Benar saja, keesokan harinya, Mbak Kiki kembali ke rumahku dengan dandanan rapi. Tangannya menggandeng Azriel dan menenteng sebuah bungkusan besar. Rengginang dan peyek barangkali. Aku sengaja menutup rapat semua pintu rumah setelah suamiku berangkat kerja. Tapi sialnya saking buru-burunya, aku malah lupa mengunci pagar. Hanya menutup rapat saja. Alamatlah, si Nyonya Meneer bisa masuk dan gedor-gedor pintu. Aku dan Davi sudah sepakat untuk bersembunyi di kamar depan, dan tak bersuara agar Mbak Kiki tak curiga.“Riniii ….” Jelas saja aku tak akan menyahut.“Kamu kemana Riiin?”“Duuh, gak ada orang kali, ya?” Pasti sekarang dia lagi cari-cari celah buat ngintip. Hihihi.“Pelgi kali, Nyak. Kita naik ojek aja la Nyak.” Terdengar suara anaknya menyahut.“Oh, jangan! Lebih baik pinjem motor N-Cox nya Davi aja biar gaya, pan kite mau pamer,”Asmirandah, kurang asem kamu ya! Pengen bergaya tapi gak mau keluar biaya!“Olangnya gak ada Nyak. Ayok lah naik ojek aja,” rengek Azriel.“Kaga muat, N
Sukiyem ditinggal di pasarHari ini aku menunggu Kang Sayur, tapi kok masih belum lewat-lewat juga ya? Ah, kayaknya harus ke pasar, nih. Aku keluarkan si N-Cox, pakai masker dan helm, kemudian pelan-pelan aku starter si N-Cox setelah Davi aman duduk di boncengan. Ketika sudah menyala, gas poll. Bener saja, ada suara tanpa wujud yang segera menyadari keterburuanku untuk menghindarinya.“Riiin ….”Mau tak mau aku mengerem motor, dan berpaling mencari wujudnya si Nyonya Meneer.“Apaan?”“Mau kemane, lu? Buru-buru amat?” ujarnya tergopoh-gopoh menghampiriku.“Ke pasar,”“Ikut, dong!”“Gak muat, Mbak.”“Muat!” tanpa tedeng aling-aling dia langsung saja naik ke boncengan motor. Membuat Davi sedikit terjepit karena posisinya di tengah.“Mah, kok gajah bisa naik motor, sih?” Davi meringis karena terjepit.“Hush! Anak kecil! Tante bukan gajah,”“Terus apa?” tanya Davi.“Induknya gajah, bwahahahaha. Jalan, Rin!”“Eh, Cempluk! Anakmu kau tinggal?” ujarku mengingatkan.“Tenang, ada Bapaknye. Udeh
Kriting SyebelHari ini Davi berulang tahun yang ke-4. Aku sudah menyiapkan acara keluarga. Hanya keluarga. Memasak makanan dan menyiapkan sebuah tart yang aku pesan dari toko kue yang terkenal enak. Rencananya aku juga akan mengundang beberapa teman Davi di lingkungan rumah untuk ikut makan bersama. Hanya makan bersama dan bagi-bagi kue saja, tidak ada acara tiup lilin apalagi pakai balon-balon. Ribet. Lagipula aku tak suka balon, seram.Keluarga dari suami dan keluargaku semuanya berkumpul. Kami bercengkrama dan bercanda. Jarang-jarang bisa berkumpul seperti ini, karena kesibukan masing-masing. Davi sangat senang mendapat kado dan hadiah dari Oma, Opa, Nenek, Kakek, Tante, dan Om nya. Namanya anak kecil, diberi hadiah sederhana saja pasti sudah sangat senang.Setelah selesai berdo’a dan makan bersama, beberapa saudara membantuku mencuci piring-piring kotor. Menjelang sore akhirnya semua keluarga kembali ke rumah masing-masing. Tinggallah Davi yang sedang asik membuka bungkusan kado-
Kurang SajenPagi-pagi, setelah Mas Hadi berangkat bekerja, aku masih asyik di halaman membersihkan dedaunan kering bunga bougenville yang berguguran. Bunyi suara sapu lidi yang aku gunakan seperti sinyal yang memanggil-manggil bagi makhluk dari galaksi andromeda. Benar saja, nongol!“Hay, Rin!” Dia menyapa dengan gaya kemayu.“Pagi-pagi tumben udah mandi, udah dandan lagi?”“Iya, dong! Kan udah ikut kelas makeUp online. Kudu cepet bangunnya biar gak ketinggalan siaran langsung di grup.”“Ooh, langsung dipraktekin, gitu?”“Ya iya, lah! Nih, hasilnya. Bagus, kan?” ujarnya sambil memajukan wajahnya dan celingukan memamerkan hasil riasan wajahnya. Wajahnya diberi polesan yang terkesan menor. Warna bedak juga tak sesuai dengan warna kulit aslinya. Belum lagi contouring yang terlalu tebal. Wajahnya terlihat kelewat tirus.“Bagus. Lumayan, lah. Daripada dirimu ngelungker aja tiap pagi. Cuma, kasih saran dikit, ya. Itu contouring nya jangan terlalu tebal. Mukamu gak cocok kalau kelihatan tir
