Home / Romansa / Terperangkap Gairah Paman Tampan / Bab. 1 Perjodohan dengan Alex Kusuma.

Share

Terperangkap Gairah Paman Tampan
Terperangkap Gairah Paman Tampan
Author: Queenby

Bab. 1 Perjodohan dengan Alex Kusuma.

Author: Queenby
last update Last Updated: 2025-09-20 21:10:25

Ruang keluarga Sanjaya yang megah itu mendadak hening, hanya terdengar detak jam antik yang menggema dari dinding. Karin berdiri di hadapan kakeknya, kedua tangannya mengepal, menahan gejolak yang sudah berbulan-bulan ia simpan.

“Tidak, Karin!” suara Kakek Andi meledak, menggetarkan udara seisi ruangan. “Aku tidak setuju kamu tinggal sendiri di luar sana!”

Karin menggigit bibirnya. Ia tahu, sejak kecil kakeknya begitu protektif. Namun, kali ini ia tidak bisa menyerah. “Kek, ayolah…” ucapnya dengan nada memelas. “Karin sudah dewasa. Umur Karin sudah dua puluh dua tahun. Karin ingin merasakan hidup bebas, seperti teman-teman Karin yang lain.”

Tatapan Kakek Andi melunak sesaat, lalu kembali mengeras. “Karin, kamu cucu kakek satu-satunya. Sejak orang tuamu meninggal waktu kamu berusia tujuh tahun, cuma kamu harta yang kakek punya. Kalau terjadi apa-apa padamu, bagaimana nasib kakek?”

Karin menunduk, suaranya lirih namun penuh tekad. “Karin janji akan jaga diri. Karin mohon, sekali ini saja… kasih Karin kesempatan untuk merasakan hidup di luar sana, kek. Setidaknya sampai Karin menikah. Karin ingin merasakan hidup normal seperti orang lain. Apa kakek tidak sadar, kalau sudah mengurung Karin di mansion ini, sejak kematian papa dan mama.”

Keheningan kembali merayapi ruangan. Kakek Andi menghela napas berat, pundaknya sedikit merosot. Hampir dua bulan ini, Karin tak henti-hentinya merengek, membujuk, dan bahkan menangis agar diizinkan tinggal di apartemen sendiri.

Akhirnya, dengan nada berat, Kakek Andi berkata, “Baiklah… kakek akan kasih kamu kesempatan. Tapi dengan satu syarat.”

Karin mengangkat kepalanya, menatap penuh harap. “Syarat apa, Kek?”

Wajah Kakek Andi menjadi serius. “Kamu harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakek, Dodi Kusuma.”

Karin terdiam. Jantungnya berdegup cepat. Selama ini ia selalu menolak setiap kali kakeknya menyinggung soal perjodohan itu. Namun, demi kebebasan yang ia idamkan, Karin terpaksa menimbang ulang.

“Jadi… aku harus bertunangan dengan Alex Kusuma, yang terkenal playboy itu?” tanyanya ragu.

“Ya,” jawab Kakek Andi tegas. “Dengan Alexander Kusuma. Anak itu sebenarnya baik, terhormat, dan keluarganya juga terpandang. Kakek ingin memastikan kamu bersama orang yang tepat, Karin. Jadi kalau suatu saat kakek meninggal, hati kakek bisa tenang.”

Karin menarik napas panjang, lalu menunduk. Dalam hatinya berkecamuk penuh pertentangan. “Sepertinya tidak apa-apa menyetujuinya dulu… toh Alex sudah punya kekasih. Cepat atau lambat pertunangan ini pasti berakhir sendiri. Yang penting, aku bisa merasakan hidup bebas dulu,” batin Karin.

Ia menegakkan bahu, lalu menatap kakeknya dengan mantap. “Baik, Kek. Aku terima perjodohan ini. Aku bersedia bertunangan dengan Alex, asal kakek ijinkan aku tinggal di luar sampai aku menikah nanti.”

Mata Kakek Andi membesar, nyaris tak percaya. “Kamu… serius, Karin?”

“Iya, Kek.” Karin tersenyum samar, menyembunyikan kegelisahan dalam hatinya. “Karin serius.”

Untuk pertama kalinya sejak percakapan itu dimulai, wajah Kakek Andi melunak. Ia menepuk-nepuk bahu cucunya dengan lega. “Bagus. Akhirnya kamu bisa menuruti keinginan Kakek. Percayalah, nak… ini demi masa depanmu.”

Karin hanya mengangguk, meski dalam hati kecilnya ia berbisik, Masa depan yang kumaksud bukan diikat dalam perjodohan, Kek. Tapi kebebasan yang selama ini aku dambakan.

