Beranda / Urban / Terperangkap Gairah Suami Butaku / Bab 3 • Haruskah Pulang?

Share

Bab 3 • Haruskah Pulang?

Penulis: Rae_1243
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-08 23:57:37

Lusi memandangi Noah dengan dahi berkerut.

Tadi dia memang memberikan Noah ijin memasuki kamar Aila untuk membangunkan putri angkatnya, tapi jantung perempuan setengah baya itu nyaris naik ke tenggorokan saat melihat mereka malah bermesraan.

Meski Noah sudah memasang tampang bersalah, tapi Lusi masih belum memaafkan pria bule itu sepenuhnya.

"Sayang, ibumu ingin bicara denganmu," ujar Lusi akhirnya, setelah memberi Noah pandangan penuh peringatan.

Aila terdiam, mematung sesaat. Sepasang warna abunya menatap handphone yang disodorkan Lusi untuknya.

"Aila," tegur Lusi dengan nada lembut. "Risa menunggumu."

Mengerjap, Aila memandang Lusi, bibi sekaligus ibu angkatnya. Ada pertanyaan yang coba disampaikan gadis itu lewat pandangan mata.

Haruskah dia menerima panggilan telepon dari ibunya?

Tapi wajah lembut dan senyuman Lusi sudah merupakan jawaban, membuat Aila akhirnya meraih HP dari Lusi.

"Halo, Bu," ujarnya lirih. Belum sempat dia berkata lain, suara sentakan langsung menyahutinya.

"Kenapa lama sekali, Aila?!! Ibu sampai capek menunggumu!!"

Menggigit bibir, Aila memandang Lusi yang hanya mengangguk menyabarkan.

"Maaf, Bu. Tadi aku baru bangun tidur, jadi—"

"Memangnya di sana sekarang jam berapa?! Jangan mentang-mentang kamu tinggal bersama Lusi dan suaminya, lalu kamu bisa enak-enakan. Sebenarnya bagaimana, sih, cara Lusi mendidik? Sepertinya dia terlalu memanjakanmu."

Ada torehan sakit yang dirasakan dalam hati, kedua matanya pun memanas. Namun menyadari kehadiran Lusi dan Noah, membuat Aila memaksakan senyuman.

"Bu," ujarnya, berusaha lebih bersabar. "Tadi kata Mama, Ansia semalam kecelakaan. Bagaimana keadaannya sekarang?"

"Apa maksudmu? Aila, adik kembarmu kecelakaan dan kamu hanya bertanya bagaimana kabarnya?" hardik Risa, memberi satu lagi denyutan sakit dalam dada Aila. "Seharusnya, begitu kamu mendengar soal Ansia, kamu bergegas kemari!"

Deg!

"Pulang, Aila. Secepatnya. Sudah kewajibanmu untuk berada di sisi Ansia di saat seperti ini."

"Tapi, Bu. Setidaknya beri tahu aku dulu soal keadaan Ans—"

"Cepat pulang dan lihat saja sendiri keadaannya. Jangan bersikap keterlaluan."

Bahkan, tanpa perlu repot untuk bertanya bagaimana kabar Aila, Risa langsung menutup panggilan telepon begitu saja. Rupanya, kabar sang putri kandung yang sudah hidup berpisah selama 14 tahun, bukanlah hal yang penting baginya.

"A—aku mau mandi dulu," ujar Aila dengan suara tercekat. "Tolong," sambungnya, saat Noah hendak mendekat.

Pandangan Aila menunduk, dia tidak sanggup bertatapan dengan siapapun saat ini. Namun setelah kedua orang itu keluar dan pintu kamarnya tertutup, dia luruh ke atas tempat tidur. Air mata yang sedari tadi ditahan, akhirnya tumpah juga.

Berapa kali pun Aila berpikir, dia tetap tidak mengerti. Perlakuan kedua orang tuanya sangat berbeda antara dia dengan Ansia.

Bagi mereka, seolah hanya ada Ansia dan sama sekali tidak ada tempat bagi Aila.

Bahkan, setelah Lusi keguguran dulu lalu meminta salah satu antara Aila atau Ansia yang bisa diasuhnya sebagai pancingan, mereka langsung setuju untuk menyerahkan Aila. Sejak itu pula, Arthur Lewis, suami Lusi, selalu mengirimkan sejumlah uang secara rutin untuk kedua orang tuanya.

Apa dia memang dibuang? Atau dia sengaja dijual demi uang bulanan yang Aila tahu tidak sedikit jumlahnya?

