Home / Romansa / Terpikat Hasrat CEO Dingin / Bertemu di Toko Bunga

Share

Bertemu di Toko Bunga

Author: Purplexyiii
last update Last Updated: 2025-03-10 17:05:43

Aku berdiri di depan toko bunga ibuku, menarik napas dalam sebelum mendorong pintu kaca yang terasa lebih berat dari biasanya. Lonceng kecil di atas pintu berbunyi lembut, menandakan kedatanganku. Aroma bunga segar segera menyambutku, membawa kenangan yang sudah lama kusimpan dalam hati.

Tempat ini masih sama—rapi, hangat, dan penuh warna. Buket mawar, lili, dan anggrek tertata di rak kayu dengan vas-vas kaca bening yang berkilauan di bawah cahaya lampu gantung. Aku merindukan tempat ini lebih dari yang kusadari.

“Seraphina?”

Suara lembut itu membuatku menoleh. Seorang wanita paruh baya dengan celemek bermotif bunga berdiri di belakang meja kasir. Matanya melebar, kemudian senyum hangat terukir di wajahnya.

“Hai, Margaret,” sapaku dengan suara yang sedikit bergetar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Bagian Dari Jiwa

    Aku balas tersenyum. “Kalau begitu, nikmati penilaianmu.” Sejenak, hanya keheningan yang menyelimuti kami. Lalu, Veronica melirik sekeliling toko ini dengan ekspresi yang sulit dibaca. “Sayang sekali tempat ini tidak terlalu ramai.” Aku tahu dia hanya berusaha mengalihkan pembicaraan dan menekanku dengan cara lain. Tapi aku tidak akan goyah. “Bisnis tidak selalu tentang jumlah pelanggan dalam satu hari,” kataku tenang. “Tapi tentang bagaimana sesuatu bertahan dalam jangka panjang.” Veronica menatapku beberapa detik sebelum akhirnya tersenyum kecil. “Kita lihat saja seberapa lama bisa bertahan.” Lalu dia berbalik dan berjalan keluar tanpa berkata apa-apa lagi. Pintu tertutup, meninggalkan udara yang tiba-tiba ter

    Last Updated : 2025-03-10
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Pria Masa Lalu

    Dia menyandarkan lengannya ke atap mobilku, mencondongkan tubuh agar lebih dekat. “Aku hanya ingin mengobrol sebentar. Itu tidak masalah, kan?” Aku tertawa pendek, tanpa humor. “Di tengah jalan raya? Kau kehilangan akal sehatmu?” Dia menyeringai. “Oh, ayolah. Aku tahu kau merindukanku.” Aku hampir ingin tertawa lebih keras. Pria ini benar-benar tidak tahu malu. “Kau sudah menikah, Damien. Aku tidak punya urusan denganmu lagi.” Matanya menyipit sedikit, lalu dia melirik ke dalam mobil, ke arah interior mewah yang jelas bukan milikku sebelum aku menikah dengan Lucian. “Lucian Devereaux benar-benar tahu cara memperlakukan istrinya dengan baik, ya?” gumamnya dengan nada sinis.

    Last Updated : 2025-03-11
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Di Bawah Kendali

    “Aku baru saja bertemu Damien,” ucapku dengan nada tegas, berusaha memecahkan keheningan di ruang kerja Lucian. Dia tidak mengangkat pandangannya dari layar laptopnya. Jemarinya yang panjang tetap mengetik cepat, seolah kata-kataku tidak cukup penting untuk menghentikan pekerjaannya. “Lucian, aku sedang bicara,” ulangku, kali ini lebih keras. Akhirnya, dia menghentikan apa pun yang sedang dilakukannya. Tubuhnya bersandar ke kursi kulit mahal yang mencerminkan kemewahan hidupnya. Mata abu-abu dinginnya menatapku dengan intens, tetapi tidak ada emosi di sana, hanya kekosongan yang membuatku semakin gelisah. “Aku sudah bilang, jangan dekat-dekat dengan pria itu,” katanya pelan, tapi nadanya tegas. Aku mengerutkan kening, tidak puas dengan jawabannya. “Kau tidak mengerti. Damien tidak hanya mencoba menghubungiku lagi, dia juga mengatakan hal-hal yang .…” Aku terdiam sejenak, mencoba menenangkan diriku sendir

