Share

5. Kurebut Kembali Hakku

last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-16 10:29:41

**

Hanya saja, semua terlupa saat kasur king size di ruangan itu membuatnya terlelap. Gadis itu jatuh tertidur lebih cepat sebab semua yang terjadi pada hari ini membuatnya sangat lelah.

Terlebih, Bella panik kala mengingat rencana keduanya keesokan paginya. Apakah semuanya akan berjalan seperti yang ia harapkan?

“Apakah kau gugup?” tanya Giovanni yang baru turun dari mobil. Pria itu menyadari gerak-gerik wanitanya.

Wanita itu sontak mengangguk menatap lobby Paradise Hotel.

“Kau bisa melakukan ini.” Tanpa basa-basi, ia meraih jemari Bella dan menarik tangan sang istri untuk memasuki hall Paradise Hotel yang saat itu didekorasi dengan mewah.

Tamu-tamu berbusana indah dan mahal bertebaran di penjuru ruangan.

Mereka semua seperti ikut merayakan luka hati Isabella yang berdarah-darah. Dan oleh sebab itu, rasa gugup gadis itu mendadak lenyap. Digantikan dengan api yang membara di dalam dadanya.

“Mereka bersenang-senang di atas penderitaanku,” desis Bella. “Sama sekali tidak bisa dibiarkan.”

Gadis itu mengeratkan pegangannya di lengan Giovanni. Kini tidak ada gugup atau takut, hanya kemarahan membara yang tergambar jelas di kedua matanya.

Dan Giovanni menyukai itu. Seringainya terbit. Ia mengecup puncak kepala Bella dengan sayang. Yeah, sejujurnya Giovanni tidak suka perempuan yang terlalu lembut. 

“Selamat untuk pernikahan kalian.” Bella berujar dengan percaya diri ketika sampai di depan pelaminan. “Aku turut berbahagia.”

“Oh, baguslah,” timpal Tracy dengan muak. Pandangan gadis itu jatuh kepada Giovanni, yang pagi itu jujur saja jauh lebih tampan daripada Andrew Harper, sang mempelai pria. “Siapa yang kau bawa ini, ngomong-ngomong? Kau menyewanya di mana?”

“Jaga mulutmu, Tracy,” sahut Isabella, “Aku tidak akan memaafkan siapapun yang menghina suamiku.”

“Suami, katamu?” Gadis yang lebih tua daripada Bella itu berdecih mengejek. “Kau sefrustasi itu sampai mengada-ada? Kau pikir kami semua bodoh?”

“Terserah. Kau bisa memeriksanya sendiri di catatan sipil nanti. Oh, selain untuk memberi kalian selamat, kedatanganku kemari juga untuk mengingatkan. Aku menikah kemarin,

sebelum kau. Maka hak waris tetap menjadi milikku.”

“Apa?”

“Jangan lupa membayar sewa jika acara kalian berakhir nanti. Kau bukan lagi Corporate Owner hotel ini. Oh, dan satu lagi, Andrew, kau dipecat dari posisimu sebagai General Manager. Segera kemasi barang-barangmu di kantor besok. Perusahaan tidak bisa terus mempekerjakan orang yang tidak punya pendirian seperti dirimu.”

Tentu saja semua hadirin yang datang mendengar kata-kata Bella. Mereka semua sedang tercengang sekarang. Memandang penuh rasa ingin tahu kepada perempuan yang masih berdiri penuh percaya diri di depan pelaminan itu. Semua kegiatan dihentikan karena pemandangan di depan lebih menarik. Sementara sepasang mempelai berdiri seperti patung. Tampak begitu terguncang dengan kejutan yang mereka dapatkan. Rencana Tracy dan Andrew gagal total, ditambah lagi keduanya dipermalukan dengan telak di hadapan publik.

“Ka-kau ….” Tracy tercengang. Wajahnya tampak memucat. “Omong kosong apa yang kau katakan ini, sialan?”

“Aku hanya mengatakan kebenaran, bukan omong kosong.” Bella mengangkat bahu. “Jika kau mengambil sesuatu yang bukan hakmu, maka semesta akan mengambil milikmu dengan lebih banyak. Paham, Sista?”

“Keparat kau, jalang!”

“Kau yang jalang.”

“Menyingkir dari sini, Bella!”

Sesungguhnya, Bella tersentak kaget mendengar kata-kata itu. Ia menoleh kepada sang mantan tunangan yang sedang memandangnya dengan dingin. Ia tahu keadaan dirinya dengan Andrew kini sudah lain, namun mendengar pria itu berkata kasar kepadanya, rasanya benar-benar menyakitkan. Kendati demikian, Bella berusaha menutupi lukanya dengan tetap bersikap seperti sebelumnya. Satu sudut bibirnya terangkat sementara ia mematai Andrew Harper yang pucat pasi saking marahnya.

