Home / Romansa / Terpikat Hasrat CEO Dingin / Sudah Dihancurkan Sekali

Share

Sudah Dihancurkan Sekali

Author: Purplexyiii
last update Last Updated: 2025-03-04 11:22:43

Sejak pertemuanku dengan Veronica kemarin, aku sudah menduga akan ada konsekuensi. Dan benar saja. Hari ini, dalam acara makan siang bersama beberapa kolega Lucian, aku bisa merasakan tatapan-tatapan terselubung yang memerhatikanku, menilai, dan mungkin meremehkan.

Kami berada di restoran mewah dengan pemandangan kota dari ketinggian, ruangan penuh dengan orang-orang berpakaian rapi yang berbicara dengan nada sopan, tapi tajam. Aku tidak asing dengan lingkungan seperti ini.

Meski dulu hidupku sederhana, pekerjaanku di toko bunga ibuku sering mempertemukanku dengan klien-klien kaya yang punya standar tinggi. Aku terbiasa menghadapi pelanggan yang memandang rendah pekerjaanku, seolah merangkai bunga bukan hal yang cukup bernilai.

Tapi kali ini berbeda.

Lucian duduk di sampingku, tenang seperti biasa. Sikapnya dingin dan tak tergoyahkan, seolah semua ini tidak berarti apa-apa baginya. Tapi aku tahu lebih baik dari itu. Dia sedang mengamatiku, menunggu untuk melihat bagaimana aku menangani situasi ini.

"Seraphina." Suara seorang wanita dari seberang meja menyela lamunanku.

Aku menoleh dan melihat seorang wanita elegan dengan gaun biru gelap yang sempurna membingkai tubuhnya. Matanya berkilat tajam, seperti sedang menilai buruannya.

"Bagaimana rasanya menikah dengan pria paling diincar di kota ini?"

Aku tersenyum tipis. "Aku rasa itu pertanyaan yang lebih baik ditanyakan pada Lucian. Aku yakin dia punya banyak penggemar yang kecewa."

Beberapa orang di meja tertawa kecil, tapi aku bisa melihat kilatan ketidaksukaan di mata wanita itu.

"Aku hanya penasaran," lanjutnya, menyesap sampanye dari gelasnya. "Karena kau datang dari latar belakang yang ... sederhana, kan?"

Aku menegang, tapi sebelum aku bisa menjawab, Lucian meletakkan tangannya di atas tanganku di bawah meja. Sebuah isyarat.

"Apa maksudmu, Olivia?" Suara Lucian terdengar santai, tapi dingin. "Kurasa pekerja keras selalu lebih menarik dari pada seseorang yang hanya mengandalkan nama keluarganya."

Tatapan Olivia berubah sekilas, tapi dia segera tersenyum manis. "Aku hanya ingin mengenal istrimu lebih baik."

Aku balas tersenyum. "Aku juga ingin mengenal kalian lebih dalam. Aku yakin banyak hal yang bisa kupelajari."

Setelah itu, pembicaraan beralih ke topik lain, tapi aku bisa merasakan suasana di meja ini berubah.

***

Setelah makan siang itu, Lucian mengajakku kembali ke kantor sebelum kami pulang. Aku berjalan di sampingnya dalam diam, masih memikirkan pertanyaan-pertanyaan halus yang diajukan oleh Olivia dan beberapa kolega lainnya.

Mereka tidak langsung menyerangku, tapi setiap kata mereka dipilih dengan hati-hati untuk merendahkanku tanpa harus mengatakannya secara terang-terangan.

"Kau melakukannya dengan baik," kata Lucian tiba-tiba saat kami memasuki lift.

Aku menoleh ke arahnya. "Melakukan apa?"

Lucian menatap ke depan, ekspresinya tetap datar. "Menangani mereka."

Aku tersenyum kecil. "Aku sudah terbiasa menghadapi pelanggan yang meremehkan pekerjaanku dulu. Ini bukan pertama kalinya aku melihat seseorang tersenyum sambil mencoba membuatku merasa kecil."

Lucian menatapku sekilas, tapi tidak mengatakan apa-apa. Aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya, tapi aku juga tidak merasa perlu bertanya.

Ketika kami tiba di kantor, aku mengira hariku akan berakhir begitu saja. Tapi aku salah. Di depan ruang kerja Lucian, seseorang sudah menunggu. Veronica.

Wanita itu bersandar di dinding dengan anggun, tangan terlipat di depan dada, matanya langsung tertuju padaku begitu aku keluar dari lift.

"Hai, Seraphina. Senang melihatmu lagi."

Aku tidak yakin itu benar.

Lucian menghela napas pelan di sampingku, seolah sudah lelah menghadapi adiknya sendiri. "Kenapa kau kemari?"

"Apa aku butuh alasan untuk mengunjungi saudaraku?" jawabnya santai sebelum beralih menatapku lagi. "Aku juga ingin berbicara sebentar dengan istrimu."

