Seminggu sebelum pernikahan, Isabella Clark justru menemukan tunangannya berkhianat dengan kakak tirinya. Bahkan, Bella diusir dari rumah dan perusahaan warisan ibu kandungnya diambil paksa! Hal ini membuat kesedihan yang mendalam, hingga Bella berakhir menghabiskan malam dengan pria misterius bernama Giovanni Estes di sebuah bar. Namun, Giovanni justru menawarkan bantuan pada Bella untuk merebut kembali haknya, dengan syarat gadis itu bersedia menikah dengannya. Lantas, bagaimana nasib Bella? Terlebih, identitas Giovanni tidak sesederhana yang ia pikirkan ... dan tak mau melepasnya!
Lihat lebih banyak**
Brak!
“Apa maksudnya ini?”
Isabella Clark membanting undangan pernikahan di atas meja kafe, sehingga dirinya sontak menjadi pusat perhatian para pengunjung yang berada di sana.
Namun, perempuan cantik itu tak peduli akan itu semua dan fokus pada tunangan dan kakak tiri yang duduk di hadapannya.
Bagaimana bisa mereka akan menikah?
“Apa kau bodoh, Bella?” Tracy, kakak tirinya, menyahut dengan angkuh. “Bukankah sudah sangat jelas tertera dalam undangan itu? Aku dan Andrew akan menikah besok!”
Deg!
Tubuh Bella gemetar. Ia menggeleng tidak percaya. “Kalian bercanda, kan? Tracy, kau tahu Andrew adalah tunanganku! Mengapa–”
“Aku dan Andrew saling mencintai sejak dulu,” potong Tracy cepat. “Daripada mengkhianatimu di kemudian hari setelah kalian menikah, bukankah ini lebih baik?”
“Lebih baik?!”
“Oh, iya. Pernikahannya akan diadakan di Hall Paradise Hotel. Aku berharap kau bisa datang, Bella.”
Belum selesai serangan kejut yang membuat hatinya hancur, sekali lagi Isabella tersentak kaget.
“Paradise Hotel, katamu?”
Tangan Bella mengepal menahan emosi.
Tracy menyebut Paradise Hotel yang merupakan milik mendiang ibu Isabella yang saat ini
masih dikelola oleh keluarganya?
“Aku tidak akan pernah mengizinkan kalian berdua menginjakkan kaki di hotel milikku!”
“Hotelmu?” Tracy terkekeh. Nada suaranya penuh dengan ejekan. “Siapa yang bilang kalau itu adalah hotelmu?”
“Hotel itu milik ibuku, dan aku putri kandungnya! Maka aku yang berhak mewarisinya, dan aku berhak memutuskan siapa yang boleh atau tidak boleh berada di sana!”
“Hanya jika kau menikah sebelum usiamu 25 tahun. Dan, ups … kau tidak jadi menikah padahal minggu depan kau sudah akan 25! Sepertinya, hotel itu justru akan jadi milikku, Bella,” ejek wanita blonde itu puas–seolah dia telah menantikan hari ini.
“Sialan kau Tracy!” Isabella hendak menampar kayak tirinya itu. Namun sebelum hal itu terjadi, Andrew lebih dulu menampik tangan Bella dengan cepat.
“Berhenti bersikap seperti anak kecil, Bella!” hardik Andrew kasar. “Aku tidak mau menikah denganmu karena kau sangat kolot. Seharusnya kau menerima ini dan introspeksi diri. Sekarang pergi dari sini! Kau membuat kami malu!”
Kali ini, Bella benar-benar tidak percaya.
Lima tahun ia bersama pria itu, menemaninya, mencintainya tanpa syarat sekalipun Andrew hanyalah pegawai biasa dan tidak punya banyak harta.
Tapi seperti ini balasan yang Bella terima?
“Aku bersumpah akan membalasmu,” tutur Bella pelan sembari menahan air matanya.
Sayangnya, ia justru ditertawakan oleh keduanya. Bahkan, diusir dengan tidak hormat dari kafe itu dengan disergap oleh security.
.
.
.
“Pria sialan!”
Mengingat kejadian tadi pagi, Isabella kembali dikuasai emosi. Diteguknya kembali alkohol entah untuk yang keberapa kalinya.
Walau dia bersumpah untuk balas dendam, tetapi dirinya tetap saja terpuruk. Dia bahkan merasa dipermainkan oleh takdir!
“Anda tidak akan bisa pulang jika terus seperti ini, Nona. Anda harus berhenti.” Pelayan bar yang baik hati memperingatkan, namun Isabella justru tak mau mendengar.
“Aku tidak akan pulang! Berikan aku satu gelas lagi!” balasnya.
Meski kepalanya pusing dan pandangannya kabur, namun gadis itu belum berniat berhenti.
“Tapi kartu anda sudah melewati limit.” Pria itu mendorong credit card Bella dengan sopan di atas meja.
Hah?
Kali ini, Bella tersentak. Kartu unlimited-nya terkena limit? Ini tidak masuk akal!
Namun sebelum sumpah serapah berhasil ia layangkan, seseorang duduk di sampingnya dan berujar dengan tenang.
