แชร์

Happy Ending

ผู้เขียน: Shofie Widdianto
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-11-12 20:56:11
Jalanan kota Yogyakarta pagi ini cukup ramai. Aku dan keluargaku sedang perjalanan menuju Grha Sabha Pramana. Di sanalah semua mahasiswa akan melaksanakan wisuda.

“Ya ampun, anak ibu cantik banget, deh.” Ibu yang duduk di sampingku selalu memuji dari tadi. Aku sampai bosan mendengarnya.

Pasalnya hanya kepada teman sekamar dan di depan keluarga aku tidak memakai cadar. Lama sekali aku tidak mendengar pujian itu dari seseorang.

“Ibu, udah deh!” Aku memelototi Ibu karena sedari tadi Om Dani mentertawakanku.

“Ibu ‘kan kangen sama kamu, Gita. Lima tahun tidak bertemu itu lama. Ibu takut setelah ini kamu pergi meninggalkan kami.”

“Tidak, Bu. Mana mungkin aku meninggalkan Ayah dan Ibu? Aku kuliah demi kalian. Aku akan merawat kalian sampai akhir hayat.”

Tiba-tiba Ibu memelukku. Pelukan yang cukup lama dan hangat. Sudah lama aku tidak merasakan kenyamanan ini. “Ibu takut kamu akan segera menikah dan meninggalkan kami,” ucap Ibu sembari mengusap air matanya.

Aku tertawa hingga memegangi
Shofie Widdianto

Alhamdulillah selesai sudah kisahnya Gita dan Ilham. Novel ini spinn off dari novel "Pesona Babang Ojol" Sebenarnya masih ada lagi spinnn off-nya novel ini. Kalau rame ... sekalian aku lanjutkan di sini. Ramaikan dengan komentar, yak ^_^

| 1
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก
ความคิดเห็น (6)
goodnovel comment avatar
Jusnah Tohar
ko cuma segitu ending nya tambah dong extra part gt
goodnovel comment avatar
Putri Ratnasari Larasati
lanjutin dong Kisa Ilham sama gitanya. masa endingnya gantung amat Thor. please kasih lanjutan
goodnovel comment avatar
Safti Ermayani
lanjutin dong kak ceritanya, masih penasaran. Gita nya aja belum jadi seorang dokter, dan kebucinan nya mas Aril sama Gita Anindya
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 20 END

    “Enggak! Aku pun serius ingin menikah denganmu.” Tiba-tiba saja kalimat tersebut terlontar dari mulutku. Namun, jujur saja perasaanku memang tulus untuknya. Aku bersungguh-sungguh ingin menikah dengannya.“Kamu dengar sendiri, bukan? Aku melakukan ini agar kalian berdua bisa berbahagia.” “Aku nggak yakin bisa membuat Faiha bahagia.” Dilan tertunduk lemas. Sebagai lelaki, dia terlihat tak berdaya di atas ranjang kecil itu. Aku memberanikan diri menggenggam tangan Dilan. “Aku yakin kamu bisa sembuh. Aku akan merawatmu dengan sepenuh hati. Untuk itulah, kamu juga harus memiliki keyakinan yang sama. Kamu pasti akan sembuh.”“Aku cinta sama kamu itu benar. Tapi untuk menikahimu, kurasa itu nggak benar, Fai. Kamu nggak akan bisa bahagia denganku.” Kalimat Dilan terdengar putus asa.Tak terasa mataku penuh oleh benda cair yang siap meluncur jatuh ke pipi. “Aku seyakin itu sama kamu, tapi kamu sendiri malah seperti melarikan diri dari

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 19

    Aku mengangguk kemudian berjalan mendekat menyalami orang tua Dilan. Begitu juga dengan Kak Ilham. Dari mana mereka mengetahui namaku? Padahal aku tidak pernah bertemu sebelumnya. “Faiha ini adik kamu, Ham? Kalian sangat mirip.”“Iya, Om. Maaf baru sempat mengajaknya ke sini. Dia masih kuliah.”Jadi, selama ini Kak Ilham sengaja menunggu liburan semester baru mengajakku bertemu Dilan? Terlalu banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan kepada Kak Ilham. Bisa-bisanya dia menyembunyikan semua ini dariku. “Pantas saja Dilan tergila-gila padanya. Dilan masih tidur. Biasanya jam empat sore baru bangun.”Wajahku rasanya panas mendengar ucapan ibunya Dilan. Padahal ruangan ini ber-AC. Aku pun tidak sabar ingin segera bertemu dengan orang yang lama kurindu. “Om dan Tante pamit dulu. Kalian bisa 'kan jagain Dilan untuk kami? Kebetulan Om tadi langsung ke sini setelah pulang dari kantor.”“Tenang aja, Om! Sera