Lucian menatap Veronica tajam, lalu menoleh padaku, seolah bertanya apakah aku ingin meladeni ini atau tidak. Aku bisa saja menolak, tapi jika aku melakukannya, itu hanya akan membuatku terlihat lemah di matanya.

Jadi aku tersenyum kecil dan mengangguk. "Tentu. Aku juga ingin mengenal keluargaku lebih baik."

Kilatan di mata Veronica menunjukkan bahwa dia tahu aku tidak sebodoh itu.

Kami berjalan ke salah satu ruang lounge di kantor, meninggalkan Lucian yang masih menatap kami dengan ekspresi tidak puas. Aku bisa merasakan bahwa dia ingin ikut campur, tapi dia juga tahu aku harus menghadapi ini sendiri.

Begitu kami duduk, Veronica menyilangkan kaki dan menatapku lama. "Jadi, kau benar-benar menikahi Lucian, ya?"

Aku menatap balik tanpa gentar. "Kita sudah membahas ini kemarin."

Dia menyeringai tipis. "Benar. Tapi aku masih sulit percaya. Aku selalu berpikir Lucian akan memilih seseorang yang lebih ... cocok."

Aku tidak bereaksi. Aku paham dia ingin melihat apakah aku akan terpancing.

Veronica menghela napas dramatis. "Kau tahu, Lucian bukan pria yang mudah didekati. Dia punya banyak rahasia. Aku hanya ingin tahu, sejauh apa kau siap menghadapi konsekuensi menjadi istrinya."

Aku menatapnya tajam. "Aku mungkin tidak tahu semua tentang Lucian, tapi aku bukan seseorang yang mudah goyah."

Veronica mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, menatapku dalam. "Kau pikir kau kuat, Seraphina? Dunia ini akan menghancurkanmu jika kau tidak cukup siap."

Aku menahan napas, lalu tersenyum tipis. "Aku sudah dihancurkan sekali. Dan aku masih bisa di sini."

Sejenak, aku melihat sesuatu di matanya—kejutan, atau mungkin kekaguman yang enggan. Tapi dalam sekejap, itu menghilang.

Veronica berdiri dan merapikan gaunnya. "Kalau begitu, kita lihat saja berapa lama kau bisa bertahan."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Kemenangan yang Diraih

    Ketukan pintu baru saja berhenti ketika dua kepala yang sangat kukenal menyembul dari balik celahnya. Scarlett muncul lebih dulu dengan senyum lebar yang bahkan lebih cerah dari blazer fuchsia yang dia kenakan hari ini. Di belakangnya, Felix melangkah dengan postur percaya diri dan ekspresi yang tak kalah puas.“Boleh kami masuk, Nyonya?” tanya Scarlett sambil mengangkat alisnya dengan gaya dramatis.Aku mengangguk sambil menyandarkan tubuhku kembali ke sandaran kursi. “Kalau kabar yang kalian bawa cukup manis untuk menyaingi kopiku, silakan.”Scarlett menepuk telapak tangannya sekali. “Oh, manisnya sampai membuat gula iri.”Felix langsung menyodorkan tablet yang dibawanya, menampilkannya padaku. “Langleyne baru saja memecahkan rekor penjualan tertinggi selama peluncuran produk dalam enam jam terakhir. Bahkan tiga platform e-commerce besar langsung menghubungi kami untuk eksklusivitas. Dan .…” Dia memberi jeda dramatis, melirik Scarlett.“… dan setidaknya tujuh investor baru sudah mem

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Menantikan Malam Itu

    Udara malam menyambutku dingin saat aku keluar dari Le Cendre. Langkah-langkahku terdengar mantap di trotoar batu granit, sepatu hakku mengukir ritme perlahan yang menandakan bahwa malam ini sudah cukup. Tak perlu perayaan. Tak perlu kemenangan.Hanya cukup.Mobil hitamku sudah menunggu di sisi jalan. Sopir pribadi segera membukakan pintu tanpa komentar, seolah terbiasa dengan penampilanku yang tak biasa malam ini. Aku duduk di kursi belakang, melepaskan helaan napas yang terasa lebih berat daripada udara yang kuhirup.Sepanjang perjalanan ke apartemen, aku menatap keluar jendela. Lampu-lampu kota berkelebat seperti bintang-bintang jatuh yang tak sempat diharapkan. Di balik pantulan kaca, aku melihat bayangan diriku sendiri—gaun hitam, rambut acak, mata yang letih tapi tajam.Mungkin aku belum siap jadi orang yang penuh amarah.Tapi aku juga tak sudi menjadi korban lagi.***Pintu apartemenku terbuka dengan suara elektronik lembut. Aroma lilin beraroma vanilla masih menyelimuti ruang

