Share

Bab 2

Penulis: Bun say
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-16 17:17:21

Tak ingin menunda waktu, segera kutarik handle pintu yang rupanya tidak terkunci.

Seketika pintu terbuka lebar menampilkan dua sosok insan berlainan Jenis kelamin tengah bercumbu mesra di dalam ruangan berdiameter 4x3 meter tersebut.

Mataku terbelalak kaget, begitu pun mereka berdua yang seakan kaget dengan kedatanganku, apalagi dia, orang yang kukenal sebagai suami yang baik selama ini. Tega kamu bermain api di dibelakangku, Mas.

Setengah mati kutahan gemuruh dalam dada yang tiba-tiba membuat amarahku langsung naik ke ubun-ubun.

Dasar kurang a*ar, lel4ki durj*na. Bahkan di tengah hari bolong keduanya asik berduaan di dalam Kamar tanpa tahu malu orang mendengar. Entah apa hubungan mereka ini, yang jelas tentu saja aku tidak terima begitu saja. Keduanya harus menerima luapan amarahku.

"B******n, k****g a**r kalian!" Mati-matian kutahan, amarahku meledak begitu melihat suamiku sendiri tengah bercumbu mesra dengan wanita lain.

Dengan langkah cepat, kutarik dan kucengkeram kerah baju yang menempel di badan Mas Agung yang seketika membuat wajahnya panik. Begitu pun wanita yang terengah duduk di sebelahnya.

"Mas!" Wanita itu menjerit melihat aksiku.

"Indira, hentikan!" Mas Agung berusaha menghalau tanganku.

Kutatap nyalang dua orang itu bergantian.

Plak!! Plak!!

Wajah kanan dan kiri Mas Agung menjadi sasaran tangan yang memanas menahan nafsu amarah, membuat Mas Agung meringis kesakitan dan terhuyung ke samping tempat tidur. Begitu pun wanita di sampingnya, tak luput dari amarahku. Dia menganga melihatku ketakutan.

"Apa yang Kulihat ini, jelaskan!!"

"Indi, sabar dulu." Mas Agung bersuara, masih berani rupanya kamu, Mas.

"Inikah balasanmu setelah semua pengabdianku padamu, Mas!"

Plak!!

"Wanita k*****g a**r, berani sekali kau berbuat senonoh di kamar bersama suamiku!" umpatku kasar bahkan sudah tak kupedulikan dengan rasa malu. Amarahku benar-benar meluap.

Sekali lagi kucoba untuk menampar sisi wajahnya yang lain, tapi terhenti saat tangan urung mengayun ke pipi sebelahnya. Tiba-tiba kurasakan tangan besar menahan laju tanganku. Mas Agung menahan dari belakang sambil memeluk. Jijik aku sama kamu, Mas.

"Cukup, Indira. Hentikan!" Tatapan tajam matanya menghunus tepat di jantungku membuat dadaku nyeri. Apa-apaan dia, berani sekali dia menatapku nyalang seperti itu dan tak berusaha membelaku.

Bukankah wajar jika aku marah besar melihat kelakuan bejatnya itu. Entah kenapa aku kecewa melihatnya.

"Aku tidak akan berhenti sebelum aku menghajarmu dan ja***g ini!" tunjukku pada perempuan tak tahu malu yang mulai terisak, masih terduduk di sudut tempat tidur.

Dasar wanita lemah, begitu saja sudah kalah.

Bagaimana aku yang dikhianati Mas Agung. Pastinya jauh lebih sakit.

"Aku bilang, cukup! Apa kamu tidak dengar, hah?" Untuk kedua kalinya aku mendengar suara lantang milik Mas Agung. Lelaki tak tahu diri. Demi wanita yang entah kutahu dari mana asalnya, hingga berani-beraninya dia berkata agar aku menghentikan amukanku.

Dasar tidak tahu diri. Sia*an!

Aku tertegun di tempatku. Amarah dan rasa sakit kian menghunus di kalbu, perih dan sakit yang kurasa. Selama menikah sepuluh tahun dengannya, baru kali ini mas Agung bicara dengan nada tinggi di depanku.

