“Serius itu mantannya Mas Faisal?”
Luna menganggukkan kepalanya “Udah lama sih, mungkin ada setahun kita pisah. Hubungannya juga lumayan lama, tapi pas mereka putus aku jadian sama Zaki.”“Mbak Dewi itu sepupu dekatnya Akbar, belum nikah keknya.” Ismi mencoba mengingat Dewi, tapi mengatakan sedikit ragu.Luna menatap tidak percaya “Masa?”“Mas Faisal nggak cerita?” Luna menggelengkan kepalanya “Nggak penting, mungkin.”Ismi mungkin benar, Dewi tampaknya tidak penting bagi Faisal. Pertemuan kemarin tampak biasa saja, mereka berbicara selayaknya teman dimana seakan tidak pernah terjadi hal pribadi diantara mereka. Pemikiran Luna adalah hubungan mereka itu hanya pelarian, menggelengkan kepalanya dimana tampak tidak mungkin Faisal melakukan ini semua.“Udah nikah,” ucap Ismi sambil memukul lengan Luna yang membuatnya terkejut “Akbar bilang kalau suaminya di laut.” <“Semoga saja dia nggak melakukan hal gila lagi, apa yang terjadi ini kaya teguran dari Tuhan.” Mereka semua mengamiinkan kalimat yang keluar dari bibir Raka, tidak ada yang membuka suaranya kembali. Orang tua Dewi sudah mengatakan apa yang seharusnya dilakukan sang anak pada mereka, tapi tampaknya semua nasehat hanya dianggap sebagai angin lalu. Obsesi membuat Dewi tidak bisa berpikir dengan jernih, bahkan membuat mereka berdua harus bersabar menghadapinya. “Aku dengar kalau kecelakaannya parah, bahkan hampir angkat rahimnya.” Ismi memberikan informasi membuat semua menatap tidak percaya. “Pantas orang tuanya minta maaf,” ucap Heri yang diangguki Raka. “Suaminya gimana?” tanya Raka menatap Akbar yang hanya bisa mengangkat bahunya “Dia kapan datang?” “Secepatnya, tapi nggak tahu kapan. Dewi rencananya akan dibawa ke rumah orang tuanya.” Akbar menjawab apa yang diketahuinya “Orang tua
“Mantanmu itu ada aja gebrakannya.” Faisal berdecih mendengar kalimat yang keluar dari bibir Heri, ditambah anggukan Raka. Informasi yang diberikan Nisa memang tidak mengarah pada Dewi, tapi tidak tahu pikirannya secara seketika mengarah kesana setelah semua kejadian. Sekarang ketika berkumpul bersama dua sahabatnya yang datang ke rumah orang tuanya membuat Faisal menceritakan semuanya, kepalanya sudah penuh dengan permasalahan yang dibuat Dewi. “Kamu nggak pernah ketemu sama Dewi?” tanya Heri “Maksudku sekali lagi? Kasih penegasan gitu.” “Dia bilang kalau aku nikahnya sama wanita lain nggak masalah, tapi ini Luna yang aku nikahin. Dia tahu kalau selama ini hanya pelarian agar aku nggak memikirkan Luna.” “Salah kamu sendiri dulu bilang begitu.” Raka menanggapinya santai “Malah sekarang adikku yang harus menjalani semua kesalahanmu.” “Untungnya Luna sabar dan cinta sama kamu, coba
“Rekan kerja? Yakin?” Eni memicingkan matanya mendengar jawaban Faisal. “Ibu kalau nggak percaya bisa tanya sama Heri, aku juga udah bilang sama Luna kerjaan sekarang lagi ngerjain konseling dan dia rekan kerja.” Faisal menatap Eni dengan tatapan meyakinkan. “Kamu harus menyelesaikan masalah ini sama dia.” Eni mengatakan dengan nada serius. “Sudah, bu. Aku sampai nggak tahu lagi gimana ngomongnya.” Faisal mengusap wajahnya kasar. “Gimana kalau ketemu sama ibu? Apa kamu ketemu orang tuanya?” Faisal mengerutkan keningnya “Ngapain? Kurang kerjaan banget aku ketemu orang tuanya, bu. Aku sama Luna sudah bicara sama dia dan suaminya tapi malah menjadi. Kita sampai bingung harus gimana, bahkan dia memberi kabar kalau pesan kue di Luna secara langsung bisa dapat diskon banyak. Luna sampai lelah jawab permintaan tetangga, lagian Luna mau kasih diskon berapa banyak? Luna juga perlu membayar gaj
“Jangan terlalu serius, mas. Mereka pada takut sama kamu.” Faisal mengerutkan kening mendengar kalimat Nisa “Konseling memang harus serius, kamu lupa? Lagian kita harus memberi batasan sama mereka, aku juga tahu waktu dan tempat untuk serius dan santai. Kurang berapa lagi? Masih banyak?” “Mungkin dua atau tiga orang, tapi besok kayaknya banyak.” Nisa menatap catatan yang ada diatas meja. “Baiklah, semangat. Setelah ini kita makan-makan.” “Bener, mas?” Nisa menatap tidak percaya yang hanya diangguki Faisal “Ok, semangat.” Faisal tahu pekerjaan saat ini memang melelahkan, dimana mereka harus melakukan tes lalu memberikan penilaian dan berakhir dengan konseling. Mereka dipisah menjadi beberapa, Faisal dan Nisa kebagian sekolah yang jaraknya jauh dari rumah dan kantor, tempat konseling mereka selalu berubah tergantung dari jadwal dan permintaan yang masuk. “Aku ngga
“Mulai sibuk, mas?” Faisal menganggukkan kepalanya “Kamu udah tahu kalau mulai konseling.” “Mas sendiri atau sama siapa?” “Penanggung jawab aku dan Nisa, tapi kita ada tim sekitar enam orang.” “Nisa? Aku nggak pernah dengar.” “Dia udah mau nikah, sayang.” Faisal mencium pipi Luna sekilas “Nggak usah cemburu.” Luna berdecih sambil memutar bola matanya malas “Waktu kita nikah dia datang?” “Pertanyaan macam apa itu? Jelas datang, kenapa memang?” Faisal menatap bingung “Jamgan bilang kamu cemburu. Kamu sama Rebecca aja nggak cemburu, masa sekarang cemburu.” “Kamu sama Rebecca itu hubungan kita hanya tetangga, mas. Kalau sekarang beda, lagian aku nggak cemburu tapi hanya bertanya nggak lebih, tapi reaksi kamu malah aneh.” Luna menggelengkan kepala dengan tatapan penuh selidik. “Ya...ya...maaf kalau kal
“Nggak usah kepikiran hamil, sayang. Kalau memang sudah waktunya pasti dikasih, bisa jadi kamu belum hamil karena masih ada yang Tuhan rencanakan tentang usaha kamu itu.” “Padahal kita lakuinnya sebelum menikah, mereka-mereka diluar sana lakuin sebelum menikah udah langsung hamil terus kenapa aku belum? Nggak mau coba cek kah, mas?” Faisal menatap dalam kearah Luna “Kamu kenapa? Apa yang ada dalam pikiranmu? Nggak ada hubungan sama Dewi, kan?” Luna terdiam, mengalihkan pandangan kearah lain “Entah, kehadiran mantan kamu itu sering buat aku berpikir tentang kehamilan. Kalau aku hamil pastinya mas nggak mikir dia.” “Kapan aku mikirin dia?” Faisal seketika tidak terima dengan kalimat Luna. “Bukan mikir yang begitu, tapi mikir tentang kehamilan. Aku takut aja kalau ada apa-apa sama kita sampai belum hamil.”