Balada Ultah AzrielHari ini suami si Mbak Kiki kayaknya ada di rumah. Tapi tumben, dia malah keluar rumah. Tak seperti biasanya. Dia menghampiriku yang sedang berjongkok mencabut rumput-rumput kecil dalam pot bunga di halaman.“Rin, nih!” ujarnya sambil memberikan secarik kertas undangan ulang tahun anak-anak.“Apaan, nih, Mbak? Anakmu ultah?” tanyaku heran. Setahuku, dari penuturannya dahulu, jarak umur Azriel dan Davi sekitar enam atau tujuh bulan. Mengapa dia mengadakan acara ultah beberapa hari setelah ultah Davi?“Iya, dong! Emangnya anakmu aja yang bisa ultah?” jawabnya jumawa.“Bukannya dulu kamu bilang anakmu lahirnya akhir tahun, ya?”“Emang, tapi lagi pengen ultah sekarang aja!”“Bwahahahaha … Ultahnya dimajuin?” Dia hanya mengangkat sebelah alisnya melihatku tertawa. Aneh banget nih emak-emak.“Emang kenapa?” tanyanya sewot.“Kasian anakmu, Mbak! Tua sebelum waktunya! Wakakakakak ….”“Kok elu malah ketawa-ketawa, sih?” ujarnya sebal.“Ya lucu aja, Mbak. Gara-gara anak tet
Telor GratisSetelah prahara ultah anaknya yang gagal total meraup kado, Mbak Kiki jadi semakin jutek kalau ketemu. Hahaha, aku maklumi saja, lah. Makhluk sejenis Mbak Kiki ini memang absurdnya udah akut, bukan tingkat kecamatan apalagi kabupaten, udah level luar angkasa. Hahahaha. Semoga saja tak ditabrak asteroid.Seperti hari ini, tak sengaja aku melihatnya duduk termenung di teras rumahnya sendiri. Kebetulan aku sedang ada perlu hendak ke rumah Mbak Devi, mau meminta daun salam yang tumbuh subur di tepi pagar rumahnya.“Ngapain menung-menung di situ sendirian, Mbak? Ntar kesambet, lho.”“Lagi cari ilham!” jawabnya ketus.“Cari ilham? Emang mau ngapain kok kudu dapet ilham?”“Mau tau aja, lu! Nah, tuh si Ilham! Ilham, ck ck ck ck ck ck.” Dia memanggil seekor kucing belang hitam putih yang kebetulan lewat dekat kakiku.“Owalah, ternyata Ilham nama kucing? Sejak kapan melihara kucing? Biasanya berantem mulu ama kucing?”“Biar jadi lawan berantemnya si Udin!” ujarnya sewot.“Hahaha, U
Telor Gratis.Setelah kejadian Mbak Kiki kecemplung parit, sudah hampir satu minggu dia tak muncul ke rumahku. Mungkin memang harus kecemplung parit dulu baru dia insyaf. Kalau tahu begitu, mengapa tak sejak dulu saja kau diceburin ke got, Mbak? Hahaha jahat banget ya aku?Semoga saja hari ini pun dia tak muncul. Karena aku sedang sibuk di kebun mini untuk menyemai beberapa tanaman. Rasanya mataku sepet melihat kebun hanya ditumbuhi rumput. Meskipun ada beberapa batang singkong yang masih hidup. Lumayan pucuknya bisa buat rebusan. Walaupun akhirnya umbinya jadi pahit karena daunnya sering-sering dipetik.Akhirnya cangkul kecil pun beraksi membuat galangan tanah. Aku berencana membersihkan rumput liar terlebih dahulu, sambil menimbun tanah membentuk gundukan, supaya besok lebih mudah untuk ditanami.Akhirnya panas matahari yang menyengat membuatku menyudahi pekerjaan ini. Udin yang sejak tadi ikut menemani pun akhirnya masuk ke dalam rumah karena tak tahan kepanasan.“Mamah, mau minum?
“Riiin ….” Pagi-pagi sekali dia sudah bertandang ke rumahku. Menggedor-gedor kan gembok besar yang mengunci pagar.“Mah, solmet Mamah, tuh,” ujar Mas Hadi yang sedang asyik sarapan.“Ganggu orang sarapan aja.”“Udah janjian kali sama Mamah, siapa tau Mamah lupa.”“Janjian apa, ya? Ooh, iya. Dia utang telor dua papan sama Mamah, hihihi.”“Kok bisa? Pasti Mamah ngerjain dia lagi, ya?”“Hmm, abisnya nonton tv di rumah kita sampe gak inget waktu. Mamah matiin deh listriknya.”“Udah, datengin dulu, gih. Sekalian pager dibuka gemboknya!”“Oke, deh, Pah.” Aku pun segera menuju ke halaman untuk membukakan pagar. Kasihan si Asmirandah. Eh, maksudnya kasihan kuping tetangga.“Apaan, Mbak?” tanyaku sambil membuka gembok.“Lama amat bukain gerbang pagernya!”“Mau bayar utang telor?”“Hehehe, kapan-kapan aja deh, ye! Soalnya aku lagi gak pegang duit kes!”“Hmm, sudah kuduga! Ga usah aja, Mbak. Lagian aku gak ngarep kok. Becanda aja.”“Iya, aku tau kok. Kamu emang suka becanda. Hihihi ….”“Terus se