    Last Updated : 2025-03-11
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Undangan Makan Malam

    “Berusaha menjagaku, tapi di saat yang sama, kau terus mendorongku pergi.” Dia tidak menjawab. Aku menoleh, berharap menemukan sesuatu di wajahnya, tetapi dia hanya menatapku dengan ekspresi datar yang biasa. “Aku hanya ingin kau aman, Seraphina.” “Kenapa?” tanyaku lagi, mataku menatapnya tajam. Dia menghela napas, tetapi tidak menjawab. Aku yakin dia tidak akan pernah mau menjawab. “Lucian,” panggilku, mencoba mendapatkan perhatian penuh darinya. “Apa yang kau sembunyikan dariku?” Untuk pertama kalinya, aku melihat sesuatu di matanya—keraguan, mungkin bahkan ketakutan. Namun, seperti biasa, dia menguburnya dalam-dalam sebelum aku bisa memahami apa artinya. “Seraphina, ini bukan sesuatu yang perlu kau khawatirkan,” katanya akhirnya. Aku menggeleng, merasa frustrasi denga

    Last Updated : 2025-03-11
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Permintaan Maaf Lucian

    Aku tidak menjawab. Sebagai gantinya, aku hanya menatapnya, membiarkan ketegangan di antara kami menggantung di udara. Tamu-tamu lain di restoran ini berpura-pura sibuk dengan makanan mereka, tetapi aku tahu mereka mencuri dengar percakapan kami. Bagaimana tidak? Sejak aku tiba, Veronica tidak berhenti melempar sindiran pedas. Akhirnya, dia menyeringai kecil. “Yah, aku harap kau menikmati makan malammu.” Aku meletakkan serbet di atas meja dengan gerakan pelan dan terkendali, lalu berdiri. “Tidak. Aku sudah selesai di tempat ini.” Aku meraih tas tanganku dan berjalan keluar tanpa melihat ke belakang. Namun, sebelum aku mencapai pintu restoran, suara Veronica terdengar lagi—cukup pelan untuk hanya kudengar, tetapi cukup tajam untuk menusuk pikiranku. “Aku penasaran, Seraphina. Seberapa lama kau bisa bertahan dalam kebohongan ini sebelum sem

    Last Updated : 2025-03-11
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Kejanggalan Dalam Foto

    “Aku tidak mengerti kenapa kau terus menghindar." Suara Lucian terdengar dingin, namun tidak terlalu keras. Aku memutar tubuh menghadapnya, menatap pria yang berdiri di depan balkon dengan setelan jas sempurna. “Aku tidak menghindar,” jawabku, berusaha tetap tenang meskipun aku tahu nadaku tidak sepenuhnya meyakinkan. Lucian mengangkat alisnya, matanya tajam seperti selalu bisa membaca kebohongan. “Benarkah? Lalu kenapa kau tidak ada pagi ini saat kita seharusnya sarapan bersama?” Aku mendesah, mengalihkan pandangan ke lantai marmer putih yang dingin. “Aku butuh udara segar. Tidak boleh?” “Tidak jika itu berarti kau meninggalkan apartemen tanpa memberitahuku,” balasnya cepat, menghampiriku dengan langkah mantap. “Kita punya kesepakatan, Seraphina. Dan aku tidak suka jika kau melanggarnya.” Aku mendongak, menatap matanya langsung. “Kesepakatan ini tidak berarti aku harus melaporkan setiap langkahku kepadamu. Aku punya hidupku sendiri, Lucian.” Pria itu terdiam sejenak,

    Last Updated : 2025-03-12
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Wanita Keras Kepala

    “Lucian, apa maksud dari ini?” tanyaku sambil melemparkan amplop cokelat itu ke atas meja di ruang tamu. Suaraku terdengar tegas, meski dalam hati aku merasa dadaku sesak. Foto-foto di dalam amplop itu mulai berantakan di atas meja, menampilkan potongan-potongan masa lalu yang tidak pernah dia ceritakan. Lucian yang sedang berdiri di dekat jendela dengan segelas anggur di tangannya, hanya melirik sekilas ke arah amplop itu. Wajahnya tetap tenang, terlalu tenang. Seolah-olah dia sudah menduga hal ini akan terjadi. “Aku bertanya, Lucian,” ulangku, suaraku mulai meninggi. “Apa hubunganmu dengan Damien?” Ia meletakkan gelas anggurnya di meja kecil di samping jendela, kemudian berbalik menghadapku. “Itu bukan urusanmu.” Aku terkesiap mendengar jawabannya. “Bukan urusanku? Kau serius? Aku istrimu—baiklah, istri kontrak, tapi aku masih pantas tahu apa yang terjadi. Apalagi jika itu melibatkan Damien, pria yang meng

