Share

8

Butik selalu sepi ketika pagi hari, untuk itu, Masayu sengaja datang terlambat, toh tidak ada sesuatu yang mendesak.

Sebenarnya Masayu tidak perlu datang ke butik setiap hari, kecuali untuk bertemu dengan klien secara khusus, sudah ada asisten dan karyawan butik yang dapat menghandel segalanya.

Namun, terbiasa berjuang dan bekerja keras sejak awal, ia tidak bisa membiarkan semua urusan ditangani orang lain.

Masayu lebih senang mengerjakan banyak hal sendiri, termasuk menemui para tamu yang datang ke butik. Ia sering turun tangan langsung untuk melayani para tamu, ketika karyawannya sedang istirahat.

Pukul 10 pagi, ia baru tiba di butik setelah mengerjai Max habis-habisan. Wajahnya berseri-seri, sarat akan kepuasan. Mungkin ibunya akan mengomelinya setelah menyadari perbuatannya, tetapi Masayu tidak peduli, yang terpenting ia berhasil membuat Max kesal setengah mati.

Bunyi gemericik air shower terdengar dari kamar mandi. Masayu cekikikan puas. Max sedang mandi di kamar mandi butiknya setelah badannya dibanjiri keringat sebab ulah Masayu.

Dari Ivander, Masayu mendapat ide untuk mengerjai pria itu. Ia pergi ke pasar tradisional, membeli luar biasa banya barang yang sama sekali tidak dibutuhkannya.

Mengganti pakaiannya yang sudah mirip seperti sundal jalanan, Masayu mengenakan pakaian santai. Hanya kaos longgar yang dipadukan dengan celana jeans gelap, jauh berbeda dengan Max yang rapi dengan kemeja dimasukkan ke dalam celana katunnya. Sepatu kets santainya pun kontras dengan pantofel mengkilat yang dikenakan Max.

“Pakaian seperti ini sangat tidak cocok untukmu,” komentarnya begitu Masayu masuk ke dalam mobil. Ia juga telah menghapus riasan noraknya. “Perempuan rendahan lebih cocok berdandan seperti tadi.”

Masayu begitu santai menanggapi berbagai kalimat hinaan Max, sama sekali tidak terpancing emosinya seperti yang sudah-sudah. Hatinya riang gembira, menyiapkan kejutan untuk mengerjai pria itu.

“Kamu lebih suka aku berpenampilan seksi? Hm, berarti yang kamu katakan pada Papa itu munafik, dong?” balasnya riang. “Aku tidak tertarik, secantik dan semenarik apa pun Ayu, aku pria yang menghormati perempuan sebagaimana ajaran ibuku,” lanjutnya mencibir, menirukan kalimat Max.

“Memang siapa yang bilang kalau aku tertarik padamu?”

Masayu memutar bola mata. “Apakah aku harus merekam ucapanmu barusan, lalu memutar ulangnya agar kamu tidak lupa?”

“Kamu terlalu ge-er, aku hanya mengatakan perempuan rendahan sepertimu pantas berdandan seperti tadi, bukan berarti aku suka. Untuk merayu suami orang dan menghancurkan rumah tangganya, tentunya perlu penampilan menjijikkan seperti tadi.”

“Terserah apa katamu, memangnya aku peduli?” Ia mengedikkan bahu tak acuh. Suasana hatinya sedang terlalu gembira, ucapan Max sama sekali tidak mampu memancing kekesalannya.

Masayu meminta Max memarkirkan mobil di parkiran khusus mobil, tanpa curiga pria itu mengekorinya masuk ke dalam pasar tradisional.

Sudah mendekati pukul 9, pasar sudah tidak terlalu ramai. Biasanya orang-orang datang lebih pagi untuk mendapatkan sayuran maupun daging yang masih segar.

Tentunya ini bukan kali pertama Masayu datang ke pasar. Dulu, semasa remaja ia sering ikut Bi Lina belanja, Masayu suka melihat Bi Lina tawar-menawar harga dengan pedagang, hal yang tidak bisa dilakukannya di mall-mall yang biasa didatanginya.

Seiring berjalannya usia, Masayu nyaris tidak pernah lagi menginjakkan kaki di pasar, tidak suka dengan suasana panas dan keramaian yang tidak teratur. Namun, kali ini pengecualian, dengan senang hati ia akan kembali masuk ke pasar, mengabaikan aroma dan suasana yang tidak disukainya. Demi mengerjai Max!

