"Nanti pulang jam berapa?" tanya Gerald menatap Adel dan Shila secara bergantian.
Tampak Adel melirik ke arah jam tangannya lalu menjawab, "jam tiga sore kita udah selesai, kok."
"Nanti saya jemput." Usai mengatakan itu, Gerald segera melajukan mobilnya—meninggalkan area tempat pemotretan Shila hari ini.
"Gerald perhatian banget sama lo, Shil," ucap Adel yang menatap Shila dengan tatapan menggoda. "Sekali dapat cowok langsung yang kek gitu," sambungnya—mengingat Shila yang selama ini tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun. Bukan tidak ada yang menyukai Shila, tapi karena gadis itu selalu berusaha untuk menjauh dan menghindar dari skandal apapun.
Tiba-tiba saja ada seorang laki-laki yang data
"Papa minum apa?" tanya Shila menatap Figo dengan tatapan curiga. Ia melangkah masuk ke dalam kamar Figo dan matanya semakin menyipit kala papanya itu langsung memasukkan sesuatu ke dalam laci.Figo segera menegakkan tubuhnya. "Kamu nggak kerja hari ini?" tanya Figo sambil menarik tubuh Shila untuk keluar dari kamarnya. Tepatnya, mendorong paksa. Tidak ingin jika Shila memeriksanya secara langsung."Bentar, Papa jangan ngalihin pembicaraan dulu. Tadi Papa minum obat apa?" tanya Shila meminta penjelasan. Figo itu selalu menuntut dirinya untuk jujur dan terbuka dalam semua hal, tapi tidak dengannya sendiri. Figo kerap menyimpan sesuatu darinya.Terdengar hembusan nafas kasar dari mulut Figo. Ia menatap putrinya dengan kedua sudut bibir yang tertarik ke atas. "Papa cuma minum vit
Ini adalah kedua kalinya Shila mendatangi rumah milik keluarga Gerald. Bedanya, ia datang seorang diri, tanpa Gerald yang membawanya datang kemari. Tiba-tiba saja ia ingin datang ke rumah mewah ini dan bertemu dengan Fira. Mengobrol banyak tentang apapun. Bisa dibilang seperti pendekatan antara mertua dan menantu. Ya, bisa seperti itu.Sebelum mengetuk pintu, Shila menarik nafasnya terlebih dahulu. Lalu tangannya terangkat ke udara, tapi baru saja ingin mengetuk pintu—pintu itu terbuka dan menampakkan sosok gadis cantik yang sedang berdiri di baliknya. Gina—adik Gerald. Seketika rasa canggung langsung memenuhi dirinya."Eh, hai, Gina," sapa Shila dengan suara yang sedikit canggung. Terkejut mendapati Gina yang tiba-tiba saja berdiri di depannya. Seketika Shila teringat dengan perkataan Gina waktu itu.
Gerald menatap kalender yang ada di dalam kamarnya. Tidak terasa sebentar lagi hari itu akan tiba. Hari bahagia dirinya dan Shila. Tapi apakah itu benar-benar hari bahagia? Di saat tidak ada cinta di antara mereka? Orang lain banyak berkata, jika kita melakukan suatu hal itu harus dengan hati agar hasilnya menjadi baik. Lantas, apakah pernikahan mereka akan berjalan dengan baik-baik saja di saat tidak ada cinta di antara mereka?Tangan Gerald terangkat untuk menandai tanggal yang ada di kalender. Hari ini tanggal sembilan belas, pernikahannya terhitung lima hari lagi. Tepatnya, tanggal dua puluh empat.Terdengar hembusan nafas kasar dari hidung Gerald. Ia menundukkan kepalanya. Beberapa hari ini hidupnya terasa sangat berat. Lebih berat dari hari di tahun waktu itu. Ia tidak tahu apakah sanggup atau tidak untuk melanjutkan rencana ini. Jujur, Ge
