Share

4. Pernikahan Dadakan

last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-15 21:54:59

**

“Aku? Sudah kubilang, aku Giovanni Estes.” Pria rupawan itu tersenyum. Senyumnya sungguh mempesona, sampai membuat Bella rasanya hampir mengiyakan apapun yang pria itu katakan.

“Tap-tapi, jika hanya menikah, apakah itu akan menguntungkanmu? Maksudku, apakah sebanding dengan apa yang kau terima? Jika tidak, bukankah kau akan menderita kerugian?”’ tanya Bella penasaran.

“Jika aku menawarkan demikian, tentunya aku sudah mempertimbangkan untung ruginya, Nona. Jadi sekarang bagaimana, kau menerima tawaran ini atau tidak? Aku membantumu mendapatkan kembali hakmu, dan kau menjadi istriku sampai orang tuaku meninggal.”

“Ap– hei! Tidak boleh berkata begitu! Kau menyumpahi orang tuamu sendiri untuk meninggal?”

“Jangan cerewet, Isabella! Kau bersedia atau tidak?”

“Aku– sebentar, dari mana kau tahu namaku? Seingatku aku belum memperkenalkan diri?”

“Mudah saja untukku mengetahui hal seperti itu. Tidak perlu kau pikirkan.”

Benar juga. Itu bisa Bella tanyakan lagi nanti. Sekarang yang harus ia pikirkan adalah, apakah ia harus menerima tawaran ini?

Jika Bella bisa menikah sebelum hari esok, lebih dulu dari pernikahan Tracy dan Andrew, maka ia menang. Paradise Hotel tidak jadi jatuh ke tangan ibu dan kakak tirinya.

“Giovanni?”

“Bagaimana?”

“Mungkinkah kita bisa melangsungkan pernikahan secara mendadak? Maksudku, jika aku bisa menikah lebih dulu dari Tracy, maka hak waris itu tetap aku yang pegang.”

“Kapan saudari tirimu menikah?”

“Besok pagi, sekitar pukul sepuluh.”

“Ayo kita permalukan mereka besok.”

Suara yang mendominasi dan penuh keyakinan itu membuat Bella tersentak.

Mengapa kedengaran menarik? Sekali lagi, apakah ini hanya lelucon?

Tapi, Giovanni ternyata menepati janji!

Sembari memandangi selembar akta pernikahan di tangannya, Bella kini dibuat kebingungan. Bagaimana ia dan Giovanni bisa mendaftarkan pernikahan di catatan sipil semudah itu?

Entahlah. Bella tidak tahu. Sepertinya, segalanya tampak mudah di tangan Giovanni Estes ….

“Ayo kita pulang.”

Bella terhenyak dari lamunan. Ia mengangkat wajah dan mendapati pria yang kini sudah menjadi suaminya, tersenyum di hadapannya.

“Pu-pulang ke mana?”

“Jangan pikir karena kau menganggapku gigolo semalam, aku benar-benar gigolo yang tidak punya tempat tinggal, Bella.”

“Astaga, maafkan aku tentang itu. Aku sama sekali tidak menganggapmu begitu, Giovanni.”

Pria itu terkekeh pelan. “Bercanda, Sayang. Ayo kita pulang sekarang.”

Ia menggenggam tangan Bella dan membawanya masuk ke dalam mobil. Kemudian melajukannya menyusuri sepanjang jalan utama San Diego yang padat. Pantulan matahari sore yang nyaris tenggelam membias pada permukaan air laut di tepi pantai yang menghampar sepanjang jalan.

“Bukankah ini hari yang sempurna untuk menikah?” Giovanni berkata sementara masih berkonsentrasi mengemudi mobilnya.

“Ap-apa?”

“Dan langitnya cerah. Seharusnya ini juga malam yang sempurna untuk melakukan malam pertama. Tapi sayang sekali, kita sudah mencuri waktunya semalam. ”

Bella tersedak napasnya sendiri, dan karenanya Giovanni melayangkan seringai lebar.

Mobil hitam itu memasuki sebuah rumah megah seperti kastil yang berada di pinggir kota San Diego. Agak menepi ke bukit di tepi pantai, sehingga membuatnya benar-benar terlihat bagaikan istana kerajaan.

Bella menelan saliva. Teringat kembali, semalam ia meninggalkan hanya beberapa ratus dollar untuk lelaki pemilik istana ini? Benar-benar memalukan.

Ketika mobil sudah berhenti di basement, hal tak terduga terjadi. Giovanni mendekat dan mencium bibir Bella dengan tiba-tiba. Gadis itu terkejut, namun tidak bisa menghindar.

