Dion mengecek ponselnya sesaat sebelum ia meletakkan gawainya itu di atas meja sudut dekat sofa. Dion menepuk-nepuk bantal di sudut sofa lalu menarik selimut untuk berbaring menyamping menghadap televisi. Ia tengah menonton berita malam sebelum acara komedi yang akan menemani waktu istirahatnya malam ini.
“Kok kamu tidur di sini, Mas?” tegur Venus yang datang menghampiri. Ia baru keluar dari ruang ganti dan akan bersiap untuk tidur lebih awal. Ternyata Venus malah menemukan kekasihnya Dion tiduran di sofa kamar sambil menonton televisi. Dion pun menaikkan wajahnya menengadah pada Venus lalu tersenyum.
“Gak kok, aku sedang mau santai saja, aku belum mengantuk kok. Kamu udah mau tidur ya?” Venus menggeleng sedikit mengerucutkan bibirnya. Dion yang masih mengulum senyum lantas menjulurkan tangannya untuk meminta Venus agar mendekat dan ikut berbaring dengannya.
“Sini Sayang, kita nonton TV sambil rebahan,” ajak Dion kemudian. Ven
“Ada apa ini?” Kapolres Gilang turun dari singgasananya dari lantai tiga karena mendapat laporan dari ajudannya atas ribut-ribut di lantai satu. Ia berjalan berkacak pinggang selayaknya pemimpin di kantor Polres.“Kenapa bentang-bentang spanduk begini? Kalian mau demo?” hardiknya lagi sambil menunjuk pada spanduk dan poster yang dibawa oleh anggota Dalmas berdemonstrasi di dalam kantor polisi.“Kami sedang menggunakan hak kebebasan berpendapat, Om ... eh Pak!” sahut Peter menjawab untuk membela kelompoknya. Kapolres Gilang langsung melotot pada Peter yang keceplosan memanggilnya dengan sebutan Om. Peter lalu menyengir aneh dan kembali datar.“Kalian ini sadar tidak apa yang sedang kalian lakukan?” tukasnya mulai memarahi seluruh anggota di depannya.“Ini kantor Polisi, kok malah dibikin guyonan! Mau menggunakan kebebasan berpendapat kok demo, di dalam kantor polisi lagi. Kalau masyarakat tahu bis
Tangis Laras pecah kala mendengar yang diucapkan Dion padanya. Dion menempatkan cincin pertunangan mereka di atas pangkuan Laras. Cincin itu dibeli oleh Dion dan Laras dua tahun lalu kala Dion akan dipindahkan ke Jakarta untuk kenaikan pangkatnya menjadi Inspektur Satu dan mengemban posisi baru sebagai Kepala Unit Pengendalian Massa di salah satu Polres di Jakarta.Saat itu, Dion dan Laras yang juga telah pindah kerja di Jakarta memutuskan untuk bertunangan terlebih dahulu. Harapan itu berpendar di mata Dion untuk Laras. Rasanya saat itu ia ingin langsung menikahinya saja daripada bertunangan. Namun Laras yang sesungguhnya mulai berubah oportunis meminta agar mereka hanya bertunangan dulu. Seandainya Dion tahu jika itu hanyalah cara agar Laras bisa menyembunyikan hubungannya dengan Rico yang sudah terjalin di belakang Dion.“Maafkan aku, Mas. Aku benar-benar menyesal,” isak Laras lalu memegang sebelah tangan Dion memohon maaf padanya. Dion hanya menat
Rasa lega itu menyeruak di dalam hatinya. Bebannya berkurang satu dan kini ia harus menghadapi beberapa hal sebelum berangkat ke US. Dion merogoh ponsel dari sakunya dan mengecek sesuatu. Dion tengah melaporkan visanya dan memastikan jika ia bisa berangkat beberapa hari sebelum Natal sehingga ia dapat memiliki waktu yang cukup untuk persiapan wawancara serta tes.Setelahnya, Dion menghubungi Venus sekali lagi. Seperti yang sudah bisa ditebak, Venus tidak mengangkatnya sama sekali. Dion menghela napas panjang dan berat. Rasanya seperti ada yang terus menusuk-nusuk dadanya. Ia jadi bingung, sebenarnya Venus mengambek atau dia sedang marah. Tapi apa alasannya?MANHATTANVenus menatap begitu saja layar ponsel yang berkedip-kedip di depannya. Ia meletakkan ponsel itu di atas meja kaca. Matanya sedikit memicing dengan wajah tanpa senyum menatap nama si penelepon yang tengah menghubunginya. Sudah nyaris lima hari Venus tidak mengangkat panggilan dari Dion sama sekali.
