Seluruh seisi galeri berhamburan berlari pergi meninggalkan pameran. Jeff kebingungan, dan juga kesal. Acara yang dinantikan hancur lebur seketika.
"Sial! Di mana Delano!" teriaknya dengan rasa marah yang luar biasa.
Wajahnya yang berkulit putih seketika memerah. Rahangnya mengeras. Ia berjalan ke sana kemari kebingungan, tangannya selalu mengelus kalung batu safir merah yang menggantung di lehernya guna mengurangi gugup.
Dalam suasana yang masih riuh. Delano muncul menuruni anak tangga dengan sedikit berlari, ia tergopoh-gopoh menghadap Jeff. Menunjukkan kepedulian dan juga rasa cemas. Berusaha mencuri hati Jeff Hilton.
"Dari mana saja kau! Kenapa selalu menghilang setiap kali dibutuhkan?" Jeff menginjak kotak penyimpanan karya Delano dengan
Setelah cukup lama berbincang dengan Emely. Delano kembali pulang berkumpul dengan para sahabatnya.Sementara di tempat berbeda. Bob dan Hendri kewalahan menghadapi para binatang pemangsa milik Jeff Hilton.Berbagai cara mereka lakukan. Meski begitu mereka juga merawatnya. Memandikan dan memberinya makan agar hewan peliharaan Jeff Hilton menjadi penurut pada Bob dan Hendri.Meski memakan waktu panjang dan menguras tenaga, para dalmantian tetaplah brutal dan buas. Mereka berusaha menggigit Bob dan Hendri berulangkali.Bob tidak putus asa. Ia memakai beberapa balutan kain di lengan sebelah kanan sebagai pengaman. Hanya sekedar berjaga ketika para dalmantian milik Jeff menggigitnya.&
"Hey, Delano. Ayo kita makan!" suara Hendri membuyarkan lamunan Delano yang tercenung menatap lukisan ibunya.Delano segera bangkit duduk di meja makan menghampiri Hendri. Sementara Bob terlihat sibuk menyiapkan makanan dan menatanya di meja makan. Saat itu gilirannya piket menyiapkan makanan untuk mereka bertiga.Sejak dulu memang mereka bergiliran dalam urusan dapur dan juga kebersihan gedung yang mereka tempati. Tidak ada yang merasa keberatan atau merasa menang sendiri. Semuanya sama, seolah mereka benar-benar adalah keluarga.Sejak sore tadi saat Delano kembali dari galeri Jeff Hilton, keduanya menatap prihatin. Seolah tatapan penuh dengan rasa iba pada Delano yang sudah tidak lagi bekerja di tempat itu.
Delano membuka kelopak matanya perlahan, hingga keduanya terbuka sempurna. Setelahnya, netranya mengedar memperhatikan sekeliling ruangan.Ruangan itu begitu asing baginya. Rumah bergaya Eropa klasik namun minimalis adalah pilihan pemilik rumah saat itu. Cat tembok berwarna krem mendominasi ruangan yang membuat ruangan terasa dingin dan sejuk.Mata Delano mengerjap berulang kali seakan tak percaya jika dirinya masih bernapas setelah kebakaran yang menimpanya. Netranya menjelajah mencari-cari para sahabatnya.Tak lama kemudian, pria berusia paruh baya datang dan mengusap kening Delano yang sebelumnya mengalami demam tinggi. Bahkan saking tingginya, Delano terus meracau semalaman. Ia memanggil semua nama orang terdekatnya. Seperti Hendri, Bob, dan juga ibunya yang tel
