Sesaat kemudian pintu yang baru saja diketuk oleh Arumi tersebut pun terbuka. Ia menatap seorang laki-laki yang keluar dari sana."Loh, bukannya kamu sedang keluar negeri?" tanya Arumi sambil menatap kekasihnya tersebut menggunakan kaos oblong dan celana pendek biasa."Sejak kapan kamu menjadi dekat dengan Aris?" tanya Satria yang terdengar seperti sedang mengintrogasi.Arumi langsung memutar bola matanya. Ia sudah sangat terbiasa dengan kecemburuan Satria yang agak berlebihan."Istrinya tidak senang saat mendengar kamu mengajaknya liburan, kamu mengerti?" Satria berdalih agar Arumi tak marah karena dia cemburu lagi.Mata Arumi membola. "Dia punya istri?"Sesaat kemudian terlihat Aris keluar lewat pintu lain."Ris, kamu punya istri?" tanya Arumi langsung.Aris pun tersenyum canggung. Dia tadi mendengar dengan jelas kebohongan apa yang Satria katatakan. "Iya Nyonya," jawabnya."Lah, harusnya kamu ajak juga istri kamu, jadi kita bisa liburan bersama," ucap Arumi sembari t
PLAKK!Suara tamparan keras membuat semua orang yang ada di depan toko kue yang baru buka tersebut terkejut."Issh," desis gadis yang wajahnya memerah akibat tamparan tersebut."Kamu kan yang namanya Arumi?" tanya wanita yang baru saja melayangkan tamparan tersebut dengan nada tinggi.Plakk! Sebuah balasan pun langsung disuguhkan oleh Arumi."Enak?" "Kurang ajar!" teriak wanita tersebut sembari ingin kembali membalas.Namun Arumi dengan cepat mengelak, hingga membuat wanita tersebut hampir terjungkal karenanya. "Hahaha!" Tawa pun menggema di tempat itu.Kemudian dengan cepat langsung saja Arumi mencengkeram kerah baju wanita yang baru saja bermain tampar-tamparan dengannya itu. "Siapa kamu?" tanyanya sengit."Aku ...," ujar wanita tersebut sembari meneteskan air matanya.'Apa dia stres?' pikir Arumi karena merasa aneh dengan tingkah wanita yang tak dikenalnya sama sekali tersebut. 'Eh, tapi dia tahu namaku, jadi seharusnya bukan orang stres kan?' Sesaat kemudian ....Ssst! Sebuah
Namun bukannya menjawab, salah satu dari keempat orang yang kini ada di depan toko pun maju selangkah dan bertanya, "Apa Anda Nona yang semalam?" 'Jadi dia laki-laki semalam,' batin Arasy sembari terbengong melihat laki-laki paruh baya yang bertanya padanya itu. 'Astaga, sial sekali hidup ini,' pikirnya karena mengira kalau keperawanannya diambil oleh laki-laki tua yang mungkin lebih tepat menjadi ayahnya itu."Kenapa?" sergah Arumi."Tuan kami ingin memberikan uang ini untuk membayar kerugian Nona," ujar laki-laki tersebut sambil mengulurkan sebuah amplop tebal.'Jadi bukan dia,' pikir Arumi sembari mengamati keempat laki-laki berkemeja hitam tak jauh di depannya itu bergantian. "Di mana orangnya, bawa aku bertemu dia!" ujarnya sembari mengambil amplop tebal tersebut dengan kasar.Dua laki-laki di belakang laki-laki berumur itu pun langsung maju selangkah, tapi ditahan dengan cepat oleh laki-laki tersebut. "Mari ikut saya, Nona," ujarnya sopan.Arumi pun mengikuti langkah laki-laki
Arumi pun bergegas pergi ke arah sumber suara tersebut sambil berkata, "Aku tid—" Namun suarannya langsung tercekat ketika tahu siapa orang yang ada di dalam ruangan yang baru saja diinjaknya."Ar," panggil laki-laki yang ada di dalam ruangan tersebut ketika melihat Arumi. Sadar dengan laki-laki yang sedang menatapnya, kemudian Arumi pun menoleh ke arah wanita paruh baya yang sedang merokok dengan santai di ruangan itu. "Buk, apa yang Ibuk rundingkan tadi dengan Mas Nizam? Seratus juta apa?" tanyanya meminta kejelasan."Dia mau menikahimu," jawab wanita paruh baya tersebut. "Aku memberi dia syarat seratus juta kalau mau membawamu pergi, tapi sepertinya dia keberatan.""Dia sudah benar kalau tidak mau menikahiku," debat Arumi lalu kembali menoleh ke arah laki-laki yang sudah menjadi kekasihnya selama setahun ini."Tunggu Ar, aku bukan tidak mau menikahimu," sanggah Nizam sambil berdiri dari kursinya."Sudahlah Mas, ibumu sudah mengatakan semuanya," pungkas Arumi.Nizam tersentak mend