“Aku akan membereskannya. Jangan khawatir.”
Pria itu berkata dengan tenang, namun suara baritonnya begitu mendominasi.
Bella sontak mengangkat kepalanya yang berat dan berusaha mengenali pria yang duduk di sampingnya. Tapi pandangannya buruk sekali. Ia hanya bisa melihat siluetnya yang samar-samar.
“Siapa kau?” racaunya dengan suara parau. “Apa Kau, Andrew?”
Tidak ada jawaban. Perempuan yang hampir berusia dua puluh lima tahun itu berusaha mendorong dirinya mendekat kepada pria di kursi sebelah.
Namun, wangi orang di sebelahnya … lebih maskulin –dengan perpaduan woody flower dan
musk yang kuat– justru membuatnya merasa nyaman?
Entah apa yang merasuki Bella, tiba-tiba saja ia semakin mendekat, menjatuhkan dirinya dalam pelukan, bahkan menempelkan bibirnya pada bibir pria itu!
“Mm ….” Dalam waktu singkat saja, kecupan ringan itu sudah berubah menjadi ciuman dalam yang penuh gairah.
Sayangnya, pria itu kemudian memutus tautan bibir keduanya!
“Kenapa–”
“Kita harus pergi dari sini, Nona.” Akhirnya pria itu bersuara. Vokal bariton dan hangat napasnya membuat kepala Bella kian pening. “Tidak baik jika melakukannya di sini dan menjadi pusat perhatian. Aku yakin kau akan menyesalinya besok.”
Diraihnya pinggang sempit perempuan cantik itu dan memapahnya naik tangga menuju lantai dua bar, di mana kamar-kamar penginapan berada. Sesaat setelah pintu kamar berdebam menutup, keduanya kembali berpelukan erat dengan bibir bertaut.
“Buat aku melupakan semuanya.” Gadis itu berbisik dengan kesadaran yang timbul tenggelam. “Untuk malam ini saja, tolong bantu aku.”
Pria rupawan itu menyapukan bibirnya di sepanjang lekuk leher jenjang Bella. Tangannya bergerak melepas dress yang masih si gadis kenakan, berikut kemejanya sendiri. “Kau tidak akan menyesalinya, Baby. Kau tidak akan pernah melupakan malam ini.”
Suara desahan dua insan seketika memenuhi ruangan itu.
Bella merasa ini salah … tapi mengapa tubuhnya tak mau diajak kerja sama?
Ia justru merasa nyaman dan mendamba sentuhan yang bahkan belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia sama sekali belum pernah melakukan hal seperti ini dengan Andrew.
‘Toh ini hanya mimpi,’ batin Isabella menyangkal akal sehatnya yang tersisa malam itu.
***
**Mature ContentItu bukanlah pertanyaan yang sulit. Bagaimana kedepannya?Namun Bella merasa lidahnya kelu, hingga tak ada kata yang bisa ia suarakan.Perempuan itu menjatuhkan pandang kepada bola mata hitam sang suami, yang senantiasa setajam mata pedang. Tapi saat ini, ada kesedihan mendalam yang membuat mata pedang itu buram. Tidak lagi berkilauan seperti biasanya.“Bella?”“Gio ….”“Sorry. Aku tidak bermaksud membebanimu dengan pertanyaan semacam itu saat kita sedang dalam keadaan seperti ini. Kita bisa membahasnya lagi nanti saat aku pulang.”Bella tidak memiliki kata-kata untuk menyanggahnya. Perempuan itu hanya mengangguk dan kemudian diam sampai Audi yang mereka tumpangi sampai di basement mansion.Ketika menaiki tangga menuju kamarnya pun, Bella masih bertahan diam. Bukan karena marah. Ia hanya bingung akan mengatakan apa kepada Giovanni. Berbagai hal seperti berkecamuk menjadi satu dalam benaknya.“Kau janji akan baik-baik saja di rumah kan, Bella?” Giovanni bertanya setel
**Wanita cantik itu tidak pernah lagi membuka matanya. Berapa banyak pun Bella menangis dan memanggil namanya, Tasha tidak pernah lagi membuka mata apalagi menjawab.Sehingga pagi ini ketika semua orang berdiri di depan batu nisan dengan sebuket bunga lili putih di atasnya itu, Bella masih merasa sedang tertidur di tengah malam, di apartemen Diamond Hills.Sulit mempercayai bahwa semua ini adalah nyata. Setengahnya, Bella memang berharap ini tidak nyata. Ia baru saja menemukan sosok yang bisa mengobati kerinduannya kepada ibu kandungnya, tapi secepat ini takdir merenggutnya.Sayangnya, ini nyata.Pemakaman elit yang sunyi itu semakin terasa menyedihkan dengan latar belakang langit mendung kelabu. Sepertinya hujan sudah bersiap turun, menyambut kepulangan Tasha Ivanova dalam pelukan semesta.