    Last Updated : 2025-03-12
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Muncul Rintangan Baru

    "Aku ingin jawaban, Seraphina. Apa yang sebenarnya kau lakukan di belakang Lucian?" Nada suara Veronica tajam, penuh tekanan, sementara jemarinya mengetuk permukaan meja kaca dengan ritme pelan tapi menyesakkan. Matanya mengunci pandanganku, seolah menunggu tanda kepanikan sekecil apa pun dari diriku. Aku menahan napas. Di hadapanku, amplop berwarna krem itu terbuka, memperlihatkan foto-foto yang sengaja dibiarkan berantakan di atas meja. Aku mengenalinya. Gambar-gambar yang dikirim seseorang ke apartemen beberapa hari lalu—foto-foto yang selama ini aku harapkan tidak akan terbongkar. Aku mengira hanya aku yang melihatnya. Ternyata Veronica sudah lebih dulu mengetahuinya. Bisa jadi, dia telah mengawasi langkahku lebih dari yang aku duga. Aku menarik napas perlahan, berusaha untuk tetap tenang. Jangan panik.

    Last Updated : 2025-03-12

Latest chapter

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Ombak dan Ceritanya

    Langit siang itu sedikit mendung, tapi hangat. Angin dari laut membawa aroma asin yang terasa familiar. Aku memarkir mobilku di dekat dermaga kayu tua, tempat yang beberapa bulan lalu menjadi pelarianku. Saat dunia terasa seperti runtuh di bawah kakiku, aku pernah berdiri di sini, tak tahu harus ke mana. Tapi seseorang waktu itu menghentikanku. Seorang pria asing dengan mata penuh dunia. Hari ini aku kembali ke pantai itu. Bukan karena aku ingin melarikan diri, tapi karena aku ingin mengucapkan terima kasih. Untuk seseorang yang tidak kutahu namanya, tapi entah kenapa masih membekas dalam ingatanku seperti bekas luka yang tidak menyakitkan, hanya mengingatkan. Butuh waktu lima belas menit berjalan menyusuri pasir sebelum aku melihat sosoknya. Duduk di bangku kayu reyot, membelakangi laut, seperti sebelumnya. Diam, tenang, nyaris seperti batu karang itu sendiri. Aku ragu. Tapi akhirnya aku melangkah. Langkahku pelan agar tidak mengejutkannya, meski aku tahu—entah bagaimana—dia pasti

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Ciuman di Depan Publik

    Langkahku mantap, meski tangan yang menggenggam gunting berlapis emas ini sempat bergetar sesaat. Di hadapanku, pita satin berwarna biru tua melintang di depan pintu kaca besar bertuliskan Fleur DeVere dalam font elegan dan tegas.Di belakangku, para tamu berdiri. Pers, investor, teman-teman yang pernah melihatku menangis diam-diam di pojok toko bunga lama milik ibuku. Hari ini bukan hanya soal gedung megah atau bunga-bunga yang menghiasi setiap sudut ruangan. Ini tentang bertahan. Tentang kelahiran kembali.Kutarik napas panjang, lalu mengayunkan gunting. Suara pita terpotong seperti gemuruh halus di dadaku. Gemuruh yang berkata: aku berhasil.Tepuk tangan menggema. Kamera menyala. Tapi dunia seolah mengabur saat aku melangkah ke podium. Mikrofon tingginya sejajar dadaku, tapi suaraku jauh lebih tinggi dari itu. Meskipun aku mengaku aku gugup, tapi beruntung aku bisa mengontrol diri."Saya dibesarkan di antara bunga." Aku memulai pembicaraan, dengan suaraku yang stabil dan rendah tan