Setelah lebih dari lima menit meninggalkan tempat tadi dengan penuh ketegangan, akhirnya Satria yang saat ini sedang membonceng Arumi pun mulai bersuara."Ada apa ini sebenarnya?" tanya Satria sembari melirik kaca spion motor sportnya."Nanti aku ceritakan, yang penting sekarang kita ke warung kopi yang aku tunjukan dulu," jawab Arumi sembari berpegangan erat pada pinggang Satria karena Satria membawa motornya cukup kencang.Setelah itu Arumi pun menunjukkan jalan ke tempat yang ia katakan. Dan entah kenapa, tanpa protes Satria mendengarkan setiap perkataan Arumi tanpa tahu dengan pasti ke mana ia dan Arumi akan pergi."Di depan berhenti," ucap Arumi setelah lebih dari sepuluh menit berada di boncengan Satria.Satria pun mengikuti perkataan Arumi dan memarkirkan motornya di halaman sebuah warung kopi yang terlihat cukup ramai pelanggan itu."Ayo!" ajak Arumi sembari menarik tangan Satria seperti yang ia lakukan sebelumnya."Katakan dengan benar, apa yang sebenarnya terjad
Shhht! Arumi menggunakan kemoceng andalannya untuk menepis tangan wanita yang saat ini hampir berhasil menamparnya."Akh!" pekik wanita tersebut sembari mengibas-ngibaskan tangannya yang tentu saja terasa ngilu akibat terkena kemoceng Arumi."Rasakan!" teriak Nita yang saat ini sedang duduk menikmati adegan tersebut dari teras tokonya. "Ayo Ar, pukul sampek gosong. Jangan kasih ampun!" teriaknya memberi semangat.Langsung saja Arumi tersenyum menyeringai mendengar kalimat penyemangat tersebut.Namun, berbeda dengan Arumi yang termotivasi, wanita di depan Arumi justru terlihat kebingungan. Ia pun mundur beberapa langkah ketika Arumi masih dengan senyum menyeringainya berjalan maju selangkah demi selangkah ke arahnya.'Cara ini emang paling ampuh,' batin Arumi yang memang selalu menggunakan cara seperti itu untuk menakuti teman-temannya yang sering membully dirinya sejak SMP, hingga akhirnya hal itu membuat anak sebayanya tak ada yang berani melawannya dan membuatnya terkenal sebagai mu
"Ayo Mbak naik apa tidak? "Tanya kernet bus yang sudah menatap Arumi dengan tajam karena sudah terlalu lama menunggu."Iya-iya Pak, sebentar," ucap Arumi sembari meletakkan satu kakinya di pintu bis."Nit, aku pergi dulu, kamu tolong urusin anak buahnya Ibuk," ucap Arumi sembari menatap ke arah wanita yang saat ini sedang melambaikan tangan pada Arumi dan berlari ke arah mereka."Ya," sahut Nita sembari menganggukkan kepalanya dengan cepat.Ahirnya Arumi pun masuk ke dalam bis. Dan sesaat kemudian, bis tersebut pun langsung berangkat meninggalkan terminal itu."Ck," decak wanita yang kini sudah berada di dekat Nita dengan ekspresi kesal. "Ke mana dia pergi?" tanya wanita bercelana hot pants dan jaket berbulu tersebut pada Nita yang saat ini masih memandangi pintu masuk terminal."Nggak tahu, ke Malaysia mungkin," jawab Nita dengan ketus. Setelah itu Nita pun melangkah meninggalkan wanita dengan pakaian memalukan karena mempertontonkan lemak-lemak di tubuhnya itu."Hei, jawab yang ben
"Kamu siapa?" tanya laki-laki yang diperkirakan Arumi berusia sekitar 40 tahunan itu."Saya Arumi anak dari Susmi—" Seketika kalimat Arumi terhenti ketika tiba-tiba saja laki-laki di hadapannya itu menarik lengannya dan berjalan menjauh dari depan rumah tadi."Kamu anaknya Susmiati?" tanya laki-laki tersebut."Benar, jadi sampean ini benar ayah saya?" tanya Arumi yang sebenarnya sendikit ragu dengan pertanyaannya ini."Ibumu yang menyuruhmu ke sini?" tanya Arifin dengan gusar.Arumi tercenung mendapati hal ini. Terlihat jelas kalau Ayahnya itu tak senang dengan kedatangannya.Sesaat kemudian Arifin pun langsung merogoh saku celananya dan mengambil dompet kulit imitasinya. "Ini, ambil uang ini dan ini nomer Ayah. Kamu cari makan atau tempat tinggal dan nanti hubungi Ayah, mengerti?" ujarnya dengan cepat sembari memberikan beberapa uang berwarna merah dan biru ke tangan Arumi.Belum sempat Arumi mengucap sepatah kata, tapi laki-laki yang berstatus sebagai ayahnya itu sudah pergi meningg