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Luka Berbalik Arah

    Begitu pintu ruang kerjaku tertutup rapat, aku menjatuhkan tubuh ke kursi dengan desahan panjang. Tumitku kulepas satu per satu, lalu kusembunyikan di bawah meja. Suasana ruanganku yang tenang dan lembut langsung memeluk tubuhku yang tegang.Rapat tadi berjalan profesional. Tapi energiku terkuras, bukan karena beban kerja—melainkan karena aku menahan rasa jengah hampir sepanjang pertemuan. Khalid bukan musuh, bukan juga seseorang yang menyebalkan secara terang-terangan. Tapi gaya bicaranya yang terlalu penuh pujian, terlalu personal, membuatku merasa seolah sedang ditakar bukan sebagai pemimpin bisnis, melainkan sebagai objek keinginan.Dan aku muak akan itu.Untungnya, Lucian tidak ada di ruangan tadi. Bayangkan jika dia duduk di pojok meja sambil menyaksikan Khalid dengan senyum licinnya menyanjungku satu kalimat demi satu kalimat. Bisa jadi rapat bisnis berubah menjadi arena perang dingin penuh ejekan terselubung.Aku mengusap wajah dengan kedua telapak tanganku. Masih ada rasa leg

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Pertemuan Kembali

    Pancaran sinar matahari dari balik tirai tipis membias lembut ke dinding putih apartemenku. Aroma kopi yang baru saja selesai menetes dari mesin otomatis memenuhi udara, hangat dan sedikit pahit—persis seperti pagi yang kuinginkan.Aku duduk di meja makan dengan roti gandum panggang dan irisan alpukat. Tidak ada sarapan mewah, tidak juga yang terlalu tergesa. Hanya cukup untuk mengisi energi sebelum kembali menghadapi dunia.Kutatap layar ponsel sebentar. Tidak ada pesan baru dari Lucian pagi ini, tapi itu tidak membuat hatiku hampa. Percakapanku dengannya semalam masih menempel di benakku, seperti selimut tipis yang menenangkan.Satu gigitan roti, lalu satu seruput kopi. Aku membuka laptop sebentar hanya untuk memeriksa laporan penjualan terakhir dari LUNE—masih naik. Bahkan hari ini, permintaan dari beberapa distributor butik meningkat dua kali lipat. Efek domino dari endorsement Cleo Venzara belum berhenti.Setelah mandi dan berdandan cepat, aku melangkah keluar apartemen dan masuk

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Semakin Jadi Bersinar

    Ruangan kerjaku pagi ini terasa hangat dan hidup. Bukan karena sinar matahari musim semi yang menembus jendela kaca besar, tapi karena sesuatu dalam diriku—sesuatu yang selama ini tertidur, kini mulai menyala.Scarlett mengetuk pelan pintu ruanganku yang sedikit terbuka. Tatapannya tajam seperti biasa, tapi ada senyum kecil di sudut bibirnya yang tak bisa disembunyikan."Ada kabar terbaru," katanya pelan, lalu meletakkan tablet di meja kerjaku. "Tentang Nona Veronica."Aku menaikkan alis, memberi isyarat agar dia lanjut."Perusahaan yang dia pegang bersama rekan bisnis gelapnya—yang konon katanya merger besar-besaran itu—sepertinya sedang tidak baik-baik saja. Beberapa investor utama mulai menarik diri. Kami dapat info dari Felix bahwa laporan keuangan internalnya dipenuhi koreksi dan revisi mendadak."Scarlett menyentuh layar tabletnya, menampilkan gambar buram hasil rekaman malam. "Dan ... ini. Dia terekam beberapa kali keluar masuk bar malam di pusat kota dalam minggu ini. Selalu s

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Dunia Dalam Kepala

    Aku melangkah ringan saat masuk ke apartemen. Hening menyambutku seperti pelukan lembut—dan malam ini, aku memang membutuhkannya. Hari yang panjang, penuh rapat dan rencana, akhirnya berakhir dengan kemantapan langkah kecil yang kususun satu per satu.Aku meletakkan tas di sofa dan baru saja melepas sepatu saat ponselku berbunyi pelan. Sebuah notifikasi dari Lucian. Jantungku refleks berdebar, seperti biasa. Sudah berhari-hari sejak dia pergi untuk urusan dinas, dan meski aku sibuk… dia tetap tak pernah sepenuhnya lepas dari pikiranku.[Maaf, karena malam ini aku masih tidak bisa menemanimu. Tapi aku ingin kau tahu … kau semakin bersinar, Seraphina. Kau membuat semuanya tampak mudah, padahal aku tahu betapa kerasnya jalan yang kau tempuh. Aku bangga padamu—lebih dari yang bisa kujelaskan dengan kata-kata. Terima kasih karena tetap memilih berdiri … dan tetap mencintaiku. Aku tak sabar pulang dan melihatmu lagi.]Aku menatap layar itu cukup lama. Lalu perlahan, bibirku tertarik pada se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status