Share

Bab 2 Hubungan Yang Retak

Brak!

Suara gebrakan meja menggema di ruang tamu, menciptakan atmosfer tegang yang terasa hingga ke sudut-sudut ruangan. Suara Andre, papa Alana, menggelegar bersamaan dengan ledakan emosi yang menyertainya.

"Apa-apaan ini, Alana?! Berita apa ini!" teriak Andre, wajahnya merah padam ketika melihat layar televisi yang menayangkan skandal pertunangan putrinya.

Alana menjawab dengan penuh ketegasan, "Aku ingin pertunanganku dan Morgan batal, Pa!"

Pandangan tajam Andre menusuk Alana, seolah mempertanyakan keberanian anak perempuannya untuk membuat keputusan besar ini. Ruang tamu yang sebelumnya terasa begitu nyaman, kini dipenuhi dengan ketegangan.

"Tapi kau juga tidak bisa memperlakukan Morgan seperti ini, Alana. Kamu bisa membuat kerja sama keluarga Dirgantara dan Lusamo  batal” suara Yulina, ibu tirinya, terdengar lembut namun penuh dengan ketidaksetujuan. Yulina duduk di samping Andre, sementara Linda, putri kesayangan mereka yang berusia 16 tahun memperhatikan situasi dengan ekspresi heran.

“Memangnya kak Ana ngapain pa sampai papa bentak kak Ana.?” Tanya Linda dengan gampangnya

“Gak papa sayang. Kakakmu ini memang perlu diberi nasihat sedikit” Jawab Andre dengan nada lembut, berbeda sekali saat dia berbicara dengan Alana.

Alana menggigit bibirnya, mencoba menahan amarahnya "Aku tidak bisa menikah dengan seseorang yang tidak setia, Pa. Aku hanya mencari kebahagiaanku sendiri!"

Yulina menatap Alana dengan tatapan penuh kekecewaan namun dibalik itu dia tersenyum puas "Ini bukan hanya soal dirimu, Alana. Ini melibatkan masa depan keluarga dan perusahaan."

“Alana hentikan ini semua. Papa tau jika berita ini perbuatan teman priamu itu” ucap Andre

Alana merasa tertekan. Dia menghela napas dalam dan berkata, "Aku memahami itu, Pa. Tapi apakah hidupku harus dikorbankan demi kesepakatan bisnis? Aku ingin hidup dengan pilihan yang aku buat sendiri."

 “Alana!” Suara Andre kembali terdengar membuat Linda tersentak. Andre yang sadar akan hal itu menghela napas lalu menatap Linda “Linda sayang ke kamar dulu ya, papa harus ngomong sama Alana dulu”

“tapi Pa-”

“Linda, ikuti kata Papa”

“Oke ma” Jawab Linda. Gadis itu menatap Alana sekilas lalu melangkah menapaki tangga menuju kamarnya.

‘CK.. manis sekali keluarga cemara didepanku ini’ Monolog Alana dengan berdecih.

“Alana” Andre memanggil dengan tegas “Jangan kekanakan. Datangi Morgan dan minta maaf padanya!” Suara Andre kembali terdengar memenuhi ruang tamu, keras dan memerintah. Perintah ayahnya membuat tangan Alana terkepal, mencerminkan kekesalan yang memuncak dalam dirinya.

"Kenapa aku yang harus minta maaf, Pa? Yang salah adalah Morgan. Dia yang menyelingkuhiku!" ucap Alana dengan lirih, mata yang penuh dengan air mata menatap sang ayah yang berekspresi keras.

"Kau melakukan ini lagi, Alana. Bisakah kau bersikap dewasa. Kalian bisa bicarakannya baik-baik. Itu hanyalah ciuman" ucap Yulina, ibu tirinya, mencoba meredakan ketegangan di ruangan.

"Hanya ciuman, ibu bilang?" tanya Alana tak percaya.

"Alana, Morgan juga masih muda. Hubungan kalian belum terikat sekuat itu" Yulina melanjutkan argumennya. "Wajah jika anak muda sepertinya masih suka bermain"

Alana berdecih "Oh, sepertinya Ibu tidak keberatan ya jika tunangan Ibu mencium wanita lain. Sungguh lapang sekali hati ibu tiriku ini" ucap Alana dengan senyum tipis. "Atau mungkin karena Ibu juga suka mencium pria yang menjadi pasangan orang lain-"

PLAK! Deg… rasanya jantung Alana berhenti berdetak beberapa saat.