“Hanya aku yang ada di sini. Kau tidak perlu menyembunyikan tangismu,” tutur Bella lirih. Perempuan itu menggamit lengan sang suami dan menyandarkan kepala di ceruk leher yang lebih tua.Setelah b
**“Ibu ….” Bella mendengar suaranya berbisik serak. “Apa ini mimpi? Aku pasti masih tidur dan sekarang ini sedang bermimpi. Ini pasti mimpi, kan?”Sepertinya suara lirih itu terdengar oleh Giovanni. Karena kemudian sang tuan segera menoleh dan mematung selama beberapa detik.“Bella?” katanya, “apa yang kau lakukan di sana? Sejak kapan kau berada di sana?”“Beritahu aku, bahwa apa yang kau katakan tidak sama seperti yang kudengar,” sahut Bella. Ia menggeleng dengan panik.“Kau mendengarnya? Kalau begitu, ya … sepertinya kita harus kembali ke rumah sakit sekarang juga.”Bella tidak sadar ketika dua tetes air mata meluncur menuruni pipinya. Ia membekap mulut dengan tangannya sendiri untuk mencegah suara isak yang mungkin akan menggema keras di ruangan yang hening itu. Hanya hela napas satu-satu yang terdengar.Seperti halnya Bella, Giovanni pun demikian. Ia merasa kebas, tidak tahu harus melakukan apa. Namun sebagai lelaki yang lebih lihai menggunakan logika ketimbang perasaan, pria itu
**Apa yang bisa Bella katakan untuk menjawab kata-kata bernada memohon itu?Sanggupkah ia mengucapkan sesuatu yang mungkin akan menyakiti wanita seperti malaikat ini?“Aku akan selalu berada di samping Giovanni, Bu. Jangan khawatir.”Maka, itulah yang akhirnya ia katakan.“Kau akan tetap mencintainya apapun yang terjadi, Sayang?”Oh, bukankah itu berat? Bella menghela napas, tapi ia tersenyum.“Tidak ada alasan untuk tidak melakukan itu. Dan bukankah aku adalah satu-satunya gadis yang bisa disentuh oleh Gio? Itu artinya aku akan menjadi yang terakhir untuknya, Bu. Dan dia akan menjadi yang terakhir untukku pula.”Tasha tersenyum damai. Ia mengulurkan tangan untuk meminta pelukan kepada menantu kesayangannya itu.“Bella, seandainya aku bisa sedikit lebih sehat, ingin sekali rasanya mengajakmu berjalan-jalan berdua melihat pantai. Hanya kita berdua. Mungkin sebelum aku mati.”“Kita akan lakukan itu sepulangnya kau dari rumah sakit nanti, Bu. Itu bisa saja besok, kan? Dan kau tidak akan
**St. Angelic Hospital, rumah sakit terbaik di kota San Diego.Bella berjalan dengan cepat, menyesuaikan dengan ritme langkah Giovanni sepanjang koridor ruangan-ruangan rawat yang lengang malam ini. Bella bersyukur tidak banyak pasien yang berada di sana. Ia yakin suara langkahnya dan Giovanni agak mengganggu.“Ruangan 301, Tuan,” kata Felix yang memimpin jalan. “Ada di lantai tiga. Satu-satunya kamar rawat yang berada di sana. Saya akan menelepon anak-anak untuk berjaga di setiap lantai.” Pria itu menepikan diri untuk memberi jalan kepada tuan dan nyonyanya.“Terima kasih, Felix,” ucap Bella, karena ia tahu Giovanni tidak akan melakukan itu.“Don’t mention it, Maam. Saya ada di bawah jika anda membutuhkan sesuatu.”“Aku akan menghubungimu nanti.”Melewati Felix, Bella kemudian menghela napas sebelum mengikuti sang suami yang sudah lebih dulu membuka pintu dan memasuki satu-satunya ruangan. Seketika indera penciumannya disambut oleh harum room freshener beraroma lemon. Dua orang mai
**“Ada apa? Ada apa dengan Ibu?” Bella merangsek mendekat. Ada semacam sinyal buruk ketika Giovanni menyebut kata ibu tadi. Perempuan itu menunggu jawabannya dengan cemas.“Ibu masuk rumah sakit. Salah satu perawatnya baru saja menghubungiku.”“Rumah sakit?” Bella tercengang. “Kita pergi lihat Ibu sekarang, Giovanni!”“Kau masih sakit–”“Aku baik-baik saja! Ayo pergi lihat Ibu sekarang! Atau kau ingin aku saja yang pergi dan kau tinggal di sini? Aku akan melakukannya!”“Apa kau gila?”Maka kemudian Giovanni segera mengayun langkah menuruni tangga rooftop dengan diikuti Bella di belakangnya. Dalam waktu sekejap saja, kedua insan itu melupakan perseteruan yang baru saja keduanya alami demi satu tujuan.“Sebaiknya kita pergi dengan Felix, Gio. Aku khawatir terjadi sesuatu jika kau mengemudi mobil sendirian dalam keadaan panik seperti ini,” saran Bella sementara keduanya melangkah cepat menuju basement.“Kau benar.” Sang tuan mengangguk setuju. Langkahnya otomatis melambat untuk menghubu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen