Home / Romansa / Tesis Filantropis / Bab 8: Sandiwara mobil lawas.

Share

Bab 8: Sandiwara mobil lawas.

Author: snylees
last update Last Updated: 2022-01-16 17:52:41

Destinasi selanjutnya versi terbaru adalah Belgrave Road, tempat apartemen Wood berada. Misa dan Henry sepakat untuk menelusuri dalam dan luar tempat tersebut, dan mengubah Millbank di opsi terakhir.  

Setelah berunding selama satu jam, mereka berhasil membagi-bagi tugas: Arlo, Henry, dan Misa bertugas untuk memata-matai secara langsung dan berakting, Osvard bagian pengawasan jarak dekat, Edith ditugaskan untuk mengawas secara tidak langsung dengan kemampuan meretasnya. Dale, dia tetap berjaga di kantor polisi, bagaimanapun juga Dale adalah pengurus penting yang memiliki banyak klien di kantor polisi, mereka tidak bisa memaksa. 

"Apa yang biasanya orang-orang kaya itu lakukan di waktu seperti ini? Bersiap untuk berpesta?" celoteh Henry. Ia menengadahkan wajahnya ketika melihat bangunan tinggi itu.

"Aku pernah beberapa kali kemari untuk kepentingan kerja. Dalamnya bagaikan negeri dongeng," sambung Arlo yang duduk bersebelahan dengan Henry.

Mereka sudah sampai. Berhenti tepat 10 meter dari gedung tersebut, lebih tepatnya di depan sebuah kafe bernuansa minimalis khas kafe kekinian. Aroma manis kue dan permen mendesak masuk saat Osvard menurunkan kaca mobilnya. 

"Kau ingin masuk sekarang, Misa?" tanya Osvard sembari memeriksa sekitar. 

Misa menggelengkan kepala, "Kita tunggu di sini sementara. Ini jam-jamnya mereka pulang bekerja."

Setengah jam mereka hanya diam di tempat, entah sudah berapa belas unit mobil mewah yang memasuki kawasan apartemen tersebut. Osvard berdecak dengan kagum selepas mencari tahu berapa harga mobil-mobil itu. 

"Satu unit mobil saja bisa untuk tunjangan seumur hidup," celetuk Osvard. 

"Ini aneh. Merek mobil yang digunakan Logan dan Caroline di cetak foto tadi berbeda jauh dengan penghuni lain. Mobil mereka cenderung lawas dan murah—bagi mereka," ujar Misa, persis seperti apa yang Henry sebelumnya pikirkan. 

"Akhirnya kau menyetujui pemikiranku," sahut Henry dari jok belakang. 

Misa tidak mengacuhkan Henry dan hanya fokus melihat ke depan.

"Logan dan Caroline Brown adalah orang yang sangat kaya. Mobil itu pasti milik mereka juga yang digunakan untuk penyamaran dan pergi ke suatu tempat tanpa seorang pun mencurigai, style baju yang mereka kenakan pun tidak se-mencolok biasanya namun tetap saja jika dilihat lamat-lamat dari proporsi tubuhnya itu sudah pasti mereka."

Begitu Henry menyelesaikan asumsi-asumsinya dengan serta-merta mobil yang sama seperti mereka lihat di cetak foto melesat dari arah yang sama mereka datang. Mobil itu melambatkan lajunya lalu berbelok tepat di depan halaman gedung apartemen. Mereka semua terlalu terkejut untuk berbicara sepatah kata pun. 

"Itu mobilnya!" seru Arlo.

"Diam!" teriak Henry, Misa, dan Osvard berbarengan. 

Arlo membeliakkan matanya, semakin terkejut. 

Di luar dugaan, mobil itu berhenti sebelum benar-benar melewati talang penjaga; masuk ke dalam kawasan. Pintu depan sebelah kanan yakni jok pengemudi terbuka. Pria dengan tinggi kira-kira 180cm berambut pirang keluar dari sana sambil menggenggam telepon mahal keluaran terbaru. 

"Itu Mr. Arthur!" Misa memekik tidak percaya. 

Mereka semua mengira-mengira apa yang sebenarnya terjadi. Mungkinkah...?

----

Keesokan hari mereka semua kembali lagi ke apartemen Wood dengan rencana yang sedikit direvisi. Henry dan Arlo memiliki peran penting dalam rencana kali ini. 

"Pukul berapa sekarang?" tanya Arlo.

Henry melirik arloji di pergelangan tanya. "Aku rasa sudah saatnya kita memulai sandiwara ini."

"Lakukan yang terbaik. Aku akan mengawasi di luar," ucap Misa. Ia tidak bisa ikut berlakon dalam sandiwara tersebut karena sebelumnya ia telah belasan kali berjumpa dengan keluarga Arthur, hal itu akan mempersulit jika dirinya ikut serta. Sehingga tugasnya kali ini adalah mengawasi kawasan keluarga Arthur dan keluarga Brown dari jarak dekat.

"Semoga beruntung!" Suara Edith dan Osvard muncul di in-ear yang bersemayam di telinga mereka masing-masing. 

Arlo mulai mengetuk pintu kediaman keluarga Arthur, tak lama kemudian seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu.

"Selamat sore, Mrs. Arthur."

Wanita paruh baya itu membalas dengan senyum dan wajah kebingungan. "Sore. Ada perlu apa?"

"Sebelumnya perkenalkan, saya Arlo Martinez. Saya dan rekan saya kebetulan memiliki kepentingan dengan salah satu penghuni apartemen dan berharap dapat bertemu dengan pemiliknya, bisakah Anda—"

"Pemiliknya sedang tidak ada. Sebagai gantinya kalian dapat membicarakannya dengan kami. Keluarga kami cukup dekat dengan mereka," potong Mrs. Arthur tanpa terlihat mencurigai Arlo dan Henry. 

Arlo dan Henry dipersilakan memasuki kediaman mereka dan mereka langsung bertatapan dengan Mr. Arthur begitu sampai di ruang tamu. Mr. Arthur dan istrinya sibuk berbisik sebentar namun setelah itu kembali melayani Arlo dan Henry layaknya tamu biasa. 

"Arthur." Mr. Arthur mengulurkan tangan pada Arlo kemudian pada Henry.

"Ada kepentingan apa dengan keluarga Brown?" tanya Mr. Arthur tanpa basa-basi.

Itu adalah bagian Arlo untuk menjawab dan melanjutkan skrip sandiwara. Henry menelisik setiap sudut kediaman keluarga Arthur. Dan ia mendapati beberapa petunjuk. 

"Mr. Arthur, apa kau memiliki kembaran?" Henry bertanya sembari membantu Arlo mengalihkan topik. 

Mr. Arthur lantas mengalihkan pandangannya pada pigura yang terpajang di lemari di sebelahnya. 

"Oh, tidak. Itu mendiang Kakakku. Kami memang sering dikatakan kembar," jawab Mr. Arthur. Ia menggapai pigura tersebut lalu mengusapnya perlahan. 

Arlo menatap Henry, dan Henry tentu tahu apa yang ada di dalam pikirannya. Di foto tersebut terdapat Mr. Arthur dengan Kakaknya, mereka tampak mirip. Namun yang menarik perhatiannya bukan itu, melainkan sebuah mobil yang ada di dalam foto sama persis dengan mobil yang digunakan Mr. Arthur kemarin. Dan di belakang pigura terdapat pula tulisan '15-9-2006' yang Henry putuskan sebagai tanggal di mana foto tersebut diambil. 

Kali ini giliran Arlo yang melontarkan tanya. "Sepertinya mobil itu tadi kulihat di parkiran, apakah itu milikmu, Mr. Arthur?"

"Ya. Pemberian dari mendiang Kakakku enam tahun lalu." Mr. Arthur menjawab tanpa berpikir lama. 

"Semuanya... kurasa ada seseorang yang tengah mengawasiku sekarang." 

Suara Misa tertangkap oleh pendengaran Henry dan Arlo. Dengan gesit Henry bangkit. 

"Mr. Arthur, boleh aku meminjam toiletmu?" Henry berlagak seakan ingin buang air kecil. Setelah Mr. Arthur mengatakan di mana letaknya, Henry segera bergegas, tak lupa memberi isyarat pada Arlo kalau dia yang akan menangani Misa. 

"Misa kau di mana? Semuanya baik-baik saja?" Henry berusaha bersikap tidak mencurigakan sebelum sampai di toilet. 

"Misa? Jawab Misa!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tesis Filantropis   Bab 35: 9 tahun lalu.

    "Sembilan tahun yang lalu, saat itu Whitelaw masihlah dokter magang, bukan seperti yang sekarang. Whitelaw adalah nama yang digunakannya selama bekerja di sini, dan mungkin dia mengubah panggilannya setelah keluar dari rumah sakit ini. Whitelaw adalah seorang yang pekerja keras dan penggila kesempurnaan. Lalu, mengapa saya tahu itu semua? Karena saya adalah teman satu universitasnya dulu. Saya dan Whitelaw dulu adalah teman baik..."Henry terus mendengarkan tanpa berniat bertanya.Dr. Norman melanjutkan, "Tetapi semenjak Whitelaw gagal lulus sesuai rencananya, dia mulai agak sedikit berubah. Kala itu, memang sesuatu yang tak dapat diduga. Dia harus mengulang. Saya terus memberinya dukungan sebagai seorang teman. Awalnya, Whitelaw menanggapi tapi lama-kelamaan—semenjak saya lulus lebih dulu—dia mengubah kami menjad

  • Tesis Filantropis   Bab 34: Mengetahui siapa itu Whitelaw.

