Juni berjalan mondar-mandir di tengah kamar, memikirkan bagaimana cara untuk keluar dari rumah ini karena ternyata dia tidak bisa pergi sesuka hatinya.
Apa sebaiknya ia mengatakannya pada Saga? Haruskah ia melaporkan jika ia ingin pergi dari rumah ini?
Ah, itu tidak mungkin. Saga tidak semudah itu untuk diajak bicara mengenai hal ini. Juni sudah tahu tabiat lelaki itu.
Saga mungkin saja akan kembali melayangkan pistol ke kepalanya atau mungkin mencekiknya sampai mati.
Juni mengernyit, menyesal telah berpikiran baik tentang lelaki itu. Dia sama saja. Dia mungkin saja berlaku lembut untuk menarik hati Juni agar tidur dengannya.
Dan dengan bodohnya Juni merasa lelaki itu sudah menghargai dan memperlakukan dirinya seperti yang seharusnya.
Laki-laki memang sangat sulit dipercaya.
BRAK!
Pintu digebrak tiba-tiba sehingga Juni terlonjak dan hampir saja terjatuh. Jantungnya seolah hendak melompat keluar.
Saga berjalan cepat
Saga memijat pelipisnya saat rasa sakit menyerang kepalanya tanpa ampun. Sepersekian detik kemudian, ia mengerang kala rasa panas mengaliri dadanya.Ia bangun dengan cepat dan kembali duduk di tepi ranjang. Mencoba menelaah rasa sakit yang dialaminya.Panas di dada dan menjalar ke seluruh tubuh. Rasa pening di kepala. Lalu perlahan miliknya di bawah sana mengeras diikuti dengan gairah yang meluap-luap.Sial!Saga meraih gelas bekas minumnya yang sudah kosong kemudian mengendus baunya, benar saja air dalam gelas itu sudah dicemari dengan obat perangsang dengan dosis yang sepertinya sangat tinggi.Ia mendesis. "Keparat! Siapa yang sudah beraninya memberiku obat sialan itu!"Dengan geram Saga keluar dan membuka pintu secara kasar. Didapatinya seorang pelayan muda berdiri di depan pintu."Mana Lenna?" tanyanya dan si pelayan mengangkat wajah untuk menatapnya secara langsung.Sebelah alis Saga terangkat. Baru kali ada se
Saga mengerang dan merintih kesakitan. Rasa panas menjalar di dadanya hingga ke seluruh pembuluh darahnya.Sekarang ia berada di kamar lantai satu untuk meredakan sisa-sisa gairah yang membakarnya.Sialan! Ini terlampau sulit untuk dikendalikan. Hampir pagi dan efek dari obat itu masih terasa.Saga melirik nakas yang kosong. Tak ada air sama sekali. Dengan linglung, ia keluar kamar dan berjalan menuju dapur.Dapur masih kosong dan belum terlihat satu pelayan pun. Biasanya mereka akan keluar pukul setengah 6 pagi artinya masih tersisa 30 menit lagi sebelum dapur ini dipenuhi oleh pelayan yang berlalu lalang.Ia segera berjalan menuju kulkas untuk mencari air dingin. Demi apa pun tenggorokannya seolah terbakar.Belum juga sampai di depan kulkas, ia sudah dikejutkan dengan sosok yang tiba-tiba saja muncul dari depan kulkas sambil menggigit sebuah apel."Juni?" Pencahayaan yang remang-remang membuat Saga bertanya dengan nada r
Dua hari berlalu sejak kejadian Saga yang mencoba menembak Juni lalu menyita ponselnya.Sejak itu pula Juni tak ingin bertemu dengan Saga, entah itu di meja makan, di ruang tengah yang mana tidak pernah Juni datangi, pun dengan perpustakaan yang ia yakini mungkin saja Saga juga akan berkunjung ke sana.Juni hanya berada di kamarnya. Memikirkan banyak hal tentang apakah dia mesti bertahan beberapa waktu lagi atau mencoba sebisa mungkin untuk keluar dari penjara neraka berkedok istana ini.Saga tak pernah lagi datang ke kamar Juni dan memaksanya ikut makan. Lelaki itu seolah memberi ruang bagi Juni untuk mendinginkan kepala dan hatinya.Baguslah. Juni memang tidak ingin bertemu dengannya.Ia hanya butuh ponselnya.Karena seberapa pun dia mencoba berpikir untuk tinggal lebih lama lagi dan melihat perubahan Saga alias memberinya kesempatan, Juni tetap merasa ia hanya membuang-buang waktu.Saga tak menginginkan Juni
Esoknya Juni memutuskan ikut sarapan. Ia tak bisa mendapatkan ponselnya jika terus-terusan mengabaikan Saga.Mereka duduk di ujung meja masing-masing dan makan dalam diam. Tak ada suara apa pun selain denting piring yang beradu dengan sendok dan pisau makan.Meski begitu, hanya Juni yang mengabaikan Saga. Sedang lelaki itu begitu khidmat memandangnya tanpa putus. Seolah Juni adalah malaikat yang tidak berwujud manusia."Akhirnya kau ikut makan juga," ucap Saga di tengah makan mereka—lebih tepatnya hanya Juni yang makan karena mata lelaki itu terfokus sepenuhnya padanya.Juni mengabaikan. Tak mengangkat wajah, tak jua mengangguk ataupun bersuara. Seolah ucapan Saga barusan hanyalah nyanyian nyamuk yang lewat. Dia tetap fokus pada makanan di piringnya.Saga memejamkan mata rapat-rapat sembari menahan gelombang amarah di dadanya. Desah napasnya yang menggebu ia coba untuk pelankan.Ada gejolak asing yang masih coba ia renungkan. Pada gest
Saga menggandeng Juni memasuki kamarnya dengan tergesa, seolah gairahnya tak lagi dapat ia tahan.Untuk sejenak hati Juni berdenyut nyeri. Bahwa lelaki ini hanya menginginkan tidur dengannya. Ia hanya ingin Juni menurut dan melayani hasratnya.Juni tersenyum nanar kala Saga membaringkannya di atas kasur dan kembali mencumbu dadanya dengan lihai seolah tak ada lagi waktu yang tersisa untuk mereka.Gerakannya gesit, namun begitu ahli dan sangat tahu cara membuat Juni menikmati setiap sentuhannya. Bahkan Juni tak merasakan dirinya sudah telanjang bulat di bawah kuasa Saga dengan tatapan penuh pemujaan dari lelaki itu."Ah, kau sangat indah. Aku ingin memilikimu. Aku menginginkanmu ... lagi dan lagi." Kemudian menghunjamkan ciuman mesra di sepanjang perut juni.Sekian menit yang dipenuhi oleh desahan dan gairah yang meluap-luap, di situlah Juni merasakan senjata keras Saga mencoba menembusnya."Kau begitu indah," katanya lagi. Entah sudah
Dua hari kemudian, kediaman Atlanta .... Seorang pelayan berkuncir dua menunduk dengan Lenna di hadapannya. Sang kepala pelayan tengah memeriksa sebuah surat yang baru saja diserahkan pelayan itu. "Apa penyakitnya separah itu?" "Ya, Kepala. Sebenarnya sudah lama ia mengalami gejalanya, tapi baru sekarang penyakitnya ketahuan setelah ia memeriksanya ke dokter. Dia ingin fokus berobat dulu." "Aku turut berduka. Sampaikan salamku pada kakakmu, Serina." Serina masih menunduk. "Baik. Terima kasih atas pengertiannya. Anda sangat baik." "Pergilah. Aku akan mengirimkan tunjangan dan gaji terakhir untuk kakakmu nanti." "Baik, terima kasih. Saya akan mengemasi barang-barang Kakak." Pelayan bernama Serina itu menunduk hormat lalu berlalu dari hadapan Lenna. Tiga puluh menit kemudian, Serina sudah berada di depan pintu utama dengan sebuah koper besar di tangannya dan ransel di punggungnya. Ia ditahan oleh beberapa pengawal se
Saga mengakui ... bahwa keberadaan wanita itu begitu penting. Saat ia dengan tergesa menyelesaikan rapat dan tanpa basa-basi pulang ke rumah.Ia tahu dirinya telah jatuh begitu dalam. Membiarkan dirinya tenggelam seperti halnya Rosalia. Saat dia dengan bodohnya melupakan apa saja yang Juni lakukan di belakangnya.Saat ia menurunkan ego untuk meminta maaf terlebih dahulu dan pulang dengan cepat untuk memeluknya erat.Sama seperti dua hari sebelumnya, Saga juga pulang empat jam lebih awal sebelum malam mengambil alih.Dengan dada berdebar antusias, ia langsung menuju kamar Juni. Setengah berlari dan menahan gejolak asing di hatinya.Dibukanya pintu kamar Juni sedikit lebih keras, lalu kemudian menyesal. Mungkin saja Juni akan kaget. Ah, sepertinya dirinya sedikit terlalu antusias.Namun, yang ditemuinya bukan Juni yang terkesiap atau menatapnya dalam, melainkan kekosongan.Mungkinkah ia sedang berjalan-jalan di sekitar
"Nyonya tidak ada di mana-mana, Tuan," lapor Edward. Walau terlihat datar, tapi sorot matanya menyiratkan kekhawatiran yang kental.Rahang Saga semakin mengetat. Rambut kelamnya teracak liar dan sorot matanya berkilat bengis menatap lantai seolah benda itulah yang telah menenggelamkan Juni ke dasar tanah."Cari," bisiknya rendah, hampir-hampir seperti desisan. "Cari sampai ketemu.""Baik." Edward tetap mempertahankan gestur tenang dan profesional-nya."Bawa Lenna ke hadapanku," perintah lelaki itu kemudian.Tanpa menunggu lama, Lenna sudah berdiri di hadapan Saga yang tengah duduk terpaku di atas sofa.Saga mengangkat wajah dan menghunjam Lenna dengan pandangan mengintimidasi."Apa ada petunjuk menghilangnya Juni?""Tidak, Tuan. Kami sudah mencarinya tapi tak ket—""Laporkan semuanya! Semua yang terjadi selama dua hari ini. Apa pun itu. Sekecil apa pun, aku ingin tahu.""Baik."Lenna melaporkan banyak