Share

7

Tawa Ivander menyembur keras, puas sekali ia menertawakan kekesalan adik sepupunya.

Jengkel, Masayu mendelik tajam sembari melemparinya bantal sofa, merasa percuma menceritakan kedongkolannya pada Ivander.

Pria itu sedang berbahagia, sebentar lagi akan menikah dengan perempuan yang dicintainya. Dunianya di sekitarnya terasa berwarna, mana mungkin dapat melihat keruh wajah Masayu.

“Dia bajingan bukan? Pokoknya kamu harus membantuku menyingkirkan dia. Bayangan, Van, bayangkan! Dia bilang ke Papa aku mabuk dan menggodanya, Ya Tuhan! Bedebah itu bilang, tidak tertarik padaku meski aku sangat cantik dan menggoda, dia tidak mau meladeni sebab memegang teguh ajaran ibunya untuk menghormati perempuan. Cih, sok alim! Aku harus cari kebobrokannya, aku yakin dia tidak sealim itu!”

“Max memang tidak suci, tapi bukan pria bajingan seperti yang kamu tuduhkan.” Tawa Ivander memelan, ia sampai batuk-batuk menertawakan adik sepupunya. “Mungkin memang kamu yang tidak menarik di matanya.”

“Sialan kamu, Van! Aku tahu kamu teman baiknya, tapi tidak usah menutup-nutupi keburukannya. Dia kuliah di LN, kan? Aku yakin banget, pasti pergaulannya pun ancur. Free sex, mabuk, atau jangan-jangan dia juga ngobat. Dih, Papa harus tahu, pria seperti apa yang dipercaya sepenuhnya untuk menjaga putri terkasihnya!”

“Sudahlah, Yu, kamu terlalu berlebihan. Aku berani menjamin, dia nggak seneng mabuk, apa lagi ngobat. Gila, otakmu bener-bener kelewatan mikir sejauh itu! Kalau free sex, aku tidak tahu, itu urusan pribadinya, bukan hakku mengorek-oreknya. Tapi satu hal yang harus kamu ketahui, dia beneran menghormati perempuan, Yu. Kepada ibu dan adik perempuannya, Max sangat menyayangi, tidak menutup kemungkinan pada perempuan lain pun demikian.”

Masayu mendesah sebal, bicara dengan Ivander sama sekali tidak berhasil mengorek rahasia Max. Alih-alih kebrobrokan yang dicarinya, Masayu justru mendapatkan infomasi prositif tentangnya yang sama sekali tidak ingin diketahuinya.

“Terus, gimana, dong? Bantuin mikirin cara buat menyingkirkan dia, dong!” keluhnya kesal. “Aku tidak mau ke mana-mana diawasi olehnya.”

“Buat apa disingkirkan, harusnya kamu bersyukur mendapatkan pengawalan dari pria seperti Max. Dia sudah pasti akan menjagamu dengan baik, Yu.”

“Baik bagaimana, Van? Kamu belum pernah merasakan rasanya pengen mencekik seseorang karena sikapnya yang menyebalkan! Max jauh dari kata baik seperti yang kamu katakan. Kalau dia baik, aku tidak akan sepusing ini memikirkan cara untuk menyingkirkannya. Sumpah, aku beneran sangat membencinya!”

Ivander tertawa, sama sekali tidak merasa bersimpati dengan penderitaan Masayu. Ia justru menganggapnya keluhan tidak serius, padahal Masayu benar-benar ekstra keras ingin agar Max segera enyah dari kehidupannya.

“Jangan terlalu membenci, Yu. Ingat, batas antara benci dan cinta itu sangat tipis. Bisa-bisa kamu berubah mencintainya, syukur kalau Max juga balas mencintaimu, kalau hanya sepihak?” Ivander meletakkan miring jarinya ke kening. “Bisa-bisa kamu patah hati, stres, lalu lama-lama bunuh diri.”

“Amit-amit!” rutuknya.

“Makanya, terima saja. Anggap saja Max adalah berkah, dia bisa kamu suruh-suruh membawa belanjaanmu ke sana-kemari.” Ivander tegelak keras. “Kalau perlu, kamu pergi ke pasar belanja sayuran setruk dan minta Max membawakannya.”

Mendadak, Masayu mendapat ide untuk membuat pria itu kesal. Menjadikan Max sebagai kacung untuk membawakan belanjaannya, mengapa tidak?

Masayu tersenyum senang, ia akan sering-sering membuat Max kesusahan. Salah sendiri, diberi pilihan mudah untuk meninggalkannya, justru memilih tetap bertahan.

