"Katakan, siapa dalangnya?" Candra sedikit menggertak pada Anita. Gadis muda itu mengeratkan pegangannya di jeruji besi. "Aku tidak tahu," jawab Anita. Ia terus saja bersikeras menutupinya."Kalau kamu ingin bebas. Kamu harus mengatakannya. Anita ... kamu benar-benar mengecewakanku," ucap Candra. Ia mengenal Anita dari Bagas. Waktu itu tidak sengaja Bagas bercerita mengenai adik perempuannya yang butuh pekerjaan setelah lulus SMK. Candra tidak asal pilih. Ia sudah melakukan tes terhadap Anita. Dan gadis itu terbilang cerdas. Bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan rapi dan benar. Lima tahun berjalan, hingga akhirnya Anita menyelesaikan kuliahnya yang tertunda karena kesulitan biaya. "Maaf Pak, kalau saya mengatakannya. Apakah ibu saya bisa bapak amankan?" tanya Anita ragu."Apa maksudmu?" Candra berpikir sesaat akhirnya ia paham maksud perkataan Anita.Candra mendekat, wajahnya menegang. Matanya menyorot tajam, seolah mencari jawaban di balik setiap kata. "Sekarang aku tahu," suarany
Hisyam kelihatan kurang bersemangat. Dengan langkah gontai ia membuka pintu kamarnya. Tak ada Zahra di sana. Ia pun kemudian beralih masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sebelum menyentuh putranya yang masih bayi. Ia tidak ingin terlihat kotor saat menyentuh putranya.Zahra mendapati pintu kamarnya terbuka. Sembari menggendong Abiyan, ia bersenandung merdu. Semenjak menjadi ibu rumah tangga. Zahra senang bernyanyi. Apalagi Abiyan suka tersenyum manis kalau mendengar ibunya bernyanyi.Tak lama kemudian Hisyam keluar dari kamar mandi. Rambutnya sedikit basah karena habis keramas. Zahra cukup kaget melihat suaminya sudah pulang."Mas kapan pulangnya? Kok tahu-tahu sudah mandi?" tanya Zahra heran."Baru saja. Ta lihat kamu tidak ada di kamar tadi. Ya udah aku pikir mendingan aku mandi aja dulu," ucap Hisyam. Ia tak sabar mencium pipinya Abiyan yang makin gembul."Emm, kok Abiyan aja sih," sindir Zahra cemberut."Kalau mamanya ciumannya spesial dong," goda Hisyam. Ia merangkul is
Hisyam kelihatan kurang bersemangat. Dengan langkah gontai ia membuka pintu kamarnya. Tak ada Zahra di sana. Ia pun kemudian beralih masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sebelum menyentuh putranya yang masih bayi. Ia tidak ingin terlihat kotor saat menyentuh putranya.Zahra mendapati pintu kamarnya terbuka. Sembari menggendong Abiyan, ia bersenandung merdu. Semenjak menjadi ibu rumah tangga. Zahra senang bernyanyi. Apalagi Abiyan suka tersenyum manis kalau mendengar ibunya bernyanyi.Tak lama kemudian Hisyam keluar dari kamar mandi. Rambutnya sedikit basah karena habis keramas. Zahra cukup kaget melihat suaminya sudah pulang."Mas kapan pulangnya? Kok tahu-tahu sudah mandi?" tanya Zahra heran."Baru saja. Ta lihat kamu tidak ada di kamar tadi. Ya udah aku pikir mendingan aku mandi aja dulu," ucap Hisyam. Ia tak sabar mencium pipinya Abiyan yang makin gembul."Emm, kok Abiyan aja sih," sindir Zahra cemberut."Kalau mamanya ciumannya spesial dong," goda Hisyam. Ia merangkul is
“Jadi selama ini, semua laporan keuangan yang bocor... data-data internal yang dipakai buat sabotase… itu kamu yang kirim ke Adam?” tanya Bagas hati-hati.Suasana menjadi sunyi. Hanya suara kipas pendingin ruangan yang terus berdengung lirih, menyaksikan kenyataan yang satu per satu terungkap. Bagas menghela napas dalam-dalam, mencoba menyusun kembali pecahan-pecahan kepercayaan yang telah hancur. Adiknya sendiri sudah melakukan perbuatan yang amat di bencinya. Ia merasa banyak berhutang budi pada Pak Hisyam ketika ayahnya meninggal mendapat bantuan luar biasa. Adiknya, yaitu Anita yang baru lulus SMA saat itu di perbolehkan kerja di perusahaan besar milik Hisyam. Sembari kuliah hingga akhirnya lulus. Dan sekarang menjabat penting di keuangan. Bagas merasa sudah mengkhianati kepercayaan Hisyam. Kini ia tinggal menunggu bom waktu itu meledak. Dan kemungkinan terburuknya adalah adiknya di penjara.“Aku nggak maksud nyakitin siapa pun… ataupun menghancurkan perusahaan Pak Hisyam.” Ani
"Jadi ... Winda itu sepupu kamu Mas?" "Kok gak pernah cerita? Bahkan ketika lihat pernikahannya di TV kamu kok seperti nggak pernah kenal?" tanya Citra. "Sepupu jauh. Aku juga tidak kenal dekat. Hanya beberapa kali bertemu. Saat itu aku tidak ingin kamu tahu. Karena bagiku nggak penting juga aku kasih tahu kamu," jawab Dimas enteng. Citra masih menatap Dimas, ekspresinya pria tersebut datar saja waktu cerita tentang Winda. Itu berarti memang Dimas tidak begitu dekat dengan Winda. "Aku heran, Mas kok bisa tahu aku di rumah sakit?" tanya Citra penasaran. "Itu nggak penting, yang terpenting sekarang kita pulang. Dan mulai lembaran baru," pupus Dimas. Ia tidak ingin Citra tahu kalau Winda yang memberitahunya. Karena mereka sudah sepakat untuk merahasiakan ini. Agar Citra tidak berpikiran mengenai Winda yang memang sengaja menjauhkan dirinya dari Abie. ** Di depan pintu utama Candra menunggu kedatangan Hisyam. Lelaki tersebut sudah mondar-mandir seperti setrikaan. Hari ini me
Seorang pelayan Cafe tengah datang membawa pesanannya. Kedua orang yang tak begitu akrab saling berpandangan satu sama lainnya. "Jadi kamu Winda, putrinya Paman Hilman? Yang dapat anak konglomerat itu?" tanya Dimas."Begitulah, sebenarnya kita sepupuan tapi saudara jauh. Tapi itu bukanlah hal penting sekarang. Yang terpenting temui istrimu di rumah sakit. Dia sedang hamil butuh perhatianmu," terang Winda. Dimas tertegun kaget? Citra hamil? Ini berita yang sangat mengejutkan. Sekaligus berita membahagiakan. Sebentar lagi dia akan menjadi seorang ayah. "Antar aku ke sana sekarang juga," kata Dimas terburu-buru. Jauh dari tempat mereka duduk ternyata diam-diam Abie mengikuti Winda yang tadi berangkat dari rumahterburu-buru. Ia sempat mendengar percakapan istrinya dengan seseorang di telepon. Biasanya Abie percaya saja terhadap semua relasi istrinya. Tapi kali ini, Abie menjadi cemburuan setelah makin dekat dengan istrinya. Di tambah semalam menghabiskan malam bersama membuat rasa memi