“Jangan khawatir, Andrew. Aku akan pergi tanpa harus kau usir. Lagi pula misiku sudah selesai sekarang. Silahkan lanjutkan pernikahanmu.”

“Apa yang terjadi? Apa ada sesuatu? Astaga, kau benar-benar datang?” Tergopoh-gopoh keluar dari balik stage, Marita menghampiri putrinya yang berdiri gemetaran dan nyaris menangis. Wanita itu mendelik murka kepada Bella. 

“Kau masih bisa bertingkah, Bella? Seharusnya kau tahu diri! Aku sudah memperingatkanmu dari kemarin! Apa yang kau lakukan kepada putriku, ha?”

“Wah, sepertinya ibumu ketinggalan pertunjukan, Tracy,” ejek Bella dengan decih tawa pelan. “Tapi tidak apa-apa, aku akan menjelaskannya lagi dengan senang hati.”

“Aku bilang menyingkir dari sini, Bella! Apa kau tuli? Pergi, atau aku akan mendorongmu keluar?”

Sebelum Bella bisa melanjutkan berkata-kata, Andrew mengulangi gertakannya. Pria itu melangkah maju untuk mendekati Bella, namun dengan sigap Giovanni menghalangi.

“Kau tidak diizinkan menyentuh istriku,” katanya dengan suara dingin yang mengandung maut. Pria itu membungkuk dan berbisik di telinga Andrew sehingga yang lain tidak bisa mendengarnya. “Akan kupatahkan lehermu sekaligus jika kau berani menyentuh Isabella, walau hanya seujung kuku, asshole!

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   78. Sudut Pandang Damian

    **Di pinggiran kota San Diego, jauh dari gemerlapnya kota cantik itu, tersembunyi di balik hutan pinus yang lebat, berdiri sebuah rumah megah berarsitektur klasik Eropa. Bangunan itu nyaris tak terlihat dari jalan raya, tertutup pepohonan dan tembok tinggi bercat abu-abu gelap. Tak seorang pun mengira bahwa rumah itu bukan sekadar hunian—melainkan markas rahasia milik Damian Estes.Malam telah jatuh sempurna. Hujan gerimis menetes pelan di atap kaca rumah itu, menciptakan irama monoton yang bergema di seluruh ruangan. Di sebuah ruang kerja luas berlampu temaram, Damian duduk sendiri di kursi kulit hitamnya yang megah, menghadap deretan layar monitor yang menampilkan rekaman dari berbagai kamera pengintai. Foto-foto bertebaran di atas meja di hadapannya.Salah satu layar memperlihatkan tangkapan gambar CCTV—sebuah adegan dari lobi Paradise Hotel. Seorang pria berjas hitam berdiri mematung di depan resepsionis, menatap lurus ke arah kamera. Wajahnya tegas, matanya tajam. Itu adalah dir

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   77. Aksi Nyata

    **Pada malam harinya, lampu kamar hanya menyala temaram. Bella duduk di tepi ranjang dengan tangan mengusap pelipisnya, ponsel diletakkan terbalik di meja kecil. Beberapa jam lalu, Damian kembali mengiriminya pesan. Tidak mengancam secara langsung, tapi cukup membuat pikirannya tidak tenang."Kau masih memilih diam. Tapi diam bisa jadi mematikan, Bella."Bella tahu, jika Giovanni sampai tahu bahwa Damian terus mengganggunya — bukan hanya lewat kata-kata, tetapi lewat tatapan, kunjungan mendadak, dan kehadiran yang menyusup di sela-sela hidupnya — maka akan ada pertumpahan darah. Bella tidak ingin menjadi penyebab perpecahan keluarga, yang dari sebelumnya memang sudah retak itu."Aku harus menyembunyikan semua ini," gumam Bella pelan, "bahkan jika itu berarti menyembunyikan sebagian kebenaran. Aku tidak bisa membiarkan Giovanni tahu bahwa Damian terus mengirimiku pesan-pesan seperti ini."Bella mulai menghapus pesan-pesan dari Damian, mengganti jalur keamanan hotel, dan meminta staffn

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   76. Bukan Sekedar Ancaman