Begitu mendengar jawaban Karin, wajah Kakek Andi langsung berubah. Ada semacam cahaya lega sekaligus semangat yang mengisi matanya. Seolah beban berat yang ia pikul selama ini akhirnya terangkat.

“Bagus, Karin… bagus sekali.” Kakek Andi lalu, mengelus kepala Karin lembut. “Kamu membuat keputusan yang bijak.”

Tanpa menunggu lama, Kakek Andi bangkit dari kursinya. Dengan langkah tergesa, ia meraih telepon rumah antik yang selalu terletak di meja kayu jati sudut ruangan. Tangannya bergetar ringan, bukan karena ragu, melainkan karena gembira.

Sementara itu, Karin hanya bisa duduk terpaku. Jantungnya berdebar kencang melihat kesungguhan kakeknya. Ya Tuhan… ternyata kakek benar-benar serius dengan semua ini. Semoga Alex juga sama sekali tidak berniat melanjutkan perjodohan konyol ini, batinnya gelisah.

*

*

*

Suara dering sambungan telepon terdengar beberapa kali, hingga akhirnya diangkat.

“Halo, Dodi, sahabatku!” suara Kakek Andi terdengar bersemangat. “Bagaimana kabarmu? Sudah lama sekali kamu nggak main kesini.”

Di seberang, terdengar tawa berat khas Kakek Dodi Kusuma. “Andi, bukannya kamu yang sudah lama nggak menghubungiku? Aku kira kamu sibuk, sampai lupa padaku. Jadu aku tidak berani mengganggumu. Aku baik, puji Tuhan. Kamu sendiri, bagaimana kabarnya?”

“Aku juga baik, Dod. Dan hari ini, aku ingin menyampaikan kabar yang sangat membahagiakan!” Kakek Andi melirik Karin yang duduk kaku di sofa. Senyum canggung mengembang di wajahnya. “Cucuku, Karin, akhirnya menerima perjodohan dengan cucumu, Alexander.”

Karin spontan menelan ludah.

Suara Dodi di seberang terdengar sedikit kaget, lalu berubah gembira. “Benarkah, Andi? Wah… itu kabar luar biasa! Sudah lama aku menunggu jawaban ini. Alexander pasti juga akan senang mendengarnya.”

Karin yang mendengarnya hanya bisa menunduk, matanya memandang lantai marmer dengan hampa.

“Bagus, bagus!” lanjut Dodi. “Kalau begitu, kita harus segera mengatur pertemuan keluarga. Aku akan mengajak Alexander juga, agar bisa secepatnya bicara sama Karin soal pertunangan mereka nanti.”

“Ya, tentu saja,” jawab Kakek Andi dengan semangat. “Kita atur secepatnya. Karin sudah siap.”

Mendengar kalimat terakhir, Karin hampir saja tersedak udara.

*

*

*

Karin memandang kakeknya dengan wajah gusar. “Kakek, kenapa buru-buru sekali? Tidak bisakah perjodohan ini dilakukan nanti saja?” suaranya bergetar, setengah menahan kesal.

Kakek Andi menghela napas panjang, lalu menatap cucunya tajam. “Kenapa, Karin? Kalau kamu ingin keluar secepatnya dari rumah ini, kamu harus bertunangan dulu. Kakek baru akan tenang kalau kamu sudah diikat dengan Alex. Setidaknya, ada yang bisa menjaga kamu di luar sana.”

Karin mengatupkan bibirnya erat. Hatinya memberontak, namun ia tahu berdebat dengan kakeknya sama saja berbicara dengan tembok. “Tapi Kek…” ia mencoba lagi, suaranya melemah. “Apa ini tidak terlalu cepat? Maksudku… aku masih dua puluh dua tahun, baru saja lulus kuliah. Setidaknya biarkan aku bekerja dulu. Baru nanti… tunangan.”

Sejenak, wajah Kakek Andi melunak. “Jadi kamu ingin bekerja?” tanyanya dengan nada menguji.

Karin mengangguk mantap. “Ya, Kek. Aku ingin bekerja, mencari pengalaman sendiri.”

Senyum tipis tersungging di bibir Kakek Andi. “Tidak masalah. Besok kamu bisa langsung ke kantor. Kalau kamu mau, kamu akan langsung jadi CEO di sana, menggantikan Kakek. Besok kakek akan menyuruh pak Bambang, untuk memberitahukan berita ini kepada dewan direksi.”