Tapi, kenapa?

"Sebenarnya aku ini salah apa, sampai ibu dan ayah nggak menyayangiku?" isak Aila. Rasa sakit yang tertimbun dalam hati atas perlakuan kedua orang tuanya sejak lama, kini menyeruak.

Aila lalu berdiri di depan cermin seukuran badan. Mata sembabnya mengamati pantulan diri yang terlihat.

Rambut kecokelatan yang berkilau sewarna madu, hidung mancung, kulit kuning langsat dan sepasang bibir berwarna peach alami.

Secara keseluruhan, penampilan Aila sama persis seperti Ansia. Satu-satunya yang membedakan hanyalah warna mata mereka. Mata Ansia berwarna hitam sedangkan Aila abu-abu cerah, nyaris seperti warna perak.

Dengan penampilan yang sangat serupa, lalu kenapa kedua orang tuanya sangat membedakan mereka?

Aila menghela napas berat. Tentu saja dia cemas soal kecelakaan yang dialami Ansia. Namun di satu sisi, untuk pulang lalu tinggal bersama kedua orang tuanya, membuat Aila ragu.

Respons Risa di telepon tadi saja masih seperti itu, lalu bagaimana dengan ayahnya?

Tubuhnya bergidik. Bahkan sekedar teringat pandangan dingin sang ayah, sudah membuat Aila ketakutan.

"Apa aku harus pulang?" keluhnya.

•••

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
hhbjjjjjgffhjk
goodnovel comment avatar
Ona Lam
ya bisa saja
goodnovel comment avatar
Nurmala Mala
tidak bersahabt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terperangkap Gairah Suami Butaku   See You Again

    Halo, Semua. Apa kabar? Semoga semua dalam keadaan sehat & bahagia. Hari ini, akhirnya cerita Aila dan Killian pun berakhir. Terima kasih atas satu tahun yang begitu mengagumkan. Terima kasih juga karena sudah berkenan mengikuti cerita ini sampai akhir. Saya menyadari bahwa novel ini masih sangat jauh dari kata sempurna dan saya meminta maaf atas segala hal yang tidak memuaskan. Semoga kita bisa bertemu lagi!

  • Terperangkap Gairah Suami Butaku   (S4) - End • Still, Not The End

    Orion menoleh. Bocah lelaki yang biasanya begitu pendiam itu pun seketika memasang wajah ceria, lantas berlari-lari sambil berseru riang, "Mom!" "Halo, Sayang," sahut Aila, yang juga memburu menyambut putranya dengan kedua tangan terkembang, lalu memeluknya. "Maaf karena Mommy terlambat." "Tidak apa-apa, Mom. Oh, apa Mom tahu kalau Rigel tadi terjatuh dari pohon?" Sepertinya predikat pendiam Orion pun menghilang seketika, sebab anak itu sekarang berceloteh dengan begitu bersemangat. "Oh, ya? Benarkah? Kenapa sampai bisa begit—" "Itu karena tadi ada anak kucing, lalu dia—" "Mommy!" Tidak mau berlama-lama sampai Aila mengomelinya, Rigel langsung memeluk Aila dan sengaja sedikit menggeser posisi Orion agar sedikit menjauh. "Kenapa Mommy lama sekali, sih? Apa Mommy tahu, kalau sewaktu tidak ada Mommy, Kak Lills selalu mengomeliku habis-habisan?" Tersenyum, Aila lantas menepuk-nepuk kepala kedua putra kembarnya. Setelah itu, dia mengulurkan tangan, meminta agar Liliana mendekat. Se

  • Terperangkap Gairah Suami Butaku   (S4) - End • Orion and Rigel

    "Kills, apa yang kamu lakukan?""Sst, Queen. Aku sedang berusaha mendengarkan anak kita. Kira-kira mereka sedang apa, ya, di dalam perutmu?"Aila tertawa. Lelaki itu bisa menghabiskan waktu bermenit-menit hanya untuk menempelkan telinga di perut Aila. Sambil mengelus-elus dan menciumi perut istrinya, Killian terus saja berbisik dan tertawa bahagia ketika mendapatkan tendangan kecil sebagai balasan."Kills, sudah dong.""Sebentar lagi saja, Queen. Lihat, anak kita gerakannya begitu aktif.""Kamu, sih, senang melihatnya, tapi aku yang merasakan nyeri."Killian terdiam seketika, lalu buru-buru berbisik, "Sayang, kalian kalau menendang jangan terlalu kuat. Kasihan Mommy. Tuh, lihat. Kalau nanti Mommy sampai ngambek terus Daddy tidak diberi jatah, bagaimana?"Aila membelalak. Dengan wajah memerah dia lantas menjewer suaminya itu."Queen, aduh. Sakit. Lepaskan, Queen. Memangnya, aku salah apa?""Salah apa, katamu? Ya Tuhan, Kills. Apa yang baru saja kamu katakan kepada anak-anak kita, ha?"

  • Terperangkap Gairah Suami Butaku   (S4) - Bab 99 • If You're Leaving ....

    Bukankah kehamilan Aila masih menginjak usia tujuh bulan? Killian memang bukan seorang dokter, tapi dia tahu betapa seriusnya situasi saat ini. "Dokter Aiden!" seru seorang dokter laki-laki yang datang berlari-lari menyambut, sesampainya mereka di bagian IRD (Instalasi Rawat Darurat). "Bagaimana status pasien?" "Dokter Cedric, selamat malam! Pasien mengalami preterm PROM (Premature Rupture of Membrane)." "Berapa usia kandungannya?" "Tiga puluh satu minggu." Killian masih sempat menangkap ekspresi tegang yang sekilas melintas di wajah dokter Cedric dan ada perasaan tidak enak yang seketika dia rasakan. "Aiden! Katakan padaku. Apakah ini buruk?" tanyanya, dengan nada panik yang bisa tertangkap jelas dalam suaranya. Dia mencengkeram kemeja Aiden dan menahan dokter muda itu ketika akan menyusul Aila, yang sudah dibawa masuk ke ruang perawatan terlebih dulu oleh dokter Cedric. Ada beberapa detik yang dilewatkan Aiden untuk terdiam. "Begini, Ian. Akan ada beberapa prosedur yang tid

  • Terperangkap Gairah Suami Butaku   (S4) - Bab 98 • Not Today

    Keadaan menjadi semakin baik. Mereka mungkin saja menggerutu, merasa kesal dan kalau bisa, maka akan memilih untuk pergi saja. Namun, nyatanya tidak. Meski dengan perasaan tidak puas, nyatanya tidak ada seorang pun yang beranjak dari tempat duduknya. Entah mengapa, seolah ada sesuatu yang membuat mereka untuk tetap bertahan di tempatnya masing-masing. Ah, bukan. Bukan sesuatu, tapi lebih tepatnya mungkin adalah ... seseorang. "Lihat. Bukankah kalau begini, jadi lebih menyenangkan?" ujar Aila dengan wajah ceria, seolah tidak menyadari apa pun. "Lills, kamu juga suka kan?" Liliana segera mengangguk-angguk, membuat kedua pipinya yang menggemaskan pun terlihat naik turun dengan lucunya. Lalu, dengan penuh semangat dia berseru, "Suka, Mommy! Kalau Mommy suka, Lills juga suka!" Berakhir sudah. Meski masih belum yakin sepenuhnya, tapi mereka seolah memiliki perasaan bahwa dengan ucapan kedua Ibu dan anak itu maka sebuah keputusan telah diambil. Mereka akan makan malam bersama dalam sa

  • Terperangkap Gairah Suami Butaku   (S4) - Bab 97 • Sister

    Ada berbagai macam hal tidak jelas yang silih berganti mengisi mimpi Aila.Seorang perempuan yang berbalik lantas keluar dari sebuah tempat yang seperti ruang kantor; seorang lelaki yang tengah dipeluk oleh perempuan lain, tapi sepasang mata birunya terus memandang ke arah perempuan pertama yang tadi pergi; selembar kertas yang sepertinya berisi hasil pemeriksaan rumah sakit yang disertai oleh sebuah testpack; sebuah tempat yang begitu ramai yang tampaknya adalah bandara dan perempuan yang pertama tadi tengah berjalan menyeret sebuah koper, sembari menunduk dan mengelus-elus perutnya.Tunggu, apakah dia sedang menangis? Ah, iya. Perempuan itu memang sedang menangis.Sebab, kemudian ada sepasang lelaki dan perempuan berusia separuh baya yang lantas menghampiri dan memeluknya, berusaha menenangkan serta menghiburnya. Ketiga orang tersebut lantas berjalan di garbarata, menuju pintu sebuah pesawat dengan posisi perempuan tadi berjalan paling akhir.Lalu, sesaat sebelum melewati kedua pram

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status