Shila menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia menatap layar ponselnya yang tidak menampakkan notifikasi apapun dari seseorang. Semenjak kejadian Gina yang bertengkar dengan Gerald waktu itu—Gerald tidak menghubunginya sampai sekarang. Laki-laki itu hilang bagai ditelan bumi. Apakah Gerald marah dengannya? Atau ada hal lain? Ia berusaha untuk berpikir kalau Gerald sedang sibuk dengan perkerjaannya."Gerald sibuk banget, ya," gumam Shila yang merasa resah sejak beberapa hari belakangan ini. Jujur, ia sangat merasa bersalah karena membuat kedua saudara itu bertengkar. Jika saja ia tidak datang ke rumah Gerald atau jika saja ia dan Gerald tidak dijodohkan. Mungkin, kejadian itu tidak akan pernah terjadi.Huft.Akhirnya, Shila memilih untuk beranjak dari duduknya dan mengambi
Tok tok tok.Suara ketukan pintu itu membuat Shila yang sedang bermain dengan Hito pun terhenti. Menatap ke arah pintu utama. Siapa yang datang sepagi ini? Batin Shila memikirkan siapa yang kemungkinan datang.Tok tok tok."Eh, ada tamu, ya."Shila menatap bi Surti yang berlari dari arah dapur menuju pintu utama. Membukakan pintu untuk tamu yang tidak tahu diri. Ya, Shila menyebutnya tidak tahu diri karena tamu itu datang di waktu yang tidak tepat.Hingga satu menit berlalu. Kedua bola mata Shila membulat saat melihat tamu yang ia katakan tidak tahu diri itu mulai berjalan masuk ke dalam rumah.
"Nanti kamu sama Gerald ke lokasi toko emas yang Papa kirim, ya," ucap Figo yang baru saja duduk di sofa kesayangannya. Menatap sang bungsu dengan tatapan yang sulit diartikan.Shila menganggukkan kepalanya mengerti. "Nanti siang aja, ya, Pa," balasnya sambil melihat room chat bersama Gerald. "Kalau pagi ini Gerald ada meeting penting dan gak bisa ditinggal," sambungnya yang menjelaskan kesibukan Gerald di pagi ini."Papa gak nyangka."Shila mendongakkan kepalanya. Menatap Figo yang menatapnya dengan tatapan sendu. "Maksud Papa?""Sebentar lagi kamu akan menjadi tanggung jawab orang lain. Bukan Papa lagi," jelas Figo dengan suara yang tercekat. "Dulu kamu itu paling lengket sama Papa dibanding Mama, tapi kit
Adel menggenggam tangan Shila dengan erat. Gadis di sampingnya ini sedikit ketakutan dengan komentar-komentar orang lain tentang dirinya di sosial media. Setelah beberapa menit yang lalu, agensinya menyebarkan berita tentang isu pernikahannya yang akhir-akhir ini sangat ramai dengan komentar pedas dari orang lain.Semenjak kejadian Shila bertemu dengan ibu-ibu di butik waktu itu, berita miring tentang dirinya sudah menyebar, tapi Adel yang berhasil menutupi itu semua hingga Shila tidak sadar dan mengetahuinya sendiri."Gue minta maaf, ya, Shil," sesal Adel merasa tidak enak dengan Shila. Menyembunyikan sesuatu yang sangat penting selama berhari-hari. Sungguh, ia melakukan itu semua demi kebaikan Shila sendiri, tidak ada maksud yang lain.Shila tersenyum. "Gakpapa, Del. Aku tahu kamu melakukan itu karena tidak ingin membuatku
Shila bersenandung pelan. Mengikuti irama dari lagu yang ia dengarkan. Saat keluar dari kamar dan melewati kamar kedua orang tuanya, Shila mengerutkan dahinya saat mendengar samar-samar suara isak tangis dari seseorang. Dengan cepat Shila melepaskan handsfree yang ada di telinganya dan mendekat ke arah pintu kamar kedua orang tuanya yang terbuka sedikit.Mata bulat Shila bisa melihat Figo yang sedang duduk di tepi kasur sambil memegang sebuah bingkai foto. Sontak hal itu membuat hatinya teriris. Apalagi melihat Figo yang berusaha menahan tangis, tapi air mata itu tetap keluar. Melihat Figo yang berusaha untuk menutupi suaranya, tapi suara itu semakin terdengar jelas.Tak ada pilihan, Shila memilih untuk melangkah masuk ke dalam kamar. Tentu saja itu mengejutkan Figo karena kehadiran putrinya yang tiba-tiba saja datang.