Delano masih diam termangu mendengarkan seluruh penuturan Oscar tentang jati dirinya. Seolah tak percaya jika darah yang mengalir di tubuhnya adalah milik orang yang kini dibencinya.Sejak mengetahui Jeff bukan pria yang baik, dengan memanfaatkan karya orang lain yang di klaim sebagai miliknya, sejak saat itu juga Delano membencinya.Namun, seiring berjalannya waktu benci itu berubah menjadi dendam karena Delano mengetahui yang mendorong ibunya adalah Jeff Hilton hingga terjatuh ke lantai dasar hingga meregang nyawa."Tidak! Aku bukan putra Jeff! Dia pecundang, jika aku memang benar putra kandungnya … lalu siapa wanita yang dulunya merawatku saat kecil? Di mana ibu kandungku? Kenapa Jeff tidak mengenaliku?" Delano melemparkan isi peti yang diberikan Oscar hingga berserak di dep
Delano duduk menyendiri di taman kota. Ia berteriak melegakan nyeri di dada. Rasanya begitu sesak. Kenyataan pahit, mewarisi darah Jeff membuatnya membenci dirinya sendiri. Seakan tak rela dilahirkan sebagai putra orang terkejam, licik, dan juga ambisius yang rela melakukan segala cara demi mencapai kesuksesan.Dengan cepat, satu tendangan mampir di kursi panjang bercat putih yang berjajar di taman kota. Seorang warga sekitar yang sedang menikmati taman tersentak kaget, tubuhnya terlempar di rerumputan tipis tepat ada beberapa anak juga yang bermain di sana.Pemuda yang terjatuh dan tersentak itu segera beranjak, dan menatap tajam setelah dirinya ditendang.Usianya nyaris seumuran, postur tubuh juga tak jauh berbeda. Hanya saja ia lebih bergaya dan modis dibandingkan Delano. Siapa lagi jika bukan
Sore hariFirenze-ItaliaMasih di taman kota. Delano diam seorang diri selepas kepergian Calista. Wajahnya masih terbayang, sejenak rasa itu mampu mengusir kecewa dan benci yang ia rasakan pada Jeff sebelumnya.Kepalanya menengadah menatap langit. Ia bersandar di ayunan mengasingkan diri sejenak, dari riuhnya jalanan yang bising dengan rutinitas sehari-hari.Lukisan merah di langit jingga begitu menakjubkan. Hatinya semakin getir ketika gemuruh langit meluapkan kemarahan menampakkan cahaya kilat yang perdetik menerangi suasana taman yang kian sunyi.Lihatlah. Bekas terbakar di ujung kain yang ia kenakan. Masih terbayang ngeri ketika kobaran api menyambar setiap sudut ruangan dan kedua temannya
Beberapa kendaraan melintas. Bisingnya terdengar keras dari dalam mobil yang ditumpangi oleh Delano. Suara orang yang berlalu lalang, dan juga klakson mobil ketika berada di lampu merah begitu riuh terdengar.Namun, tidak juga mampu membuat Delano tersadar dari pingsannya. Sudah satu jam berlalu semenjak perjalanan pulang dari galeri Jeff Hilton. Ia masih sama. Tidak menunjukkan tanda-tanda pergerakan sedikitpun.Oscar begitu cemas, begitu juga yang lainnya. Mendadak suasana menjadi hening ketika seorang dokter pribadi Oscar memeriksa keadaan Delano."Apakah dia baik-baik saja?" tanya Emely, ia begitu mencemaskan Delano."Ia hanya trauma dengan sesuatu, hibur saja setelah bangun. Agar dia mamp
Jeff bangun lebih awal dari biasanya. Ia segera mengenakan jas mahalnya. Ini memang rutinitas sehari-hari yang tak biasa. Ia bahkan tergesa-gesa mencari Oscar. Tanpa Oscar Jeff hilang keseimbangan. Sebab Oscar adalah pengikut setia yang selalu menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh Jeff Hilton."Oscar!" teriaknya, Jeff terus berjalan dengan langkah cepat menyusuri setiap sudut ruangan.Setiap kamar tamu ia buka. Kosong. Tidak ditemukan satu pun penghuni di dalamnya. Jeff juga tidak berhenti berteriak memanggil dengan suara lantang."Oscar! Oscar … Oscar!" teriak Jeff sambil terus berjalan. Ia bahkan mengabaikan seluruh maid yang bekerja padanya.Namun, O