***

“Max mana? Tumben jam segini belum datang?” tanyanya. Kedua orang tuanya mengernyitkan kening, heran dengan sikapnya yang tidak biasa.

“Tumben sekali kamu mencari Max,” heran ayahnya. “Biasanya selalu pasang muka asem setiap melihat kedatangannya.”

“Kurasa aku harus memperbaiki sikapku padanya, Pa,” katanya manis, memulai rencananya. “Hari ini aku akan ke butik seperti biasa, agak siangan akan mengajak Max belanja sekaligus makan siang. Aku ingin membelikan beberapa barang untuknya sebagai permintaan maaf atas sikapku kemarin.”

“Baguslah. Baik-baik sama Max, dia yang akan menjagamu. Dan satu hal lagi, kamu harus selalu menurut pada perintahnya, dia melakukannya untuk kebaikanmu.”

“Oke, Pa.”

“Dia sebentar lagi datang, Papa harap kamu menjaga sikap. Jangan pernah menyentuh minuman keras lagi, Papa tidak ingin kamu mempermalukan diri di depan Max. Untung Max pria baik-baik, kalau saja bukan, bisa jadi dia sudah mengambil keuntungan darimu.”

Dasar bedebah! maki Masayu dalam hati. Ayahnya benar-benar percaya, bajingan itu pria baik-baik yang menghormati perempuan. Pasti aktingnya sangat jago sehingga mampu meyakinkan ayahnya dan meraih kepercayaan besar pria itu.

Lihat saja, Masayu akan membuat pria itu kehilangan kepercayaan ayahnya. Ia harus menunjukkan pada ayahnya, bahwa Max sama sekali tidak pantas mendapat kepercayaan untuk mengendalikan Masayu. Enak saja!

***

Mengenakan heels merah menyala dan rok mini warna senada, ia berjalan melenggak-lenggok, sengaja dibuat-buat.

Riasannya sangat menor, lipstick merah menyala memoles bibirnya yang menyunggingkan senyuman menggoda, jauh dari penampilan sehari-harinya. Sikapnya terkesan seperti perempuan nakal.

Max yang sedang duduk bersama adik dan ayah Masayu, menunggu perempuan itu untuk pergi ke butik seperti biasa, hanya mengangkat sebelah alis, sama sekali tidak terkejut dengan penampilan jalangnya. Justru Milka dan Hemawan yang dibuat ternganga.

 “Apa-apaan kamu ini, Masayu Anastasia! Ganti bajumu!” Milka mendelik dan berteriak memarahinya, lantas perempuan itu menoleh pada Max, memintanya agar tidak menatap putrinya.

“Kak Ayu seperti jalang yang sedang mencari pelanggan di pinggir jalan,” komentar Gio, adiknya yang masih remaja. Bocah itu mengangkat kepala dari layar ponsel dalam genggamannya dan berdecak tidak habis pikir.

“Aku sedang ingin menggoda seseorang, Gio Sayang,” balasnya santai. “Ingin tahu sealim apa orang itu sampai-sampai kebal terhadap pesona seorang perempuan.”

“Memang ada yang tidak tertarik pada perempuan secantik Kak Ayu? Ah, pasti dia tidak normal, atau bego, matanya udah buta.”

“Adikku sungguh pintar!” Masayu mengacak rambut Gio kasar sembari tertawa keras, remaja itu segera memprotes. “Sayangnya aku lebih berpikir dia hanya pura-pura alim.”

“Ayu!” jerit ibunya. “Ganti! Pakaian macam apa ini, hah! Seperti kekurangan bahan saja, Mama tidak pernah mengajarimu berpakaian tidak sopan seperti ini!”

Bangkit, Milka menyeret lengan putrinya dan membawanya masuk ke dalam kamarnya.

“Hapus juga riasanmu itu, kamu sudah mirip seperti perempuan nakal! Jangan berpikir akan menggoda Max lagi, Mama tidak akan membiarkan putri Mama bersikap seperti perempuan murahan!”

“Kak Ayu lagi berusaha menggoda Bang Max, Pa?” tanya Gio, menatap bergantian pada Max dan ayahnya. “Wah, tidak bener ini. Bang Max harus hati-hati, dia paling jago soal menggoda pria. Rumah tangga orang aja bisa dikacaukan sama kedipan matanya.”

Himawan menggeleng-gelengkan kepala. Omelan panjang istrinya terdengar dari dalam kamar putrinya disertai gerutuan Masayu.

"Om percaya, kamu bisa menjaganya dengan baik, Max, tidak akan terpengaruh dengan sikapnya yang kadang suka seenaknya sendiri.”

Bersambung …

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status