    "Sally! Sally!" Henry melesat masuk begitu saja ke dalam ruang kearsipan, di depan Sally dia langsung menghentikan langkah dan menatapnya heran sebab wanita umur tiga puluhan itu tidak membentaknya seperti yang biasa wanita itu lakukan.Sally menoleh padanya, di sebelah kiri pipinya terlihat membengkak, Henry menyimpulkan bahwa alasan di balik Sally yang pendiam hari ini adalah karena sakit gigi. Ia tidak mengerti apa yang hendak wanita itu isyaratkan padanya melalui sorot matanya yang tajam, tapi jika ditebak-tebak pasti tak jauh dari 'jangan berisik' atau 'pergilah' yang ingin dikatakannya. Lantas Henry hanya mengangguk-angguk meski tidak paham apa yang dikatakan Sally, karena wanita itu kini tengah berusaha berbicara tetapi kesulitan akibat giginya yang sakit.'Ya, ya. Aku tahu gigimu sedang sakit, maaf karena telah membuat keributan tiba-tiba...," ucap Henry.Sally bergumam tidak jelas lagi."Sudahkah kau pergi ke dokter gigi d

  • Tesis Filantropis   Bab 33: Bantuan Mr. Robert.

    Singkat cerita mengenai Henry dan Misa yang membantu Kent berbenah toko peralatan kantor milik pamannya sejak matahari baru memunculkan diri. Karena rencana mereka agar toko milik paman Kent ini akan selesai pada jam bukanya atau jam 11 pagi. Tapi Henry buru-buru menolak hal tersebut dan menambahkan syarat pada perjanjian: bahwa mereka takkan bersedia membantu Kent membereskan toko jika Kent tidak ikut bersama mereka menjenguk pamannya. Bagaimanapun juga Kent masih tetap tahanannya, dan Kent bisa melakukan apa pun untuk mengelabuinya. Kent yang sudah terlalu lengah pada akhirnya menuruti kemauan Henry. Dia bingung harus melakukan apa agar dirinya dapat terlepas dari prasangka sang Detektif. Pun si teman Detektif yang merupakan seorang detektif juga tidak berniat mempercayainya. Maka dari itu, Kent lebih memilih bergerak gesit agar semuanya dapat kembali normal. Tanpa ada detektif, kasus, polisi, bukti, atau apa pun yang berhubungan dengan itu. Setelah melalui b

  • Tesis Filantropis   Bab 32: Betapa mengejutkannya.

    Mereka menunggu sampai Kent selesai melayani pelanggannya. Sembari menunggu mereka berkeliling mencari keberadaan benda yang dicari. Walaupun Toko Peralatan Kantor ini memang tidak kelihatan seperti Toko Peralatan Kantor pada biasanya dari luar, di dalamnya tak dapat diragukan lagi kalau ini adalah sebuah Toko Peralatan Kantor. Banyak sekali buku nota, binder, map, dan sejenisnya, bahkan hingga printer tua yang namun masih terlihat berfungsi, kursi kantor, hingga loker-loker kecil dan sedang dengan harga terjangkau pun ada. Kekurangannya adalah... banyak sekali. Tampaknya pegawai di toko ini sedikit, sehingga pasti kesulitan untuk membenah barang-barang yang ada tertata rapi. Dan pasti juga ada campur tangan dari pelanggan yang seenaknya melihat-lihat ataupun mengacak-ngacak ketika mencari sesuatu tanpa dibereskan kembali setelahnya. Tapi Henry sendiri kemari bukan untuk menjadi seorang kritikus, melainkan sebagai seorang detektif.Akhirnya, 2 pelanggan terakhir yang be

  • Tesis Filantropis   Bab 31: Toko Peralatan Kantor.

    Hari ini Misa dan Violet sudah bertemu dua kali, Sebuah kebetulan yang aneh; Misa sendiri tidak menyangka kalau orang yang ditemuinya merupakan salah satu dari teman Henry, dunia seolah menyempit. Apa pun yang dia jumpai semuanya memiliki hubungan dengan Henry, entah apa pun itu."Kau mengenal Violet?" tanya Henry penasaran."Tidak. Kita baru bertemu tadi siang... tak sengaja bertemu lebih tepatnya."Henry mengangguk paham."Tampaknya pacarmu itu merajuk." Misa memperhatikan raut wajah Violet sebelum wanita itu beranjak pergi tadi."Hey? Apa maksudnya pacar? Aku tidak tertarik padanya," tangkis Henry cekatan."Perkataanmu itu akan menyakiti hatinya jika dia mendengar, benar-benar berhati dingin." Misa menyinggung Henry tanpa ragu.Mendengarnya Henry ingin sekali membelikannya sebuah kaca yang sangat besar agar gadis itu dapat melihat dirinya sendiri tak jauh seperti apa yang dia ungkapkan. Karena tidak ingin me

  • Tesis Filantropis   Bab 30: Pertemuan penting.