Dengan setia, Max mengekorinya. Penampilannya sangat mencolok dengan kondisi sekitar. Masayu puas sekali melihat kernyitan di keningnya yang semakin dalam, pasti tidak menyangka sama sekali akan dibawa ke tempat seperti ini.

Namun, Max sama sekali tidak mengatakan apa-apa. Hanya mengikuti Masayu ke sana-kemari dengan wajah masam.

“Bawakan ini, Pengawal!” perintah Masayu, memberikan paksa seplastik penuh berisi jajan kering yang tidak ia ketahui namanya.

Masayu terus berbelanja, semua yang ada di pasar seolah hendak dibelinya, dan semuanya diserahkan pada Max meminta untuk dibawakannya.

Ia membeli ikan berkilo-kilo, membeli daging, puluhan jenis sayur yang bahkan tanpa ia tahu namanya, membeli beberapa sisir pisang, sampai petai pun diborongnya.

Masayu menolak menggunakan jasa kuli bongkok yang menawarinya, ia lebih suka menyiksa Max untuk membawakan semua belanjaannya. Masayu akan berterima kasih pada Ivander, berkat celetukan asalnya, ia berhasil membuat Max kesal setengah mati.

Sangat mencolok, Max dijadikan pusat perhatian. Dengan penampilannya yang necis, ia pergi ke pasar dan membawa banyak sekali barang-barang.

Beberapa ibu-ibu terang-terangan menggodanya, semakin memperdalam kernyitan keningnya yang menunjukkan ketidaksukaannya.

Max tidak bisa menolak, sebab Masayu melotot galak dan terus meneriakinya dengan sebutan pengawal. Mau tak mau ia menerima setiap Masayu menyodorkan belanjaan, meski kedua tangannya sudah penuh. Hanya saja, bibirnya tidak berhenti menggerutu.

“Kamu sengaja mengerjaiku, kan?” tuduhnya jengkel.

“Kalau tidak mau menemaniku belanja, tolak saja dari tadi, tidak usah sok-sok di depan Papa mau mendampingi ke mana-mana!” kilahnya. “Atau jangan-jangan kamu memang sengaja cari muka di depan Papa?”

Max tidak lagi membalas, tetapi bibirnya mendumal jengel. Diam-diam Masayu tersenyum. Sangat puas, ia sengaja berjalan ke sana-kemari panas-panasan untuk semakin merepotkan Max, mengabaikan kulitnya yang bisa saja kering dan gosong sebab terpapar sinar matahari secara langsung. Kebahagiaannya berhasil membalaskan dendamnya pada Max sangat sepadan.

Ibunya pasti akan menjerit histeris kalau melihat hasil belanjaan yang memenuhi dapur mereka. Masayu meminta Max membawanya pulang, lantas buru-buru berganti pakaian dan minta diantar ke butik. Benar-benar merepotkan, membuat Max kewalahan.

Kemeja putih Max sudah basah oleh peluh dan kotor, Masayu tidak memberinya kesempatan untuk mengganti pakaiannya. Ia sengaja menutup hidung ketika semobil dengannya, mengatainya bau ikan.

Masayu tidak kuasa menahan tawa puasnya, mana kala Max pergi ke lantai dua butiknya dan mandi di sana. Tertawa terbahak-bahak di depan pintu kamar mandi yang tertutup. Terdengar suara makian Max dari dalam.

“Ambilkan pakaian di mobil!” perintah Max berteriak.

“Ambil saja sendiri!” balasnya.

“Kamu mau aku keluar telanjang bulat?!”

“Pakai saja baju wanita, di sini ada banyak, tinggal ambil!”

Masayu buru-buru kembali ke lantai dasar sambil cekikikan. Biar saja Max di dalam kamar mandi sampai besok, ia sama sekali tidak peduli. Pria itu pasti tidak berani keluar tanpa pakaian, tidak mungkin juga ia bersedia memenuhi sarannya untuk memakai baju perempuan di butiknya.

Namun, di luar dugaan. Max keluar hanya dengan handuk yang melilit pinggangnya, membuat karyawan dan beberapa pengunjung memekik terkejut. Berkacak pinggang, ia menatap Masayu dengan sorot penuh dendam.

“Ambilkan bajuku sekarang, atau aku akan membuat semua pelangganmu kabur!” ancamnya.

Menelan ludah, Masayu tidak punya pilihan lain selain menurutinya. Ia tidak mau kehilangan pelanggannya sebab tingkah gila Max. Pria itu ternyata sangat nekat.

Bersambung …

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status