" Mata Arumi membulat melihat orang yang menariknya."Diam," desis wanita di belakang Arumi sembari menutup mulut Arumi dengan tangannya.Tak lama kemudian terlihat Cheri yang keluar dari kamarnya sambil celingukan. "Ar!" panggilnya.Setelah cukup lama celingukan dan tak menemuka Arumi, kemudian Cheri pun berbalik dan dengan tenang menutup pintu kamarnya, lalu pergi meninggalkan kamar kostnya.Sedangkan wanita yang tadi membekap Arumi pun langsung melepaskan tanganya ketika Cheri sudah menjauh dari sana."Ada apa?" tanya Arumi sembari kembali berbalik dan menatap wanita di dekatnya itu."Setelah ini kamu segera masuk kamar dan istirahat," perintah wanita di dekat Arumi tersebut.'Apa sebenarnya yang ingin dilakukan Raisa?' pikir Arumi sembari mengerutkan keningnya pada anak ibu kostnya itu.Dan ketika Raisa akan meninggalkannya, tiba-tiba Arumi mencekal lengan anak ibu kostnya itu. "Katakan apa yang ingin kamu lakukan?""Aku akan mengawasi Cheri. Jangan mengganggu dan tidurlah d
"Iya, Arumi memang cantik ya," sahut Mbak Yuni sembari tersenyum hangat pada laki-laki yang baru saja menarik pakaian Arumi tersebutLaki-laki yang tadi ingin disapa oleh Arumi karena terlihat seperti sedang menunggunya di dekat gerbang itu pun kembali menarik pakaian Arumi, hingga membuatnya berdiri sejajar dengan laki-laki tersebut."Chok, aku tidak tahu kalau kamu dekat dengan Arumi," cicit Mbak Yuni sembari mengedipkan sebelah matanya pada Choki yang saat ini masih menggenggam pakaian Arumi.'Apa ada sesuatu yang salah dengan Mbak Yuni ini?' pikir Arumi sembari mengerutkan dahinya. 'Ah, kenapa sepertinya semua orang di sini berbahaya? Apa aku ini ngekost di sarang orang-orang jahat?' keluhnya di dalam hati."Ar, kenapa kamu hanya diam saja?" Mbak Yuni mengalihkan perhatiaanya pada Arumi yang terlihat sedikit melamun. "Ar," panggilannya lagi karena Arumi tak menyahut."Hah, apa Mbak?" Arumi yang terkejut pun langsung memusatkan perhatiannya pada Yuni yang kini terasa begitu asing b