Mas Agung melangkah memeluk perempuan itu tepat di depan mataku. Membuat air mata yang kutahan sejak tadi, lolos begitu saja melewati pipi. Sakit, teramat sakit. Sebegitu berhargakah wanita itu hingga dia memeluknya dan membuatku merasa tidak dihargai.

Tega kamu, Mas.

Beberapa orang di belakangku masuk ke dalam kamar, yang kutahu itu suara Ibu, Ayah Mertua, dan juga yang lain. Mereka tampak tidak percaya melihat keadaan kamar yang berantakan.

"Semuanya ikut ke ruang tamu, sekarang." Ayah berkata sambil berlalu disusul ibu mertua dan yang lainnya, termasuk Mas Agung yang berjalan masih bersama perempuan itu di pelukannya. Mengabaikanku yang menahan nyeri dalam hati.

****

Aku melangkah gontai paling akhir. Rasanya kakiku gemetar sulit sekali untuk melangkah, ditambah rasa sakit hati dan juga tangan yang terasa kebas bekas menampar Mas Agung dan perempuan itu.

Mereka Semua langsung duduk di ruang tengah. Mas Agung tampak menenangkan perempuan itu yang masih terisak sambil memeluknya.

Ibu Mertua menatapku dengan rona sedihnya. Sedangkan Ayah Mertua duduk di sofa single seolah sedang berpikir. Sementara Yanti, Doni dan tiga orang lainnya yang kuketahui sebagai tetangga ibu, nampak berdiri seakan menunggu pembicaraan apa kedepannya.

"Duduklah, Nak." Ibu bergeser memberi tempat di sebelahnya. Kalau saja ada tempat lain, mungkin aku tidak sudi duduk di sebelah Ibu yang menghadap tepat pada Mas Agung dan perempuan itu.

"Ayo, Nak, sini," pinta Ibu masih dengan suara khasnya. Lembut. Wanita yang sudah sepuluh tahun menjadi mertuaku itu, memang sangat baik dari dulu bahkan tidak pernah berubah. Meski kadang aku yang masih belum sempurna menjadi menantunya selama ini.

Oh, Ibu. Teganya anakmu menorehkan luka di hatiku. Bahkan setelah pengabdianku selama ini, tidak dihargai.

"Agung, coba sekarang jelaskan semuanya pada istrimu." Ayah Mertua berucap tegas. Diliriknya Mas Agung yang masih pada posisinya. Berpelukan seperti Difsi dan Tinky Winky. Lucu sekali hidupku, harus melihat suami sendiri memeluk wanita lain.

"Baik, Yah." Sejenak dia menghela nafas kasar, lalu menatap ke arahku.

"Maafkan aku Indira, karena telah berbohong kepadamu. Sekarang aku akan jujur, bahwa aku telah menikahi Zahra. Dia istriku sekarang. Dan dia tengah hamil. Tapi …" Ucapannya terjeda sebentar, seakan ragu untuk berkata lagi.

"Katakan semuanya, Dan jangan pernah kamu sembunyikan semuanya, Mas," sergahku muak melihat wajah tak bersalahnya.

"Tapi …" Mas Agung kembali menghentikan ucapannya. Diusapnya wajah seakan berat untuk berkata.

Jangan tanyakan hatiku yang seperti tertusuk sembilu. Sakit. Kenyataan yang tak ingin kudengar. Semuanya terlalu tiba-tiba dan aku tak siap menerima semuanya.

"Katakan dengan jelas!" bentak Ayah Mertua. Seakan beliau juga jengah melihat anaknya yang sedikit bertele-tele.

"Namun anak yang dikandung itu bukan darah dagingku," lirih Mas Agung seperti cicitan. Aku terperangah mendengar tutur katanya, bukan hanya aku sepertinya, semua yang mendengar di ruangan ini pun merasa kaget dengan apa yang diucapkan oleh anak sulung mertuaku ini. Terlebih ibu, dia begitu syok dan dapat kulihat jika bibirnya sedikit bergetar.