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 18

    Mulai saat itu aku tidak lagi tergantung pada mereka. Aku meminta Ayah membelikan sepeda listrik. Harganya cukup terjangkau. Dengan begitu, aku tidak lagi bergantung dengan orang lain. Saat itu juga aku mulai membatasi diri lagi dan lebih pendiam sekarang. Fokus untuk kuliah demi masa depan. Hingga akhirnya liburan semester itu datang. Setelah setengah tahun berlalu, hidupku terasa hampa. Tidak ada manis-manisnya. Pagi hari kuliah, sore bantu ayah, malam pergi dengan teman sholawatan. Terkadang aku juga menyendiri di rumah. Hidupku terlalu monoton begitu setiap harinya. Beberapa kali teman Kak Ilham mencoba PDKT denganku, tetapi mereka akhirnya mundur karena aku hanya diam. Hatiku sudah beku. Rasanya susah sekali menerima orang baru. Meski sudah lama, ternyata aku tidak bisa melupakannya. Sekarang, di makam Ibu, aku membacakan doa untuknya hingga menangis tergugu. “Ayo pulang!” ajak kak Ilham.“Sebentar lagi.”

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 17

    Pagi harinya aku berangkat kuliah seperti biasa diantar Kak Ilham. Hari ini dia bimbingan katanya. Entah dia mendapat Ilham dari mana sehingga mendadak mau bimbingan. Beberapa teman, ada yang mengagumi Kak Ilham. Mereka tahu jika kakakku adalah penyiar radio. (Baca novel karya Shofie Widianto, judulnya Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio).Terkadang mereka memberikan kue, cokelat, dan lain sebagainya untuk kakakku. Padahal aku sudah mengatakan jika lelaki itu sudah memiliki kekasih, tetapi tidak satu pun yang percaya. Aku juga sering melihat beberapa teman kelasnya yang selalu nempel, padahal sudah jelas Kak Ilham menjauhi mereka.Aku sampai heran mengapa banyak yang menyukai Kak Ilham? Dia itu kere. Duitnya pas-pasan. Wajah doang yang lumayan. Padahal wanita tidak akan kenyang hanya dengan memandang wajah laki-laki. Mungkin inilah yang disebut cinta buta. Tidak bisa melihat logika. Cinta telah membutakan segalanya.“Nanti kamu pulang

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 16

    “Kamu tidak apa-apa, Fai?”“Sakit Kak.”“Kakak tahu.”“Aku pikir tidak memiliki rasa itu, Kak. Aku tidak tahu rasa itu tumbuh kapan. Hingga akhirnya aku sadar setelah dia bersama yang lain. Rasanya sakit.”Kurasakan tangan Kak Ilham mengelus kepalaku beberapa kali. Dia pasti sedih melihatku seperti ini. Apalagi semua ini gara-gara temannya. “Kamu harus kuat. Oke. Masih banyak teman Kakak yang mau denganmu. Ada Adam, Malik, banyak pokoknya. Kamu tinggal pilih.”Mendengar banyolan Kak Ilham aku memukul dadanya. “Jahat!” Aku tersenyum dalam tangis. “Udah sana, cuci muka! Kita salat dulu. Berdoa sama Allah. Kamu nggak boleh nangis hanya gara-gara laki-laki. Maafin Kakak, ya. Kakak pikir kamu tidak akan mudah menyukainya ternyata kakak salah.”Azan maghrib berkumandang. Aku dan kak Ilham salat berjamaah. Kali ini cukup banyak yang datang. Selain warga sekitar, semua panitia sudah berkumpul sem

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 15

    “Aku tidak bawa HP. Aku tidak ingin ada yang mengganggu kencan kita. Sengaja aku meninggalkannya di mobil.” Kencan? Kupikir dia hanya bercanda dengan kencan ini. Ternyata baginya ini sungguhan. Aku pun mulai mencoba menikmati kebersamaan kami. Tidak salah jika aku membahagiakan diri ini sebentar saja. “Ya sudah, pakai ponselku saja.”Setelah sekali jepretan, aku menunjukkann foto padanya. “Gimana hasilnya?” tanya Dilan. “Bagus.”“Boleh foto berdua?” tanya Dilan. “Selfie saja.”Aku ingin menolak, tetapi mulut berkata iya. Akhirnya aku yang memegang ponsel di depan sedangkan Dilan di belakang. Dia mengacungkan kedua jarinya hingga membentuk huruf V sedangkan aku mengacungkan dua jari membentuk love. “Saranghaeyo!”Ternyata hasilnya sangat memuaskan. Kami memang seperti pasangan yang sedang kencan. Melihat hasil foto yang bagus, aku mengulanginya lagi dan lagi. Bahkan kami memi

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status