“Ap-apa yang kau lakukan?”

“Mencium istriku.”

“Gio–”

Kata-kata Bella terputus karena suara ponsel Giovanni berdering nyaring. Pria itu mendesis kesal. Ia menjauh dari Bella dan meraih benda pipih yang tergeletak di atas dashboard.

Ia kemudian terlibat percakapan yang serius. Bella hanya bisa memandangi suaminya dengan tatapan penuh tanya sampai pria itu selesai berbicara.

“Aku akan mengantarkanmu ke kamar, Bella.”

“Apa yang terjadi?”

“Ada pekerjaan yang harus aku lakukan.”

“Malam ini juga? Haruskah?”

Giovanni diam. Ia memandang Bella dalam-dalam dengan sepasang netra hitamnya yang seperti mata serigala itu. “Kau sudah mengucap janji akan menikah denganku dan menjadi istri yang baik sampai orang tuaku mati.”

“Su-sudah kita lakukan, kan?”

“Kau tidak bisa mundur apapun yang terjadi, Bella.”

“Kenapa aku harus mundur?”

Giovanni mengambil jarak sedikit. Kali ini ia tampak lebih rileks. Ia memandang sang istri dengan seringai yang kembali tersemat di bibirnya.

“Kau akan tahu nanti. Maafkan aku, tapi malam ini kau harus tidur sendiri dulu, okay?”

Bella menelan saliva. Entah mengapa pertanyaan pria itu sarat makna?

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   94. Lepaskan Aku!

    **"Jangan menangis, Sayang ...."Damian berbisik. Menyentuh daun telinga Bella dengan napasnya yang hangat. Bar kecil itu begitu sepi, hanya temaram lampu kuning redup yang memantul di meja panjang, dan aroma alkohol yang samar masih bertahan di udara. Kursi-kursi kosong berderet rapi, seolah tempat itu telah lama ditinggalkan pengunjung terakhirnya. Hanya ada suara napas terburu-buru Bella yang bergema lirih, bersaing dengan detak jarum jam tua di dinding.Damian masih mendekap Bella erat di dalam pelukannya. Tubuhnya yang tegap seakan menjadi dinding kokoh, mengurung Bella agar tidak bisa bergerak ke mana pun. Bella meronta, namun pelukan itu terlalu kuat.“Damian … lepaskan aku …” suara Bella bergetar, hampir seperti bisikan. "Hentikan kegilaanmu, biarkan aku pergi!"Air mata menetes di pipinya, mengalir begitu saja tanpa bisa ditahan. Damian menundukkan wajah, jemarinya yang besar menyusuri sisi wajah Bella, mengusap lembut tetesan bening itu.“Jangan menangis,” ucap Damian liri

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   93. Crazy Bastard

    **Bella terkesima mendengar pernyataan cinta yang sama sekali tidak romantis itu. Ia menatap Damian dengan alis berkerut."Kenapa? Aku sudah berulang kali mengatakan ini kepadamu. Aku mencintaimu, bahkan lebih dari Giovanni mencintaimu. Itu juga jika Giovanni mencintaimu.""Hentikan omong kosongmu itu, Damian. Sekali lagi aku tegaskan kepadamu, jangan sekali-sekali berani bermain licik dan melukai Giovanni dari belakang.""Jika tidak apa?""Jika tidak, aku tidak akan pernah sudi mengenalmu dan berbicara denganmu lagi selamanya!"Bella sama sekali tidak mengira dengan respon Damian setelah mendengar gertakannya. Pria itu --sangat mustahil-- terlihat begitu sedih. Bella berdehem pelan karena dengan bodohnya merasa tidak enak."Itu ancaman yang sangat serius," kata Damian muram. "Aku tidak menyukainya."Bella berdecak. "Aku pergi sekarang. Tidak ada lagi yang harus aku katakan kepadamu. Ini sudah cukup.""Tidak, tunggu!"Bella entah sudah terkesiap untuk yang keberapa kalinya hari ini.

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   92. Aku Mencintaimu, Tahu!

