Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio

Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio

By:  Shofie Widdianto   Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings
73Chapters
1.9Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Gita tidak menyangka jika lelaki yang paling dia gandrungi sebenarnya ada di depan mata. Selama ini dia tidak tahu jika Ilham adalah sosok misterius yang suaranya selalu menjadi teman tidurnya.

View More
Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Jusnah Tohar
mendadak berhijab dong mbak ...
2024-04-07 23:13:28
0
user avatar
Shofie Widdianto
Selamat membaca novel terbaruku. Jangan lupa tinggalkan komentarnya, ya!
2023-09-28 22:53:34
4
73 Chapters
Sandal Jepit
Sore ini kulihat seorang laki-laki memakai hodie hitam membeli bunga mawar di toko bibiku. Romantis sekali lelaki itu. Dia pasti akan memberikan bunga itu kepada kekasihnya. “Buruan, Ma. Udah ditungguin sama Gita!” Ucapan bibi membuyarkanku dari lamunan. Bisa-bisanya aku berpikir Erick akan membelikanku bunga. Aku menggeleng berulang-ulang. Dia tidak seromantis itu, Gita!Erik adalah kekasihku. Kami mulai dekat semenjak aku duduk di kelas satu SMK. Kami jadian semenjak tujuh bulan yang lalu ketika aku naik kelas dua. Dia kakak kelas satu angkatan yang sebentar lagi akan ujian. Mungkin karena itulah aku jarang bertemu dengannya. Akhir-akhir ini dia sibuk belajar dan mengikuti les.“Sayang, mungkin mulai saat ini kita akan jarang bertemu, tetapi aku janji usai ujian nanti kita akan jalan-jalan keliling kota,” ucapnya sambil mengelus ujung kepalaku. “Janji?” Aku mengulurkan jari kelingking meminta sebuah persetujuan. Awalnya dia tampak ragu, tetapi dia mulai menautkan jarinya. Tentu
Read more
Bunga Mawar
Erick mendekat dan memegang tanganku yang mengepal sambil tersenyum licik.Aku menoleh ke arah jalan raya. Isma belum juga menyusulku. Seharusnya aku menuruti perkataan sahabat sekaligus saudaraku itu. “Kamu tidak membawa apa-apa, Gita. Kamu sudah tidak memiliki apa pun untuk memukulku.”Aku mundur selangkah, tetapi Erick semakin mendekat. Wanita selingkuhannya masih membersihkan bajunya yang kotor terkena siraman es boba. “Kenapa mundur? Selama ini kutahan untuk tidak menyentuhmu. Jangan harap aku bisa melepaskanmu sebelum mencicipinya.” Aku menggeleng. Aku tidak mau disentuh oleh lelaki sepertinya.“Lepas! Jangan sentuh aku!” Dengan sekuat tenaga aku melepaskan tanganku darinya. Namun nahas, tangannya terlalu kuat. Kini dia semakin mendekat dan mulai mengikis jarak di antara kami.“Lepaskan aku, Erick!” Tangisku pecah kala dia melepas jilbabku. Aku memang tidak pernah memakai jilbab kecuali jika datang ke pengajian, tetapi aku tidak sudi disentuh olehnya. Ya Allah, selamatkan ak
Read more
Bayi
Semilir angin berembus bersama daun kersen yang berguguran. Bintang di langit seakan ikut tertawa melihatku membayar minuman seharga tiga ribu rupiah. Di dunia ini mana ada yang gratis, Gita! WC umum saja bayar.Aku segera mengambil uang dari saku gamis. Kebetulan sebelum pergi aku membawa selembar uang kertas warna hijau. Aku menyerahkannya kepada penjual minuman itu. “Ini kembaliannya. Lain kali jangan tanggung-tanggung kalau mau mukul cowok,” ucapnya sambil memberikan uang kembalian.Eh, bagaimana dia bisa tahu? “Mas ngintip, ya?”“Idih, kagak ada kerjaan. Semua orang di taman juga pada lihat kamu mukulin tuh cowok.”Aku melihat sekeliling, memang benar banyak sekali orang di taman ini. Malam minggu adalah malam yang panjang, sangat cocok untuk muda-mudi yang sedang dimabuk cinta. Ya Allah, malu banget aku. Pasti banyak yang menggunjingku. “Sini botolnya. Sekarang jadi milikku karena udah bayar.” Lelaki di depanku menyerahkan botol air mineral itu sambil tersenyum kemudian kemb