    "Bagaimana bis—tunggu sebentar... mengapa kau malah meneleponku? Sudahkah kaucari?"Misa merasa ada yang aneh pada Henry, ia jadi berpikir orang itu tengah membohonginya."Aku meneleponmu tanpa alasan," jawab Henry dari seberang sana.Apa yang ada di dalam kepala lelaki itu Misa selalu tidak memahaminya. "Jernihkan dulu pikiranmu. Di mana kau sekarang?" Misa bermaksud untuk mendatangi Henry saat itu juga.Henry menjawab, "Itu dia, aku masih ada jam kerja setelah ini. Temui aku di rumah sakit di ruanganku dua jam lagi.""Dua jam lagi? Yang benar saja...," gerutu Misa. "Baiklah, karena aku memiliki beberapa pertanyaan juga untukmu. Sampai jumpa dua jam lagi."Terdengar suara helaan napas dari sana, "Asal kau tahu, kau menyelamatkan otakku. Sampai jumpa dua jam lagi."Bip! Misa mematikan panggilannya lebih dulu, trolinya didorong ke kasir, butuh waktu 15-20 menit untuk Misa mengantre. Siang ini cukup ramai khalaya

  • Tesis Filantropis   Bab 29: Terluput.

    Kejadian sehari sebelumnya. Di malam hari di rumah sakit tempatnya bekerja, selepas Henry mengantarkan Misa ke apartemennya. "Tunggu sebentar, Kinsey," panggil Henry sambil menepuk bahunya.Kinsey menoleh dan mengangkat alisnya, "Ada apa, Mr. Littlejohn?""Kau bisa lebih dulu langsung ke ruang operasi, aku punya sesuatu yang harus dibicarakan dengan Dr. Theodore," ucap Henry, wajahnya menampilkan senyum dibuat-buat.Kinsey yang memang tidak ingin ikut campur lebih jauh lagi pun mengangguk lalu melanjutkan langkah sambil melambaikan tangannya pada Henry tanpa membalikkan badan.Henry pun berjalan cepat ke arah ruangan Dr. Theodore; sesekali memastikan kalau barang-barang buktinya masih dia bawa. Di depan ruangan Dr. Theodore seperti biasanya dia akan mengetuk dan meminta izin masuk sebelum orangnya mengizinkan."Masuk."Pintu ruangan Dr. Theodore lantas dibuka oleh Henry secara perlahan; ketika Henry masuk Dr. Theodore

  • Tesis Filantropis   Bab 28: 155 tujuan maskapai.

    Sebelum matahari semakin memunculkan dirinya, Edith bangkit dari kasur dan langsung membuka kulkas mereka. Tidak banyak bahan makanan karena di awal bulan ini mereka berdua belum sempat untuk berbelanja kebutuhan sandang. Karena itu, Edith terpaksa hanya memasak roti isi telur omelette dengan saur cabai dan saus mustard yang tinggal tersisa sedikit. Sebenarnya, hampir tiga hari ini Edith dan Misa hanya sarapan dengan menu yang sama, agak bosan namun harus bagaimana lagi.Misa keluar dari kamar masih memakai piyama cokelat motif kuda kesukaannya, berjalan ke arah kamar mandi sembari mengusap wajahnya berkali-kali."Roti omelette lagi tidak apa-apa, kan?" tanya Edith pada Misa.Misa mengangguk cepat. "Itu sudah lebih dari cukup," kata Misa, sebelum setelahnya ia kembali melangkahkan kaki masuk ke kamar mandi.Beberapa menit sesudah Edith menyiapkan sarapan, Misa keluar dari kamar mandi dengan rambut hitam sepunggungnya yang basah; pakaiann

  • Tesis Filantropis   Bab 27: Flying without wings.

    Telepon Henry berdering ketika ia hendak menyuapkan steiknya ke mulut, lantas ia mengeluarkan ponsel pintar itu dari saku mantelnya sambil merengut malas. "Halo," ucap Henry dengan mulutnya yang masih mengunyah daging. "Halo, Henry. Maaf sebelumnya aku tidak sempat mengangkat panggilanmu tadi, aku sedang berbincang dengan temanku." Arlo menyahut dari seberang sana. Misa dan Osvard sama-sama terdiam sembari menikmati hidangan mereka dan membiarkan Henry menelepon dengan tenang. "Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, apa kau sedang sibuk?" tanya Henry. Tangannya yang menggenggam sebuah garpu menusuk satu potong daging lalu melahapnya lagi.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status