Karin terperangah, lalu buru-buru menggeleng kuat-kuat. “Bukan begitu, Kek. Aku tidak mau bekerja di perusahaan Sanjaya. Aku ingin mulai dari nol, di perusahaan lain. Aku ingin merasakan bekerja yang sesungguhnya, tanpa embel-embel nama Sanjaya dibelakangku.”

Suasana mendadak hening. Tatapan Kakek Andi menjadi dalam, seolah ingin menembus isi hati cucunya. Lalu, ia tertawa getir namun ada rasa bangga yang terselip, “Kamu memang keras kepala, persis ayahmu dulu,” gumamnya.

Namun nada suaranya kembali mengeras. “Baiklah, kalau itu keinginanmu, silahkan bekerja di perusahaan lain. Kakek tidak akan menghalangi. Tapi ingat, Karin… kamu tetap harus bertunangan dulu dengan Alex. Itu syarat mutlak.”

Karin menunduk, pundaknya terasa berat. Suaranya keluar lirih, hampir menyerah. “Baiklah, Kek…”

Dalam hati, ia berteriak kesal. Kenapa semua jalanku harus selalu diikat dengan syarat? Bukankah kebebasan itu seharusnya tanpa ikatan?

Kakek Andi tersenyum puas, tak menyadari pergolakan batin cucunya. “Bagus. Kita akan segera mengatur pertemuan dengan keluarga Kusuma.”

Karin terdiam, wajahnya lesu. Pertunangan ini hanyalah sandiwara… aku yakin Alex tidak akan keberatan jika suatu hari kami memutuskan semuanya. Yang penting, sekarang aku bisa merasakan hidup bebas di luar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   BAB. 14

    "Alex, sayang, kamu di mana?"Suara Fiona di ujung telepon terdengar lelah namun hangat, menggema di tempat parkir yang sepi itu. Senja mulai merayap, melukis langit Jakarta dengan jingga dan ungu."Di cafe, Sayang. Lagi ketemu temen lama aku, Rendra. Kamu kenal kan, yang dari Bandung itu?" balas Alex, suaranya riang. Di latar, terdengar gemericik gelas dan suara obrolan ramai.Fiona menghela napas pendek. "Oh iya, ingat. Aku masih di kantor, ini baru mau pulang. Capek banget hari ini. Banyak kerjaan."“Kamu nyusul aja kesini sayang. Aku kenalin kamu sama dia. Sekalian makan malam, daripada kamu masak sendiri," ajak Alex bersemangat. Suara Rendra yang dalam terdengar menyela, "Iya, Fiona. Nanti habis makan sekalian kita mampir ke club malam baru, milik temanku."Fiona tersenyum kecil. Lelahnya seketika terasa lebih ringan. "Baiklah, aku akan menyusul ke sana. Kirimin lokasinya ya.""Oke, hati-hati di jalan, Sayang," sahut Alex sebelum telepon mati.***Parkiran kantor sudah sepi. Ha

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   Bab 13

    Dengan punggung tangan kanan yang memerah dan berdenyut, dia mengangkat tangan kiri yang memegang cangkir kopi, dan mengetuk pintu."Masuk," suara datar dari dalam ruangan terdengar.Karin membuka pintu, siap menghadapi bosnya yang menakutkan, dia sudah siap menerima hukuman dari sang CEO. Karin memasuki ruangan dengan hati berdebar, cangkir kopi di genggamannya terasa lebih berat dari biasanya. "Kamu telat, Nona Karin," ucap Rafael tanpa mengangkat kepala dari dokumen yang dibacanya. Suaranya dingin, memotong udara. "Sudah lebih dari sepuluh menit kamu baru datang.""Maaf, Tuan," jawab Karin, suaranya sedikit bergetar. "Saya telat tadi... ada sedikit insiden yang terjadi.""Insidens?" Kali itu Rafael menatapnya, alisnya berkerut. "Apa yang terjadi?""Hanya insiden kecil, Tuan," jawab Karin berusaha meremehkan, sambil berjalan mendekat dan meletakkan cangkir kopi di atas meja kerjanya dengan hati-hati.“Akh…!”Tanpa sengaja,punggung tangan kanannya yang melepuh menyenggol sudut taja

