"Sayang, buka pintunya!" seru Rahman, menggedor-gedor pintu kamar yang terkunci.Sepulang Ibu RT, Ibu RW dan Sari, Ayu terus mengurung diri di kamarnya. Penampilan berantakan dan rasa laparnya tak dipedulikan laki-laki itu. Dia harus bicara dengan Sari, harus.Dada Rahman sakit. Tentu saja, sakit karena kejadian sudah terjadi pada Ayu, istrinya. Perubahan Ayu yang baru beberapa jam membuatnya frustasi. Bagaimana kalau Ayu berubah selamanya?Di kamar, wanita bermata indah itu hanya diam menatap pantulan diri di cermin meja rias. Air matanya terus mengalir meski tak ada isakan. Kehidupan rumah tangga yang sangat manis selama ini ternyata menyimpan duri yang tajam.Jangan tanya hatinya. Sudah pasti terluka. Suami yang disangka baik dan setia, ternyata tidak lebih dari seorang bajingan. Ayu menangkup wajahnya, kali ini isakan kepiluan keluar dari mulut itu.Betapa hancurnya dirinya mengingat video tak senonoh di ponsel Sari. Dengan jelas pemain adegan itu adalah Rahman. Hidupnya terjatuh
"Pertama, mobil dan harta lainnya harus balik nama Rafli. Nikahi Sari, karena bagaimanapun ada anak yang harus kamu akui, tapi cukup kita saja yang tahu pernikahan ini. Ketiga, biarkan Sari tinggal di rumah ini selama dia hamil. Sari tidak boleh keluar rumah tanpa izinku. Kamu hanya boleh memegang 30 % gajimu, itu termasuk nafkah untuk Sari nanti. Setelah Sari lahiran, pergilah bersamanya keluar dari rumah ini, tanpa membawa apa pun," papar Ayu mengajukan syarat.Rahman melongo mendengar pemaparan Ayu. Hatinya dirundung gundah. Syarat Ayu terlalu menakutinya. Takut, jika semua akan hilang dari Rahman. Bukan hanya kasih sayang dan cinta, tapi harta. Apalagi harus tinggal bersama Sari. Bukan ini yang Rahman harapkan."Kamu mau dimadu?" tanya Rahman, hati-hati.Ayu menatap tajam suaminya. Tidak, tentu saja Ayu akan mengatakan itu. Wanita mana yang mau berbagi suami? Apalagi dengan cara yang menyakitkan seperti itu."Sampai mati pun aku gak ikhlas, Mas! Kamu tahu? Aku lakukan ini demi nam
POV Ayu"Sah?""Sah!"Dadaku bergetar hebat menahan sakit yang tak berperi. Aku lemah, sungguh. Menatap Mas Rahman yang tengah bersanding dengan tetanggaku sendiri. Jika bisa, aku ingin menghilang ke suatu tempat yang sepi dan luas, berteriak sekancang mungkin atau memukul apa saja yang jadi pelampiasan.Namun semua kutahan, demi kehormatan keluarga kami, pun untuk membeli pelajaran pada dua biadab itu. Ijab kabul dilakukan malam hari, dengan Pak RT dan Pak RW sebagai saksi. Ditambah istri dari kedua aparat tempat tinggal kami.Untunglah, saudara Ibu Sri adalah seorang penghulu. Jadi, dengan mudah semua berjalan lancar. Bukankah Tuhan adil? Rencanaku bahkan berjalan mulus tanpa diduga."Maaf sebelumnya, Mbak. Pernikahan ini harus diulang saat nanti Mbak Sari usai melahirkan. Karena, nanti jatuhnya zina. Memang, ada beberapa ulama yang menyatakan sah dengan pernikahan seperti ini. Pak Rahman juga dilarang menyentuh Mbak Sari selama sembilan bulan ke depan."Mas Rahman tersentak, bisa k
PoV AyuAku terbangun di tengah malam. Rasa haus amat mengganggu. Dengan tubuh yang masih terasa lelah, kupaksakan bangkit. Sempat kulirik Mas Rahman yang tertidur memeluk guling. Rasa tak tega menyusup relung hati.Biasanya laki-laki itu akan memelukku sepanjang malam. Kebiasaan sedari menikah. Namun, bayangam video tak pantas itu seolah menghapus kenangan manisnya dalam sekejap.Aku bergegas melangkahkan kaki menuju dapur. Akan tetapi, langkahku terhenti saat kudengar suara berisik dari arah ruang tengah. Dadaku berdegup kencang. Gemetar, tubuh ini ketakutan. Bagaimana jika itu maling?Rasa haus yang mendera menguap begitu saja. Aku tetap ke dapur, tapi bukan untuk minum, melainkan mencari sapu atau apa pun yang bisa dijadikan senjata.Bisa saja aku membangunkan Mas Rahman, tetapi bagaimana kalau si penyusup itu lebih dulu menjarah harta benda dan kabur?Dengan langkah mengendap-endap aku mencoba menghampiri sumber suara. Ruang keluarga yang gelap membuatku kesulitan untuk melihat.