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Kepulangan Si Drama

    Aku duduk di sofa sudut ruangan, mendengarkan nasihat dari Clara, salah satu konsultan bisnis yang Lucian panggil untukku. Clara orangnya tegas tapi ramah, tipe yang bisa membuat seseorang merasa bodoh dan termotivasi dalam satu kalimat. Sekarang dia sedang menjelaskan strategi untuk memperkuat posisi perusahaan baruku—yang Lucian serahkan padaku beberapa bulan lalu—di tengah persaingan yang semakin ketat. “Seraphina, kau harus lebih agresif dalam negosiasi,” kata Clara, menunjuk papan presentasi di depannya. “Jangan hanya mengandalkan nama besar Lucian atau koneksi Fedorov. Bangun reputasimu sendiri. Jika ada lawan yang bermain kotor, kau harus siap membalas dengan cerdas, bukan hanya emosi yang sia-sia." Aku mengangguk, mencatat poin-poin penting di buku catatanku. Sejak Lucian menyerahkan perusahaan baru ini padaku, aku belajar banyak—dari cara membaca laporan keuangan sampai menghadapi klien yang sok tahu. Namun, aku suka tantangannya. Rasanya seperti membuktikan bahwa aku

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Gelang Warna-Warni

    Apartemen terasa sepi tanpa Lucian malam ini. Dia berpesan ada urusan di kantor yang harus diselesaikan, karena itu aku pulang lebih dulu setelah kami meninggalkan mansion Fedorov pagi tadi. Cahaya lampu di ruang tamu menyala lembut, tapi aku merasa agak gelisah. Mungkin karena obrolan kemarin malam masih terngiang, atau mungkin karena aku masih mencerna semua yang terjadi di mansion. Aku akhirnya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang produktif—merapikan lemari lama Lucian di kamar yang sekarang jarang dia pakai. Lemari itu penuh dengan barang-barang yang sepertinya sudah lama tidak disentuh. Kotak-kotak berdebu, buku catatan kuliah, dan beberapa baju yang jelas sudah tidak muat lagi. Aku tersenyum kecil sambil mengeluarkan tumpukan kaos lusuh, bertanya-tanya kenapa Lucian masih menyimpan semua ini. Tapi saat aku menggeser sebuah kotak sepatu tua di rak bawah, sesuatu jatuh ke lantai dengan bunyi ringan. Aku membungkuk, mengambil benda itu, dan langsung terpaku. Sebuah gel

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Restu yang Resmi

    Malam menyelimuti mansion Fedorov dengan suasana yang hangat, meski udara di luar terasa dingin. Cahaya lampu-lampu taman memantul di permukaan air mancur, menciptakan kilau yang bikin aku ingin terus menatapnya. Setelah obrolan panjang di ruang duduk tadi, Fedorov bersikeras kami menginap. “Kalian sudah jauh-jauh ke sini,” katanya dengan nada yang tidak menerima penolakan. “Lagipula, ada kamar yang sudah disiapkan untuk kalian.” Aku dan Lucian cuma saling pandang, lalu mengangguk. Sulit menolak pria seperti Fedorov—bukan karena dia menakutkan, tapi ada aura yang membuatku merasa dia selalu mempunyai rencana lebih besar dari yang terlihat.Setelah makan malam yang mewah tapi entah kenapa terasa nyaman, kami dipanggil lagi ke ruang kerja Fedorov. Ruangan itu beda dari bagian lain mansion—dindingnya dipenuhi rak buku kayu tua, meja besar di tengah dengan lampu hijau klasik, dan bau samar kertas tua yang bikin aku merasa seperti masuk ke film detektif jadul. Fedorov duduk di balik me

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Telah Memenuhi Syarat

    Pagi ketiga di Lapland terasa seperti mimpi yang belum ingin kuberhenti jalani. Cahaya matahari pagi menyelinap lembut melalui jendela sehingga membawa kilau salju yang membuat segalanya terasa magis. Namun, ketika Lucian masuk ke kamar dengan wajah sedikit tegang—sesuatu yang jarang kulihat—aku tahu ada sesuatu yang berbeda hari ini. “Seraphina, kita harus pulang lebih awal,” katanya sambil duduk di tepi ranjang, sambil tangannya meraih tanganku dengan lembut. “Kakekku ingin bertemu kita. Secepatnya." Aku mengerjap, mencoba mencerna kata-katanya. “Kakekmu? Serius?” Aku pernah mendengar cerita-cerita Lucian, tapi pria itu selalu terdengar seperti legenda—pengusaha kaya raya yang keras kepala, hidup menyendiri di mansion mewahnya. “Kenapa tiba-tiba?” tanyaku tidak bisa menyembunyikan keterkejutan. Lucian menghela napas, jari-jarinya mengusap punggung tanganku. “Dia bilang sudah waktunya kita membicarakan tentang banyak hal. Mulai dari bisnis, pernikahan kita, dan yang paling utam