"Ya, ampun. Agung, dimana jalan pikiranmu, kenapa kamu menikahi wanita yang jelas-jelas hamil anak orang lain!" bentak Ayah Mertua. Beliau murka dengan menunjuk muka anaknya.

"Tapi, yah. Aku punya alasan sendiri. Aku kasihan pada Zahra. Bagaimana mungkin aku bisa membiarkan Zahra melahirkan tanpa sosok suami di sisinya." Mas Agung memberikan pembelaan.

"Tapi seharusnya kamu pikirkan hati istri kamu, Gung, jangan gegabah dengan menikahi wanita ini begitu saja. Dasar kamu!"

Sejenak Mas Agung melirik ke arahku. Namun melihatku yang menatapnya dengan tatapan benci, dia menunduk. Seakan ciut nyalinya.

'Kamu harus menerima balasannya dariku, Mas. Tunggu saja!'

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
jgn cuman bisa mengancam dlm hati aja. si zahra yg katanya bukan dia yg hamili dipertahankannya. jgn banyak drama sok2an pingin balas.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 101

    Bab 101Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, keadaanku mulai sedikit membaik. Rasa nyeri di punggung tidak terlalu terasa sekarang. Meskipun masih tidak bisa bergerak bebas. Tapi karena perawatan yang maksimal, aku pun cepat pulih.Yuda juga semakin perhatian padaku. Pria itu setiap waktu selalu datang dan menjalankan kewajibannya. Pagi-pagi Yuda akan pulang ke rumah untuk mengurus anakku, siangnya mengurus pekerjaan hingga sore, dan malamnya dia akan menemani sambil bercerita tentang kesehariannya dalam mengurus bisnis kuliner miliknya, serta mengecek toko kue milikku. Sikapnya yang periang dan suka bercanda mampu membuatku tersenyum tiap waktu. Yuda juga kerap kali menceritakan apa saja kejadian yang lucu. Aku selalu tersenyum saat melihat kebahagiaan terpancar dari matanya. Rasa benci dan sakit hati yang sebelumnya hadir, sirna begitu saja, setelah mendengar pengakuan dan penjelasannya. Pria itu, benar-benar tidak bersalah dan dia sudah mengatakan semuanya. Dan aku per

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 100

    Bab 100Mini POV YudaKutatap layar ponsel yang terus-terusan menyala. Panggilan dan pesan terus masuk beruntun dari orang yang sama. Yanti.Entah harus dengan cara apalagi aku menghindari dan menjauhkan dia dari kehidupan kami. Langkahnya yang bersih tanpa jejak membuat pihak kepolisian kesulitan untuk menangkapnya. Kalaupun dia berhasil ditangkap, entah bagaimana caranya hingga wanita itu bisa berkeliaran dengan bebas di luar sana. Meski kuduga ada pihak dalam yang ikut serta membantunya kepergiannya. Bukan hanya saat di lapas, bahkan saat di rumah sakit saja dia bisa melarikan diri entah bagaimana caranya.Saat itu memang kebodohanku, yang mau saja bicara berdua dengannya. Setelah ayah dan ibunya terus meminta untuk datang ke rumah sakit. "Lepaskan Indira, Yuda. Ayo kita menikah. Aku akan menjadi wanita yang baik, dan akan kupastikan kamu lebih bahagia bersamaku.""Kau sudah gila. Sekian lama aku menunggunya dan sekarang hampir kudapatkan, jadi mana mungkin aku akan melepaskannya

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 99

    Bab 99Aku tertegun di tempatku. Tak menyangka dengan pesan yang kubaca barusan. Apakah Yanti sengaja melakukannya atau dia hanya menakut-nakutiku, karena dia masih belum rela jika Yuda sudah menikah denganku. Tapi jika dipikir-pikir, bukankah beberapa saat lalu pria yang sudah menjadi suamiku itu juga tengah berkirim pesan dengannya. Aneh."Apa yang kamu lihat?" Yuda mendekat dan mengambil alih ponselku. Keningnya langsung berkerut dan terlihat kesal setelah ikut membaca pesan yang masuk dari Yanti. Dari sini saja bisa kulihat jika pria itu ikut marah padanya."Kamu tidak mungkin percaya dengan apa yang dikatakan wanita itu, bukan?" ujarnya dengan wajah sendu. Sepasang manik coklat gelap itu memindai wajahku dengan seksama. Aku memilih duduk menyamping di tempat tidur sambil menunduk."Ayolah, Mbak. Jangan pernah percaya pada kata-kata yang belum jelas kebenarannya!" "Hari ini aku lelah sekali. Bisa tolong matikan lampunya?" ujarku sambil membelakanginya dan menutupi seluruh tubuhk

