Tangan kekar Eric mulai menyentuh kaki Anna, memberikan pijatan lembut di sana setelah sebelumnya membalur minyak zaitun di kedua tangannya. Pria itu bak seorang pemijat profesional yang sudah ahli ketika melakukannya. Begitu lihai saat jemarinya menyentuh titik-titik syaraf di kaki Anna. Anna memejamkan kedua matanya, tersenyum saat Eric berhasil mengusir rasa pegal di kedua kakinya. Dia tidak menyangka bahwa sang suami bisa ahli dalam memijat. "Bagaimana, Nyonya? Apakah Anda merasa nyaman?" Eric bertanya, dia masih memainkan sandiwara menjadi pemijat profesional. Anna tersenyum semakin lebar, dengan kedua mata yang terpejam, dia berkata, "Ehem ... sangat nyaman. Pijatan Tuan Eric sangat terasa lembut dan membuat pegal-pegal di kaki langsung hilang."Anna menimpali sandiwara Eric, dia kemudian membuka kedua matanya kemudian melihat sang suami yang menatapnya dengan penuh cinta. "Apakah Tuan Eric melakukan beberapa pelatihan sebelum melakukan pijatan ini pada saya?" Anna tidak bis
Eric segera berdiri, lalu berjalan menuju lemari penyimpanan dan mengambil handuk untuk dikenakan oleh istrinya. Setelah membantu Anna keluar dari bathub, dia membalut tubuh Anna dengan handuk yang diambilnya. Anna menundukkan kepala, dia baru saja mau berjalan menuju ranjang ketika tiba-tiba Eric langsung mengangkat tubuhnya. Membuat Anna otomatis melepaskan handuk yang sedang dia pegang dan melingkarkan kedua tangannya di leher suaminya.Anna tidak bisa berkata-kata, dia hanya membiarkan saja pria itu melakukan sesukanya. Anna pasrah dengan yang dilakukan oleh Eric terhadap tubuhnya. Lagi pula dia menyukai setiap sentuhan yang diberikan pria itu padanya.Eric merebahkan tubuh Anna di atas ranjang, kemudian melemparkan handuk itu dengan asal ke lantai. Lalu melepaskan dua kain yang menutupi tubuh Anna bagian atas dan bawah. Kembali dilemparkanmya ke lantai seakan dua benda itu adalah sampah yang harus dibuang. Kini Anna sudah polos tanpa sehelai pakaian. Dia memalingkan wajah saat
Malam itu menjadi malam yang sangat membahagiakan untuk Anna. Dia tidak akan pernah melupakan hari jadi pernikahannya. Pasti akan selalu tersimpan dalam hati dan juga memori."Sesenang itu?" Eric bertanya ketika sang istri terus saja tersenyum bahkan saat mereka sudah sampai di dalam kamar. Anna merasa sangat bahagia, dia menganggukan kepala dengan antusias. Senyuman lebar di wajahnya tak kunjung menghilang. "Sangat senang! Aku sangat bahagia dengan malam ini. Aku sangat menyukainya, Eric!" Anna melingkarkan kedua tangannya di leher sang suami. Kemudian terus saja membanjiri wajah Eric dengan kecupan-kecepatan kecil. Eric tertawa, dia menahan wajah Anna dengan kedua tangan, "Hanya seperti ini, aku tidak terlalu menyukai."Anna memiringkan kepala kemudian bertanya, "Lalu apa yang kamu sukai?" Tanpa banyak berkata, Eric langsung saja memajukan wajah. Memberikan ciuman mesra yang sangat memabukkan untuk istrinya. Menjelajahi setiap sisi dari bibir yang sangat dia sukai. Merasakan man
Setelah Eric pergi meninggalkan Anna sendirian di kamar mandi, dia segera bangun dan membilas tubuhnya. Mengenakan kimono handuk lalu berjalan ke kamar. Tepat pada saat itu dia mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Anna berjalan ke arah sana, hendak membukakan pintu karena berpikir bahwa itu adalah Liam. Namun, saat dia baru membuka kunci, tiba-tiba ponselnya berdering. Anna segera berbalik dan melihat nama sang suami yang memanggil. "Ya, ada apa?" "Liam tidak jadi menjemputmu, ada urusan yang harus dia kerjakan. Aku akan kembali dan menjemputmu." Tepat pada saat itu, pintu kamar kembali diketuk, Anna menoleh dan kembali berkata pada Eric, "Tapi Liam sudah berada di depan kamar. Sejak tadi dia terus saja mengetuk pintu." Hening beberapa saat sebelum akhirnya Eric segera berkata, "Tunggu di sana! Jangan bukakan pintu untuk siapapun sampai aku tiba!" "Tapi ini di dalam vila, tidak akan ada yang—" Belum sempat Anna menyelesaikan perkataannya, Eric segera menutup panggilan. Me