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Di Bawah Aurora

    Cahaya pagi menyelinap lembut melalui jendela kaca raksasa yang memantulkan kilau salju di luar hingga ruangan terasa seperti bercahaya. Aku membuka mata perlahan, masih terbungkus selimut tebal yang hangat, dan menyadari Lucian sudah tidak ada di sampingku. Tempat tidur masih terasa hangat di sisinya, jadi dia pasti baru bangun. Aroma kopi segar menyelinap ke hidungku, dan aku mendengar suara pelan dari arah dapur kecil. Aku menyeret diri keluar dari selimut, mengenakan sweater tebal dan kaus kaki wol sebelum berjalan ke arah suara itu. Lucian berdiri di sana, berpakaian santai—kaus hitam lengan panjang dan celana jeans yang entah kenapa membuatnya terlihat lebih manusiawi daripada biasanya. Dia sedang menuang kopi ke dua cangkir, rambutnya sedikit acak-acakan, dan aku harus menahan diri untuk tidak tersenyum melihatnya. “Pagi,” sapanya tanpa menoleh, tapi aku tahu dia sudah merasakan kehadiranku. Suaranya masih serak khas bangun tidur. “Pagi,” balasku, berusaha terdengar biasa

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Bulan Madu?

    Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan debaran jantung yang entah kenapa tak mau reda sejak kami naik ke pesawat pribadi ini. Kabinnya luas, dilapisi kulit krem dan aksen kayu gelap, dengan kursi besar yang lebih mirip sofa daripada tempat duduk pesawat pada umumnya. Lucian duduk di sampingku, satu tangan memegang tablet, matanya fokus membaca sesuatu—mungkin laporan bisnis, entah apa lagi. Tapi tangan lainnya? Oh, tangan itu dengan santai bertumpu di pahaku, jari-jarinya sesekali mengusap lembut tanpa sadar. Aku berusaha mengabaikannya, tapi rasanya seperti ada arus listrik kecil yang mengalir setiap kali dia bergerak. “Seraphina,” panggilnya tanpa menoleh, suaranya rendah dan sedikit serak. “Kau kenapa gelisah dari tadi?” Aku mendengus pelan, memalingkan muka ke jendela. Di luar, awan putih bergumpal terlihat seperti kapas raksasa di bawah sinar matahari. “Aku tidak gelisah,” bantahku, meskipun tahu dia pasti bisa merasakan keteganganku dari caraku memainkan

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Menjaga yang Dimiliki

    Aku mengerjapkan mata, menyesuaikan diri dengan cahaya remang yang masuk melalui celah gorden apartemen. Aroma linen segar bercampur dengan sisa parfum Lucian yang maskulin memenuhi indra penciumanku. Semalam benar-benar intens. Aku melirik ke samping, mendapati sisi tempat tidur Lucian sudah kosong. Pantas saja, memangnya dia pernah bangun terlambat? Aku menghela napas, mengingat kembali kejadian semalam. Acara bisnis memang melelahkan, tapi percayalah, bukan rapat dan negosiasi yang menguras habis energiku. Sentuhan di pinggangku membuatku tersentak kecil. Lucian, dengan rambut sedikit berantakan dan hanya mengenakan celana bahan, berdiri di samping tempat tidur sambil menyodorkan secangkir kopi. "Pagi, Istriku," sapanya singkat, tanpa senyum seperti biasanya. "Pagi juga," jawabku sambil menerima kopi itu. "Kau selalu bangun lebih awal dariku." Dia hanya mengangkat bahu, lalu duduk di tepi tempat tidur, menatapku dengan intens. "Bagaimana tidurmu?" "Nyenyak," jawabku, menyesap

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status