Read more
Mawar Merah
Anak kecil yang kutahu bernama Bian ini tiba-tiba memeluk erat kakiku. Dia meminta kugendong dan tidak mau pulang bersama orang tuanya. Menyebalkan sekali! Memangnya apa yang dia inginkan dariku?“Atu maunya puang sama tatak cantik,” teriak Bian. Kedua orang tuanya sudah lelah membujuknya hingga menawarkanku untuk pulang bareng. “Pulanglah bersama kami, setelah Bian tidur kamu akan kami antar pulang.””Saya lagi nungguin teman, lagi ngikutin pengajian di masjid. Kalau nanti saya dicari bagaimana?” Aku sedang menunggu Isma, bagaimana bisa aku meninggalkannya?“Telepon aja, kami jamin akan mengantarkanmu pulang sampai rumah.”Aku segera mengangguk karena tidak enak menolak, lumayan mumpung ada tumpangan gratis. Masih dalam pelukanku, balita itu tertidur. Sandal jepit warna kuning sudah lepas dari tangan. Pusaka paling ampuh untuk cowok lucknut seperti Erick.Aku duduk di belakang bersama Bian, sedangkan ayah dan ibunya di depan. Sebenarnya di mana, sih, rumah mereka? Sudah hampir seten
Read more
Semedi
Faiha datang dan menjatuhkan teh yang dia bawa hingga gelasnya pecah dan membuat keributan di kamar Faiha. Mampus aku! Kini kami sudah seperti pasangan mesum yang digerebek Pak RT.Apakah kakaknya Faiha ini adalah seorang ustaz yang digandrungi Isma?Lelaki yang bernama Ilham menatapku terkejut. “Bukankah kamu wanita yang semedi di bawah pohon kersen tadi?”Ah, iya, aku ingat. Dia adalah lelaki penjual minuman di taman. Kuambil bunga mawar dan melemparkan ke mukanya. “Semedi? Kamu pikir aku dukun?”“Wanita gila, barbar, dan aneh.” Ilham memicingkan matanya. “Kalian sudah saling kenal?” tanya Faiha.Aku dan Ilham sontak menjawab dengan kompak, “Tidak!”Aku berdiri dan berkacak pinggang, siap-siap meninjunya. Lemes sekali mulutnya. Sepertinya dia tidak pernah makan bangku sekolah. Aku bersiap melayangkan tinju ke mukanya, tetapi dia segera mengambil bantal untuk berlindung.“Dasar pengecut!” Aku naik ke kasur untuk memukulnya, tetapi malah terjatuh di atasnya. Dia memegang kedua tangan
Read more
Jilbab
Ilham menatapku aneh. Apa dia mulai terpesona denganku? Haish! Pikiranku malah traveling.Faiha mengantarkanku sampai depan rumah sedangkan Ilham sudah siap dengan motor scoopy-nya. Wah, dia bukan termasuk anak muda zaman now yang suka dengan motor gede. Motornya masih standar.“Ngapain lihat-lihat? Naksir, ya?” ucapnya ketus. “Buruan naik atau kutinggal!”Menyebalkan sekali lelaki itu. Aku segera duduk di belakangnya tanpa pegangan. Meski bagaimana pun dia lelaki normal, takut digoda setan.Dia melajukan motor dengan kecepatan sedang. Rumah Bibi Lia tidak terlalu jauh sini, tetapi aku tidak enak jika pulang ke sana. Apalagi diantarkan sama laki-laki. Jadi kuputuskan untuk pulang ke rumah. Aku melihat kakiku, masih menawan meski hanya memakai sandal jepit. Aku memakainya mumpung anak bernama Bian itu tidur. “Rumah kamu di mana?” Pertanyaannya membuatku kaget. Aku lupa, dia kan tidak tahu rumahku. “Karangmalang.” Aku tidak perlu menjelaskannya tinggal di mana, sepertinya dia sedang
Read more
Angin Segar