Rasa panas dipipinya menyebar begitu cepat, terasa seperti api menyala-nyala. Suara tamparan itu, keras dan tajam, menggegerkan seluruh ruangan.

“Al..ana” panggil Andre dengan terbata. Dia bahkan tidak sadar jika tangan kasarnya sudah menampar putri kandungnya sendiri.

“Papa menamparku?” tanya Alana nyaris seperti bisikan, matanya membelalak dalam keheranan. “Papa tega menamparku? Putri kandung papa sendiri?”

“Kau menghina ibu mu, Alana,” ucap Andre sambil menghela napas pelan. Wajahnya terlihat tegang, mencerminkan kekecewaan dan amarah yang bergelombang di dalam dirinya.

“Papa menamparku hanya karena itu? lalu kenapa dulu papa tidak pernah menampar dia yang memfitnah Mama?” Alana menujuk Yulina dengan tegas

“Alana!”

“Mas… sudah aku tidak apa-apa” suara Yulina menyadarkan mereka.

Medusa itu benar-benar memerankan korban yang terluka, meski dia yang memulai perang kata-kata.

Alana menahan rasa sakit di pipinya, menyadari bahwa kata-katanya telah menyulut ledakan emosi di dalam keluarganya. Meskipun keinginannya untuk membela diri masih kuat, tapi dia tahu bahwa situasi ini tak lagi bisa dia kendalikan. Sebuah jeda tegang menggantikan suasananya yang sebelumnya riuh.

“Kamu berubah Alana” ucap Andre “Putri papa bukan anak pembangkang seperti ini” Ucap Andre

“Memangnya sejak awal papa memperhatikan putri papa yang satu ini? Bukannya yang papa urus selalu Linda?” Lirih Alana.

Ditengah-tengah kekacauan itu, Alana bisa melihat Yulina yang menatapnya dengan senyum mengejek. “Mas, kau sudah keterlaluan. Alana memang salah tapi menamparnya juga tidak baik. Mungkin memang kita yang kurang memperhatikan Alana” suara Yulina yang dibuat selembut mungkin membuat Alana merasa mual.

“Dia memang perlu diberi pelajaran, sayang. Semakin lama sifatnya semakin liar” ucap Andre, membuat Alana tidak bisa berkata-kata.

Andre menatap Alana dengan tegas "Bicarakanlah dengan Morgan, Alana. Temui dia dan selesaikan masalah ini dengan dewasa."

“Aku benci Papa” ucap Alana dengan air mata yang mengalir deras. Gadis itu bergerak meninggalkan ruang tengah menuju kamarnya.

Andre melihat kepergian Alana dengan perasaan bercampur, menyadari bahwa langkah-langkah yang diambilnya membuat putrinya semakin jauh darinya.

Di dalam kamar, Alana mencuci wajahnya. Matanya agak membengkak karena banyak menangis hari ini “Hah…” helaan napas kasar terdengar dari bibir mungil Alana. “Medusa itu benar-benar mempengaruhi papa” gumam Alana.

Alana duduk di tepi ranjang, merenung tentang keputusasaan yang tengah melandanya. Dia tahu bahwa perubahan suasana hati Andre disebabkan oleh peran Yulina, ibu tirinya yang seringkali menjadi sumber konflik dalam keluarga mereka.

“Papa, mengapa kau begitu mudah dipengaruhi olehnya?” Alana berbisik, merenungkan dinamika keluarganya yang semakin rumit. Matanya menatap figura foto yang menampilkan potret keluarga saat mama-nya masih hidup. Gambar itu membawa kenangan manis yang kini semakin terasa jauh.

Ponsel di meja riasnya berdering, menarik perhatian Alana. Dia mengambilnya dan melihat pesan dari Mic "Alana, kita butuh klarifikasi atas skandal ini."

Seolah ada harapan baru dalam pemutusan pertunangan itu, senyum Alana terbit dengan cerahnya.

“Aku akan segera siap. Berikan waktu dan lokasi konferensi itu. Aku mengandalkanmu Mic” balas Alana pada pesan Mic. Dia merasa diberi kesempatan untuk menyelesaikan skandal tersebut dengan cara yang benar. Wajahnya yang tadinya penuh keraguan kini dipenuhi dengan tekad untuk menghadapi situasi sulit yang menantangnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status