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 98

    Bab 98Akhirnya resepsi itu selesai juga, ketika waktu menunjukkan hampir tengah malam. Para undangan yang datang paling akhir didominasi oleh rekan satu profesi dan juga teman-teman Yuda. Dan mereka tampak mengobrol lama sekali.Adi, ibu dan keluarga yang lainnya sudah pulang tepat pukul sembilan malam tadi, mengingat putraku itu sudah merasa mengantuk dan tidak mau tinggal, meskipun Yuda mengatakan tidak masalah jika Adi ingin menginap di kamar yang sama dengan kami. Tapi tentu saja ibu dan yang lainnya melarang. Bahkan sebelumnya mereka semua menggodaku, dengan alasan tidak ingin diganggu, padahal itu tidak benar sama sekali. Lagipula pernikahan ini bukan karena mengejar nafsu yang itu.Aku terlebih dahulu masuk ke dalam kamar yang telah disiapkan sebelumnya. Ruangan ini sudah dipenuhi dengan hiasan serta taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur juga dua handuk yang dibentuk seperti angsa dengan posisi saling menghadap. Aku menghela nafas berat, membayangkan apa yang terja

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 97

    Bab 97Yuda tampak gagah saat berdiri bersisian di sampingku dengan wajah bahagianya. Sesekali pria itu melirik ke arahku, tapi tetap kuabaikan. Meski aku tersenyum di depan para tamu, nyatanya ketika melihat sosok pria yang sekarang telah menjadi pendamping hidupku ini, hatiku kembali tersayat pedih.Bayangan bibir merahnya beradu dengan bibir Yanti waktu itu, terus membayang di pelupuk mata."Sepertinya kamu masih nggak percaya padaku, Indi." Pria itu berbisik tepat di telinga. Aku mengerjap sadar kala Yuda mengangsurkan air mineral. Kali ini dia tidak memanggil dengan sambutan 'Mbak' lagi. Mungkin karena sekarang aku telah resmi menjadi istri sah-nya.Meski sebenarnya hari ini tidak bisa kubayangkan. Betapa aku telah menikahi dengan seorang pria yang sebelumnya telah melakukan perbuatan yang menurutku sangat menjijikan itu dengan mantan adik iparku sendiri.Aku mengacuhkan perkataannya, saat para tamu undangan kembali mendekat ke arah kami. Memberi doa restu, sekaligus memberi sel

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 96

    Bab 96Akhirnya sampai pada di hari H. Pernikahan itu tetap digelar karena tak mungkin membatalkannya begitu saja. Mengingat undangan sudah dicetak, catering dan gedung serta pakaian khusus sudah dipersiapkan dengan baik. Maka atas permintaan keluarga besar Yuda dan Bu Dewi sendiri, mereka sengaja datang ke rumah untuk membujukku untuk melakukan kesepakatan."Aku setuju, tapi kumohon agar tidak bertemu dengan Yuda sampai hari H. Bahkan aku tak mau melihatnya di sekitar rumah dan tempat kerjaku. Aku perlu waktu untuk menata hatiku, walau bagaimanapun aku tidak siap bahkan untuk mendengar penjelasan serta permintaan maaf darinya," ucapku waktu itu pada mereka. Kulihat perubahan di wajah Bu Dewi yang sedikit terkejut. Mungkin tidak menyangka dengan permintaanku yang di luar nalar itu. Bagaimana mungkin aku akan menikahi pria itu, namun tidak ingin melihatnya sampai waktu yang ditentukan tiba.Bu Dewi mengangguk dan mencoba untuk memahami permintaanku."Aku tahu, mungkin kamu berat untu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status