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   Bab 12

    Pagi ini, hari pertama Karin menjadi sekretaris CEO. Suara ketukan pintu yang ragu-ragu memecah kesunyian ruang kerja yang mewah itu. "Selamat pagi, Tuan Kusuma."Rafael Kusuma, yang sedang memandang keluar jendela dari kursi kerjanya yang tinggi, tidak segera menoleh. Suara itu tidak asing, dia selalu terngiang- ngiang dengan suara lembut nan merdu itu. Suara itu adalah milik sekretaris barunya, Karin.Setelah dipersilahkan, tak lama masuklah seorang wanita muda dengan setelan formal yang rapi. Wajahnya masih memancarkan nuansa fresh graduate, namun matanya berusaha tampil percaya diri. "Saya Karin Sanjaya, sekretaris baru Anda," ucapnya memperkenalkan diri sekali lagi, seolah mereka belum pernah bertemu sebelumnya.Barulah kemudian, dengan gerakan lambat dan penuh kendali, kursi Rafael berputar perlahan. Dia kini menghadap langsung kepada Karin. Sorot matanya tajam, mengamati setiap detail dari calon tangan kanannya yang baru."Selamat pagi, Nona Sanjaya," suaranya rendah dan datar.

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   Bab. 11

    Kakek Dodi dengan bangga mengantarkan Rafael ke ruangan yang megah, ruang kerja CEO. Dinding kaca, perabotan kayu mahogany berkilau, dan pemandangan kota yang mempesona dari lantai tertinggi. "Selamat datang, Nak," ucap Kakek Dodi, suaranya hangat penuh kebanggaan. "Mulai sekarang, ini adalah ruanganmu. Kamu bisa mengubahnya sesuai keinginanmu." Rafael hanya mengangguk, matanya menyapu setiap sudut ruangan, seakan ingin menilai dan menganalisis segala sesuatu di dalamnya. "Oh ya, kenalkan ini Bagas," kata Kakek Dodi sambil menunjuk seorang pria muda yang berdiri dengan postur tegap dan raut wajah loyal. "Dia adalah orang kepercayaanku. Dan ia sekarang akan menjadi asistenmu." Bagas segera memberi hormat. "Selamat datang di Perusahaan Kusuma, Tuan." "Terima kasih. Ke depannya, mohon bantuannya," balas Rafael dengan sopan, namun tetap menjaga jarak profesional. "Tentu, Tuan. Saya akan sangat senang bisa membantu Anda," jawab Bagas dengan tulus. Kakek Dodi lalu menurunkan su

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan    Bab. 10

    “Apartemen yang bagus," komentar Rafael, matanya menyapu ruang tamu dan sekeliling apartemen Karin."Silahkan duduk dulu, Om. Saya ambilkan minum." Karin hendak menuju ke dapur, namun langkahnya terhenti. "Oh ya, Om Rafael mau minum apa?""Air mineral saja," jawabnya sambil duduk di sofa, memperhatikan dekorasi ruangan yang mencerminkan kepribadian Karin.Tak lama, Karin kembali dengan sebotol air dingin. Rafael meneguknya sedikit, lalu menatap Karin."Aku dengar kamu juga bekerja di Perusahaan Kusuma?""Iya, aku masih jadi pegawai magang di bagian pemasaran."Rafael mengerutkan kening. "Bukankah kamu lulusan S2 Manajemen Bisnis? Kenapa kamu mau ditempatkan jadi karyawan magang di bagian pemasaran? Setidaknya kamu bisa langsung jadi manager di sana.""Aku ingin memulai karirku dari bawah, Om. Aku tidak mau memanfaatkan nama keluargaku untuk mendapatkan posisi yang tinggi," jawab Karin dengan tegas.Merasa percakapan sudah cukup dan waktunya tidak tepat, Karin berdiri. "Ini sudah malam

  • Terperangkap Gairah Paman Tampan   Bab 9

    Ruangan luas di rumah keluarga Kusuma bergetar oleh gemuruh suara dan tawa. Aroma anggur dan parfum mewah membaur di udara, menandai sebuah acara keluarga yang tampak harmonis. Di tengah kerumunan, Kakek Dodi, berdiri dengan tegap. Suasana seketika hening. "Perhatian, semua!" suaranya lantang dan berwibawa. Semua mata tertuju padanya. "Perkenalkan, ini adalah Rafael Kusuma, anak bungsuku yang sejak kecil tinggal di London, tinggal bersama ibunya.”Sorotan lampu seakan berpindah kepada seorang pria tampan dengan balutan jas yang sempurna. Senyumnya hangat namun mengandung sepercik keragu-raguan yang hanya bisa ditangkap oleh mereka yang jeli."Sekarang," lanjut Kakek Dodi dengan bangga, "dia pulang kesini untuk memimpin Perusahaan Kusuma."Gemuruh sambutan dan tepuk tangan riuh menyambut pengumuman itu. Senyum mengembang dari semua tamu. Namun, di balik topeng keramahan itu, tersimpan dua pasang mata yang memancarkan sinisme tajam.Pak Heru, suami kakak Rafael, dan Alex, putra mereka,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status