Aku terbangun kala mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an dari masjid. Tubuhku terasa kaku dan kedinginan. Aku duduk dan bersandar di ranjang mengecek ponsel yang berkedip-kedip. Banyak sekali pesan yang masuk. Kak Sari menghubungiku? Aku segera membuka pesan darinya. “Ta, kamu di mana? Kakak pulang kok kamu malah nggak di rumah?”Benarkah dia mengkhawatirkanku? Ternyata tidak hanya satu pesan yang dikirimkan. Baru kali ini aku merasa memiliki seorang kakak. Ada juga sebuah pesan dari Erick. Buat apa lagi dia masih menghubungiku? Tidak cukup puaskah dia menyakiti perasaanku? “Gita! Aku bisa jelasin semuanya. Aku khilaf, Ta. Kumohon percayalah padaku.”Kututup mulutku kala membacanya. Ya Allah, haruskah aku mempercayainya? Rasanya terlalu sakit. Namun, jauh di lubuk hati masih tersimpan namanya. Dia yang pertama di hatiku, tidak akan mungkin semudah itu melupakannya. Mas Aril hanyalah tameng untuk mengelabuhi orang supaya tidak tahu betapa hancurnya perasaanku. Aku meringkuk, me
Read more
Kak Sari
Suasana di sekolah sudah lengang. Hanya anak yang mengikuti ekstra kurikuler yang masih di kelas. Sudah hampir satu jam aku bersembunyi di kelas. Kupikir Erick sudah pulang karena sudah sore. Namun, Erick tiba-tiba datang menghadang. “Turun, Ta! Aku capek nungguin kamu.”Jadi, sedari tadi dia menungguku? Bodoh sekali aku! Kupikir dia sudah pulang.“Aku tidak memintamu untuk menungguku.”Erick menarik tanganku hingga hampir terjatuh. “Lepas, Rick! Jangan sentuh aku. Aku bisa teriak jika kamu memaksa.”Erick akhirnya melepaskan tanganku. Di sini masih ada Pak Satpam, aku akan meminta perlindungan jika dia nekat. “Aku minta maaf, Ta! Aku sudah putusin Meyda. Kita masih bisa bersama lagi.”Aku menggeleng. “Tidak semudah itu Bambang! Setelah apa yang kamu lakukan padaku tadi malam dengan semudah itu kamu minta maaf?”“Aku memang salah, Ta! Allah saja mau memaafkan hambanya. Kenapa kamu tidak bisa?”Aku terdiam, hatiku tidak sekuat itu, Rick. Terlalu dalam luka yang kau torehkan. Dengan m
Read more
Pot Bonsai
“Ketika tidak ada siapa pun yang menolongmu, ingatlah kamu masih punya Allah.ان الله معناSesungguhnya Allah bersama kita”***Aku baru ingat, apa benar dia mencintaiku? Jika seorang laki-laki mencintai perempuan, dia tidak akan membiarkan wanita yang dicintainya terluka dan akan menjaganya. Namun, Erick tidak seperti itu. Sepertinya dia hanya terobsesi denganku. “Erick! Jangan lakukan ini padaku!” Aku terus berteriak meminta diturunkan tetapi dia tidak menghiraukan. Kini sampailah kami di depan pintu rumahnya. Orang tua Erick adalah pengusaha sukses. Mereka sering pergi ke luar kota. Mereka biasanya pulang pada hari weekend, tetapi aku berharap keajaiban datang. Semoga mereka datang menolongku.“Di mana, sih, Abang naruh kuncinya? Biasanya juga enggak pernah dikunci.” Erick mengomel mencari kunci rumah yang tidak tahu di mana keberadaannya. Abang? Jangan-jangan lelaki yang bersama Kak Sari adalah abangnya Erick. Astaghfirullah, aku baru ingat perkataan Erick tadi siang. Berart
Read more
Putri Salju
Mataku terbuka kala mendengar sayup-sayup suara azan. Entah sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri. Badanku sakit dan pegal-pegal. Saat aku hendak bangun, kepalaku terasa berat. Di keningku ada sebuah benda basah seperti es. Ada yang sedang mengompresku, apakah aku demam?Tembok bernuansa abu menjadi pemandanganku. Di manakah aku? Aku segera membuang kompresan di kepala. Ini bukan kamarku, bukan kamar Isma atau pun rumah sakit. Jangan-jangan Erick menyekapku. Aku segera mengecek bajuku dan oh tidak! Aku sudah berganti pakaian. Astaga, apakah aku sudah tidak perawan? Aku mencoba berdiri dan ternyata aku terjatuh. Kakiku sakit, ada sebuah perban putih di lutut. Namun aku tidak merasa ada suatu keanehan di bawah sana. Sepertinya semua itu hanya kekhawatiranku saja.Aku kembali duduk di ranjang, masih menerka-nerka di manakah diriku berada. Kamar berukuran 3x3 meter dengan tempat tidur yang cukup nyaman meskipun sempit. Hanya cukup untuk tidur berdua. Lemari pakaian yang cukup kecil s
Read more
DMCA.com Protection Status