Perlahan Dion berlutut lalu melakukan sungkeman pada neneknya Sulastri. Dion menundukkan kepala dan memberikan rasa hormatnya pada satu-satunya orang tua yang telah merawatnya sedari kecil.“Aku datang untuk memohon maaf sama Mbah atas semua yang aku lakukan selama ini, yang menyakiti hati Mbah. Tolong maafkan aku, Mbah,” ujar Dion masih menundukkan kepalanya.Budhe Dewi tersenyum haru melihat Dion yang datang ke rumahnya untuk bertemu sang nenek. Begitu pula dengan Pak Dhe Halim yang ikut tersenyum menyaksikan Dion menundukkan kepalanya meminta maaf pada sang nenek.Tangan nenek Sulastri menyentuh rambut belakang Dion dan menepuknya lembut. Dion lalu menaikkan wajahnya untuk melihat sang nenek. Ia tersenyum perlahan saat sang nenek juga tersenyum padanya.“Mbah, aku minta maaf sudah membuat Mbah kecewa. Aku memilih pilihan yang salah yang membuat Mbah jadi sulit. Maafkan aku, Mbah ...” ungkap Dion dengan lembut dan penuh haru. Nen
“Mbah, aku kan juga ingin mengejar kebahagiaanku. Dan aku sungguh mati jatuh cinta dengan Venus. Tolong, Mbah. Berikan aku restu ...” pinta Dion memohon di kaki neneknya.“Ndak, dia itu anak Winthrop! Kamu kok ya kecantol sama dia! memangnya tidak ada perempuan lain? Jangan-jangan kamu dipelet sama dia!” tuding nenek Sulastri begitu kesal.“Yo mosok bule pake dukun! Memangnya orang bule percaya klenik, ada-ada saja Ibu ini, hehe!” celetuk Pak Dhe Halim malah terkekeh menertawai ibu mertuanya. Dewi yang semula tegang jadi ikut tersenyum.“Bisa saja toh! Cucuku dijampe-jampe pakai dukun luar negeri yang lebih sakti! Kalau ndak ngapain dia sampai berpikir untuk berhenti jadi Polisi?!” tukas nenek Sulastri masih sengit. Pak Dhe Halim hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar ibu mertuanya yang mulai bicara konyol.“Mbah, aku punya alasan mengapa aku harus memutuskan untuk berhenti menjadi Polisi. Bukan
KEJURCAB PENCAK SILAT SURABAYA“Ciaattt ... chiaaatt!” pekikan para peserta turnamen pencak silat Surabaya yang tengah berkompetisi terdengar di seluruh lapangan. Beberapa peserta tengah menjalani babak penyisihan sebelum naik ke semi final dan final untuk menentukan juara.Dion Elang Juliandra merupakan salah satu peserta yang ikut turnamen tersebut. Ia siswa senior yang mewakili sekolah sekaligus ikut membawa nama perguruan pencak silat tempatnya berlatih.“Hyaatt!” Dion menendang dengan tepat sehingga lawannya tersungkur dan wasit menunjuk poin untuk Dion. Pertandingan dimenangkan oleh Dion dengan skor akhir yang sempurna. Ia berhak maju ke babak semifinal setelah menyisihkan banyak peserta. Setelah ditunjukkan pemenang, Dion memberi hormat dan salam lalu memeluk lawannya. Ia berjalan ke pinggir lapangan sambil terengah dan tersenyum.Tangannya melambai pada Laras yang ada di atas tribun penonton. Laras melambaikan tangannya beg
“Lima tahun, kami berhubungan di belakang lo selama lima tahun,” aku Rico kemudian. Dion terpaku beberapa saat tak percaya mendengar pengakuan Rico.“Lima tahun? Itu artinya kalian selingkuh di belakangku sebelum aku bertunangan dengan Laras?” Rico mengangguk. Ia sudah tidak perlu lagi menyembunyikan apa pun dari Dion.“Lantas untuk apa dia menerima lamaranku jika ...”“Dia kasihan sama lo. Dia bilang lo terlalu baik dan dia gak tega untuk memutuskan hubungan kalian. Lagi pula gue kan sudah menikah, makanya lo jadi yang pertama dan gue menjadi yang kedua!” jawab Rico sesantai mungkin.Rasanya seperti ada batu di kerongkongan. Naik turun napas jadi berat dan tercekat. Dion tidak pernah mengira jika ia hanya menjadi mainan Laras selama ini.“Dia gak pernah mencintai aku kan?” gumam Dion dan Rico memilih tidak menjawab.“Lalu kenapa kamu gak mau bertanggung jawab saat dia h
“Bagaimana kabar kamu, Sisca?” tanya Dion berbasa-basi di dalam mobil saat sedang dalam perjalanan. Sisca yang duduk di kursi penumpang depan tersenyum sekilas menoleh pada Dion.“Ya beginilah. Aku harus menjadi Ibu dan Ayah di satu waktu,” jawab Sisca mulai santai. Sesekali ia menengok ke belakang melihat kedua anaknya. Kenzi sedang bermain rubrik berwarna sedangkan sang adik masih sibuk dengan mainan yang bergantungan di atas keranjang bayi. Keduanya duduk dengan santai dan nyaman.“Aku turut sedih dengan apa yang menimpa kamu dan Rico. Bagaimana keadaan anak-anak? Apa mereka sudah tahu soal ayahnya?” tanya Dion masih menyetir dengan baik. Sisca hanya menunduk dan tidak menjawab. Raut wajahnya terlihat sedih dan ia memilih untuk membuang pandangnya ke luar.Dion yang melihat hal itu tidak ingin meneruskan. Mereka sama-sama terluka oleh hubungan yang rumit yang terjadi dan melibatkan keduanya.“Apa kamu sudah mak