    **Bella mengatakan tidak keberatan semalam, ketika Giovanni menyampaikan perihal perjalanan bisnis yang sudah pasti berbahaya itu. Namun pagi ini ketika sudah berada di meja sarapan dan duduk dengan pikiran jernih, barulah Bella menyadari sepenuhnya apa yang dikatakan Giovanni."Apa yang akan kau lakukan di Florida?" tanya Bella. "Apakah itu sesuatu yang berbahaya?""Kau mengenalku," jawab Giovanni lugas. "Jadi seharusnya kau tidak perlu lagi menanyakan hal itu.""Ta-tapi ... jika itu sesuatu yang berbahaya, tidak bisakah perjalananmu diwakilkan oleh orang lain saja?"Giovanni yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya menghentikan kegiatan sejenak. Ia memandang Bella dengan sebelah alis terangkat. "Tidak biasanya kau seperti ini."Bella tidak mungkin mengatakan tentang ancaman Damian, kan? Mana mungkin ia membiarkan Giovanni tahu bahwa dirinya masih berhubungan dengan Damian. Itu sama saja dengan mengibarkan bendera perang."Entahlah Gio. Mungkin ini hanya semacam ... firasat. Aku

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   91. Haruskah Kulakukan?

    **Malam menutup Casa Nero dengan keheningan yang mencekam. Angin hanya terdengar samar menyapu pohon-pohon tua di halaman luas, seiring debur ombak yang entah bagaimana terdengar begitu jauh. Di dalam kamar utama, lampu temaram keemasan menerangi dinding berlapis panel kayu gelap. Tirai tebal menutup rapat jendela, hanya menyisakan sedikit celah tempat cahaya bulan menyusup.Bella duduk di tepi ranjang dengan gaun tidur sutra berwarna pucat, namun matanya kosong, menatap ke arah pintu balkon. Sejak kembali dari pantai sore tadi, pikirannya tidak berhenti berputar. Kata-kata Damian masih terngiang, berulang-ulang, menusuknya bagai duri."Aku tidak akan pernah mengusik Giovanni lagi … asal kau menghabiskan satu malam bersamaku. Hanya satu malam saja, Bella."Gila. Tawaran itu gila. Bella sempat menolak mentah-mentah di hadapan Damian, namun kini, ketika ia kembali memikirkan Giovanni, pikirannya goyah. Damian terlalu nekat, terlalu berbahaya untuk disepelekan. Pria itu bisa sewaktu-wak

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   90. Tawaran Gila Damian

    **Langkah kaki Bella terhenti di pasir basah yang dingin. Angin laut membawa aroma asin dan gemuruh ombak yang berulang kali pecah di bibir pantai. Matahari condong ke barat, meninggalkan cahaya jingga keemasan yang memantul di permukaan air. Bella menatap lurus ke cakrawala, mencoba menenangkan pikirannya yang penuh gejolak.“Bella.”Suara itu membuatnya tersentak. Lembut, nyaris hangat, sangat berbeda dengan nada ancaman di telepon beberapa jam lalu. Bella berbalik. Damian berdiri beberapa langkah di belakangnya. Rambutnya berantakan diterpa angin, wajahnya terlihat teduh, dan ia tersenyum tipis seakan pertemuan ini hanyalah reuni biasa.“Jangan mendekat.” Suara Bella tegas, meskipun hatinya berdebar. “Tetap berdiri di tempatmu.”Damian mengangkat kedua tangannya sedikit, memberi isyarat bahwa ia tidak berniat menyentuh atau menyakitinya. “Aku tidak berniat melakukan apa pun padamu. Aku hanya ingin bicara. Ah, sebenarnya, kau yang ingin bicara, kan?”Bella menahan napas, lalu menat

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   89. Membuat Perhitungan

    **Giovanni akhirnya kembali ke rumah setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Keputusan itu bukan karena izin dokter, melainkan paksaan dari dirinya sendiri. Ia tidak tahan dengan suasana rumah sakit yang membatasi gerak, membatasi waktunya, dan terutama membatasi pikirannya. Dengan alasan merasa sudah cukup kuat, ia bersikeras keluar meskipun dokter berulang kali mengingatkan bahwa luka yang ia derita belum sepenuhnya pulih. tulang selangkanya yang retak belum sepenuhnya sembuh.“Tubuhmu belum siap. Kalau kau memaksa, risikonya bisa fatal, Tuan,” kata dokter dengan nada keras waktu itu.Namun Giovanni hanya menanggapi dengan senyum kaku. “Aku lebih baik mati di rumah sendiri daripada terkurung di ruangan ini,” ujarnya singkat, lalu menandatangani surat pernyataan pulang atas tanggungannya sendiri. “Jangan mengatur-aturku, Dokter!”“Kau adalah pasien kami. Bagaimana mungkin kami membiarkanmu bersikap seenaknya seperti itu? Kau harus menurut sampai setidaknya kami memiliki catat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status