PoV Ayu"Kalian saling kenal?" tanyaku pada Azam dan Sari bergantian. Sari masih terlihat kaget. Sama halnya dengan Azam. Sedangkan, Ambu dan Abah menatap penampilan Sari dari atas sampai bawah."Kamu tinggal di sini?" tanya Azam, tak menghiraukan pertanyaanku. Mungkin dia masih penasaran dengan adanya Sari di rumah ini."A-aku permisi dulu, mau beli sarapan," ujar Sari tak menjawab, dia malah bergegas pergi ke luar rumah.Gerak-geriknya membuatku curiga. Bagaimana tidak? Wanita yang terlalu berani, bahkan untuk mencuri pun nekat, tiba-tiba saja terlihat ketakutan di depan Azam. Ada apa dengan mereka?Mata Azam mengikuti langkah Sari hingga hilang di balik pintu. Aku hendak bertanya perihal Sari padanya, tapi diurungkan karena kedatangan Mas Rahman.Mas Rahman menyambut orang tuanya, senang. Dia berlaku seolah tak terjadi apa-apa. Aku pun membiarkan saja. Ini bukan berarti aku memaafkannya, hanya saja semua demi mertuaku juga. Aku tidak mau mereka sedih atau marah. Belum waktunya me
PoV Author"Kamu sedang apa di sini?" tanya Azam tiba-tiba, saat Sari hendak ke dapur.Sari kaget, dia langsung menoleh ke arah sekitar. Takut ada orang yang mendengar. Dengan cepat, Sari menarik tangan Azam hingga mereka sampai di dekat kolam renang."Apa yang kamu lakukan? Lepas!" sentak Azam membuat Sari langsung melepaskan tangan Azam.Azam yang terkenal kalem dan lemah lembut, seketika berubah sinis. Tatapan tajam pun dia berikan pada Sari."Jawab pertanyaanku, sedang apa kamu di rumah kakak iparku?" tanya Azam sekali lagi, kali ini dengan menyelidik. Wajah Sari tampak pucat dan bingung. Bagaimana tidak? Dia bertemu dengan mantan pacarnya yang pernah diselingkuhi. Sampai Sari menikah dengan selingkuhannya yang tidak lain adalah mantan suaminya juga temannya Azam.Yang membuat Sari takut adalah, jika Azam menceritakan masa lalunya pada Rahman. Dia tidak mungkin menjawab jika statusnya seorang istri muda. Bisa gawat berkali-kali lipat. Hidupnya saja sudah sengsara karena permainan
"Man, yang bener kalau nyari pembantu itu!" seru Ambu, tiba-tiba keluar dari dapur.Rahman yang sedang main catur bersama Abah pun sontak menoleh. Abah juga tak luput menatap istrinya."Emangnya kenapa, Bu?" Kali ini malah Abah yang bertanya.Ambu berdecak sembari duduk di antara dua lelakinya. "Masa pembantu pakaiannya kayak wanita murahan!" cecar Ambu membuat Abah terkekeh.Dari arah dapur, Sari mendengar dengan jelas cecaran ibu mertuanya. Ingin Sari mencacah Ambu seperti sayuran yang sedang dia olah. Semua mertua sama saja, bikin sakit hati. Itu yang ada dalam pikiran Sari."Loh, Bah. Jangan senyam-senyum sembarangan! Wanita kayak gitu bisa merusak rumah tangga tahu!" hardik Ambu membuat Rahman tersentak.Kata-kata ibunya amat tepat sasaran. Rahman memilih diam dan hanya mendengarkan."Kamu nemu dia dari mana, sih?" tanya Ambu, sarkas.Sari meremas-remas beras yang akan dia cuci. Benar-benar bikin kesal sampai ubun-ubun. Kalau Rahman menurut pada Sari, sudah dibuat susah ibu mert
Sari langsung menutup mulutnya. Sedangkan semua orang beralih menatap wanita itu. Ambu yang kesal dengan tingkah Sari pun lantas berdiri dengan menyimpan sendok secara kasar."Heh! Benar-benar gak punya sopan santu kamu! Orang mau makan kamu malah mau muntah!" hardik Ambu, wajahnya sudah memerah.Ayu hanya diam menyaksikan semua drama gratisan ini. Sedangkan Rahman sudah mulai takut, ya takut jika Sari terus terang jika tengah mengandung anaknya.Di sisi lain, kecurigaan Azam semakin kentara. Dia merasa ada yang janggal dengan kehadiran Sari di sana. Ditambah Haris yang tak ada bersama wanita itu."Ma-maaf, Bu. Sa-saya sedang hamil. Hoek!" Merasa tak tahan lagi, Sari bergegas ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya.Suara Sari yang muntah amat jelas ke ruang makan. Membuat masing-masing orang di sana terdiam dan mengurungkan niat untuk menyantap makanan yang tadinya tampak menggiurkan, justru berubah menjadi penyebab mual dan jijik."Bu, Abah tidak bisa makan kalau begini," uja