Pasangan suami istri itu mengantarkan Cedric pergi ke bandara. Meskipun Anna sudah meminta sang ayah untuk tetap tinggal selama beberapa hari ke depan, tetap saja Cedric tidak mau melakukannya. Dengan alasan masih ada pekerjaan yang harus dilakukan, akhirnya dia pergi meninggalkan mereka dan kembali ke ibukota. Anna bersandar di bahu Eric ketika melihat pesawat yang ditumpangi oleh ayahnya telah lepas landas. Akhir-akhir ini begitu banyak kebahagiaan yang menghampiri mereka. Sampai-sampai Anna merasa khawatir jika kebahagiaan ini bisa segera diambil kapan saja dari pelukannya.Secara tiba-tiba air matanya keluar, Anna menarik napas dan langsung saja menghapus jejak air matanya. Entah apa yang sudah membuatnya takut hingga hatinya menjadi gelisah.Gerakan Anna tak luput dari pandangan Eric. Pria itu segera melonggarkan pelukan mereka dan melihat wajah sang istri. Seketika dia membelalak terkejut saat melihat Anna yang sedang menangis."Ada apa? Apa yang membuatmu menangis?" Eric berta
Ketika hari sudah mulai gelap, Eric segera mengajak Anna untuk pergi dari kawasan pantai. Meski sebenarnya dia masih ingin bepergian berdua tetapi Eric tidak mau istrinya kelelahan. "Apakah besok kamu akan mengajakku ke tempat lain yang ada di Bali?" Anna bertanya dengan tidak sabar. Sejak dia menginjakkan kaki di tanah Bali, sang suami tidak henti menyenangkan hatinya. Membuat Anna terus saja bertanya-tanya, apa yang selanjutnya akan dilakukan untuk membuatnya senang?"Kita lihat saja besok!" Eric menatap dengan senyum menggodanya, "Atau ... apakah kamu memiliki tempat yang ingin kamu kunjungi? Aku bisa mengantarmu ke tempat manapun yang kamu inginkan.""Oh, ya? Bagaimana jika aku ingin kamu mengajak ke ujung dunia?" Anna semakin senang tiap kali mendengar jawaban Eric tentang usahanya menyenangkan Anna. "Tentu saja akan kulakukan! Selama tidak membahayakan, pasti akan aku laksanakan untuk tuan putri yang cantik ini," ucap Eric, mengusap wajah Anna, membuat dia tertawa geli. "Sek
Vania menunggu dengan tidak sabaran hingga dari dalam jendela mobil, dia melihat Liam yang kembali dengan tergesa-gesa. "Dimana? Apakah mereka ada di sana?" Vania bertanya dengan tidak sabaran." "Tidak ada siapapun di dalam sana. Hanya rumah kosong yang sudah lama tidak ditinggali. Sebaiknya kita segera pergi dari sini karena kita tidak tahu ada apa saja di sini." Tempat yang mereka singgahi kali ini adalah sebuah rumah di tengah ilalang yang tumbuh. Sebenarnya sejak awal yang sudah berpikir bahwa tidak mungkin majikannya ada di sini. Hanya saja dia berusaha untuk berpikir positif. Berharap bahwa mereka bisa ditemukan di sini. Akhirnya rombongan mobil mereka kembali bergegas dengan mobil Vania yang memimpin. Mereka segera pergi menyusuri jalanan dan berharap ada secercah cahaya yang menjadi titik terang keberadaan Eric dan Anna. Di sisi lain, entah sudah berapa lama dia tertidur, ingatan terakhir kali yang Anna ingat adalah kedua tangannya ditahan saat dia mencoba untuk melawan.
Tepat pada saat itu Liam sudah berada di depan Eric. Seketika itu juga dia baru bisa keluar sembari menggendong Anna. Segera Eric membawa Anna berjalan meninggalkan hutan sesuai dengan arahan Liam. "Maaf sudah membuat Anda menunggu, Tuan," ucap Liam, dia mengulurkan tangan, hendak berganti menggendong Anna. "Biar saya yang menggendong Nyonya Anna." Namun, Eric segera menolak dengan berkata, "Biar aku saja. Pastikan tidak ada orang yang mengikuti kita!" "Baik." Eric segera membawa Anna masuk ke dalam mobil yang ditumpangi oleh Vania. Ketika dia masuk, seketika Vania langsung terkejut melihat kondisi Anna yang sudah berdarah-darah di bagian bawahnya. "Eric, apa yang terjadi? Kenapa Anna bisa perdarahan seperti ini?" Eric terbelalak, dia baru melihat darah di kedua kaki Anna. Dilihatnya sang istri yang sudah pucat dengan kedua mata terpejam."Anna, Sayang ... bertahanlah!" "Segera ke rumah sakit terdekat!" Eric memberikan perintah. "Anna, bangunlah, ya! Jangan tidur, Sayang! Kamu