    **Paradise Hotel, Lobi Utama — Pukul 11.42 SiangLangit San Diego berwarna biru pekat di luar kaca tinggi Paradise Hotel. Gedung bertingkat itu berdiri megah di tengah hiruk-pikuk kota, namun tetap tenang dengan arsitektur elegan bergaya Mediterania modern. Di dalam lobi, aroma parfum mawar putih menyambut setiap tamu, bercampur dengan suara piano lembut yang mengalun dari sudut ruangan.Bella berdiri di dekat meja resepsionis, mengenakan setelan kerja berwarna krem dan sepatu hak rendah. Rambutnya disanggul rapi, dan wajahnya menunjukkan profesionalisme mutlak — setidaknya, hingga suara langkah itu kembali terdengar.Langkah yang tidak asing. Berat. Percaya diri."Aku rasa aku mulai jatuh cinta pada desain interior tempat ini," suara bariton itu terdengar dari arah belakang.Bella menegakkan tubuhnya seketika. Bahunya menegang. Ia tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa yang baru saja datang. Ia sudah sangat mengenal suara itu, walau efeknya membuat perasaan menjadi sangat tidak

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   75. Luka Yang Tak Pernah Sembuh

    **Sepuluh tahun yang lalu, sebelum Giovanni memegang tampuk kekuasaan sebagai Don kelompok bawah tanah Casa Nero, ia dan Damian tumbuh bersama di bawah bayang-bayang kekejaman sang kepala keluarga, Don Vittorio Estes— kakek mereka. Yah, seperti yang sudah menjadi rahasia umum, Luigi Estes selaku keturunan langsung dari Vittorio memilih membelot, sehingga pria tua bertangan besi itu memutuskan menghapus nama Luigi dari silsilah keluarga dan lebih fokus menggembleng Giovanni dan Damian saja.Don Vittorio mendidik keduanya dengan tangan besi, menyamaratakan rasa sakit dan kekuasaan sebagai bekal hidup di dunia mafia. Tapi bahkan dalam kekejaman yang dibagikan sama rata, favoritisme tidak bisa disembunyikan.Giovanni, anak dari putra sulung keluarga, selalu dianggap pewaris sah. Sejak kecil, ia dilatih untuk berpikir tajam, memimpin pasukan, dan tidak menunjukkan kelemahan. Damian, anak dari adik Don Vittorio yang dibunuh karena pengkhianatan, diangkat kembali ke dalam keluarga karena ra

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   74. Only Mine

    **Langkah Giovanni mantap, namun tangannya menggenggam lengan Bella seolah ia sesuatu yang bisa hilang kapan saja jika tidak dijaga erat. Bella berusaha menyesuaikan langkah, meski lututnya masih terasa lemas. Setiap inci kulitnya terasa seperti terbakar oleh tatapan Damian yang tadi — dan lebih dari itu, oleh kemarahan yang mendidih di balik wajah tenang sang suami.Mereka tiba di balkon pribadi Giovanni, yang menghadap langsung ke laut. Jujur saja, Bella jarang mengunjungi tempat ini. Angin laut meniup lembut helaian rambut Bella yang terurai. Giovanni melepaskan genggaman tangannya, namun tetap berdiri di hadapan perempuan itu.Sejenak, keduanya saling hening, tak ada yang bicara. Hanya suara debur ombak dan helaan napas mereka yang timbul tenggelam.Lalu Giovanni mengambil suara. Pelan, namun terdengar tajam. Ia memandang sang istri lurus, nyaris penuh tuntutan."Apa kau takut padanya, Bella? Katakan."Bella menunduk. Suaranya nyaris tak terdengar. "Aku hanya takut dia akan memb

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   73. Semakin Nekat

    **Ruang makan utama, Mansion Casa Nero, San Diego — Pagi hari yang sedikit berawan.Cahaya redup matahari pagi menembus jendela-jendela kaca besar yang menghadap langsung ke lautan Pasifik. Riak ombak terlihat dari kejauhan, berkilauan disinari mentari. Aroma kopi hitam yang pekat bercampur dengan harum roti panggang dan bacon memenuhi ruangan makan yang luas dan mewah itu. Marmer putih membentang di lantai, dan chandelier kristal menggantung di atas meja makan panjang yang hanya diduduki oleh dua orang pagi itu — Giovanni dan Bella.Bella duduk tegak di kursinya, mengenakan gaun rumah sutra berwarna lembut. Tangannya menggenggam cangkir teh dengan hati-hati, seolah khawatir getaran halus dari jemarinya akan membuat porselen itu pecah. Ia sesekali melirik Giovanni, pria di hadapannya yang sedang memotong daging sarapan dengan tenang, penuh presisi. Realistis, perfeksionis, dan sangat tampan pagi ini.Giovanni — dengan kemeja putih bergaris halus, lengan tergulung sampai siku, dan ram

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status