Share

Sakit Perut deh

Author: Dianti W
last update Huling Na-update: 2021-06-19 07:42:54

Tetanggaku Rajin (Minta)

 

Part 5

 

Jam 2 siang, aku mengisi mangkuk ukuran sedang dengan rendang buatanku untuk kuberikan kepada Mbak Kiki. Sebagai penebus rasa bersalah karena tadi pagi kubiarkan dia yang tak sengaja memakan Dryfood milik Udin kucingku. Akupun penasaran ingin tahu reaksi perutnya seperti apa setelah makan makanan si Udin.

 

"Assalamu'alaikum, Mbaaak," panggilku sambil mengetuk pintu rumahnya. Namun tak ada jawaban.

 

"Mbaak, ini Rini, bawain rendang," ujarku lagi sedikit berteriak. Masih hening.

 

"Kemana sih, Mbak? Ah aku bawa pulang saja lah, orangnya lagi pergi kali tuh," gumamku.

 

Tapi tiba-tiba pintu dibuka. Keluarlah sesosok pria, ternyata suami Mbak Kiki.

 

"Pak Bowo, ini ada lauk rendang sedikit." Kusodorkan wadah berisi rendang.

 

"Wah terima kasih banyak Mbak Rini, maaf tadi saya tidak jawab karena sedang di dapur buatin oralit buat istri," ujarnya seraya menerima pemberianku.

 

"Mbak nya mana, Pak?" tanyaku penasaran.

 

"Ooh ... itu ada di kamar, sedang tak enak badan katanya, makanya tadi dia telfon saya suruh pulang, katanya tadi mual terus pusing dan sempat muntah juga," ujarnya menjelaskan keadaan istrinya.

 

"Duh kasihan Mbak Kiki, semoga lekas sehat ya, Pak, istrinya. Saya permisi, Assalamu'alaikum ...." Aku buru-buru berjalan pulang.

 

"Terima kasih banyak ini lauk rendangnya, Mbak Rini," ujarnya sedikit berteriak karena aku sudah berjalan cukup jauh.

 

Aku hanya mengangguk saja sambil terus melangkah pulang. Syukurlah reaksi perutnya menolak makanan si Udin. Kalau tidak, bisa-bisa besok dia rebutan cemilan dengan si Udin. No no no tak akan kubiarkan. Tapi kasihan juga sih, lagian Mbak Kiki juga gak tanya dulu itu makanan orang apa bukan, main samber aja. Huuh heran.

 

***

 

"Sayuuuurrrr ...."

 

Pagi ini kudengar suara Kang sayur berteriak menjajakan dagangannya. Aku sedang butuh bumbu rempah yang sudah habis di dapurku. Melihat kebun miniku, aku punya ide, aku akan membuat menu urap dan aku hanya perlu tambahan sayur kol dan tauge. Nanti akan kubagikan lagi pada tetangga. Karena kalau bagi-bagi sayuran tanamanku belum cukup.

 

"Buibbuuu ... Saayuuurrr ...," teriak Kang sayur. Tak lama kemudian berkumpullah beberapa ibu-ibu mengerumuni barang dagangan si Akang.

 

Kuhampiri Kang sayur untuk berbelanja kebutuhanku. Kusapa ibu-ibu lain yang sedang memilih sayur.

 

"Assalamu'alaikum ibu-ibu," ujarku sambil tersenyum. Memang usia tetanggaku rata-rata di atasku, bahkan ada yang mungkin seumuran ibuku.

 

"Wa'alaikum salam," jawab mereka serentak.

 

"Belanja sayur Neng?" tanya Bu Sofia.

 

"Cari rempah-rempah sama sayur buat urap Bu. O iya, tumben ibu-ibu lain pada di rumah jam segini? Biasanya sudah pada berangkat ngantor," tanyaku pada mereka.

 

"Iya Dek Rin, kami pada diliburkan, kan sedang heboh wabah virus Corona, jadi anak sekolah libur, kantor juga banyak yang libur." Mbak Tarsih menyahut.

 

"Ya Allah, iya ya Mbak, semoga kita jangan sampai jadi korban," ujar Kang sayur.

 

"Sebaiknya jangan dulu pergi ke tempat ramai ya ibu-ibu, hindari dulu bepergian ke luar negeri, terus kudu rajin cuci tangan dengan sabun juga, insya Allah kita terhindar dari paparan virus." Mbak Tarsih menjelaskan. Ya, Mbak Tarsih ini adalah seorang guru SMA.

 

"Lah seperti saya kudu gimana Mbak Tarsih? kan harus belanja sayuran di pasar buat dijual lagi, pasar atuh pastinya selalu ramai, kan?" Kang sayur bertanya dengan nada sedih.

 

"Pakai masker saja Kang, dan jangan lupa sering-sering mencuci tangan, kalau misalnya mengalami gejala demam, sakit tenggorokan, batuk dan pilek sebaiknya langsung periksa ke Rumah Sakit." Mbak Tarsih kembali memberi penjelasan.

 

"Begitu ya, Mbak? berdo'a saja atuh kalau begitu semoga kita semua dihindarkan dari virus Corona dan congorna," ujar si Kang sayur.

 

"Kok virus congorna, sih, Kang?" Bu Sofia bertanya sambil terkikik. Kang sayur tak menjawab, hanya cengar-cengir sambil garuk kepala.

 

"Tenang Kang, di lingkungan kita ibu-ibunya tidak ada yang terinfeksi virus congorna. Kalaupun ada sudah pasti bakalan kita kucek dengan sabun seember!" hjar Mbak Tarsih sambil tertawa, kami semua pun jadi ikut tertawa.

 

"Ya sudah ibu-ibu lanjut dipilih sayurnya," ujar Mbak Devi, tetanggaku yang paling irit bicara. Akhirnya setelah membayar kami pun bubar menuju rumah masing-masing.

 

"Kaang, tungguiiin...." Terdengar suara seseorang. Ternyata Mbak Kiki. Dia berjalan mendekati Kang sayur yang sedang mengemasi barang dagangannya. Kang sayur terlihat agak malas melihat Mbak Kiki.

 

"Kang, ada daging, gak?" tanya Mbak Kiki.

 

"Ada tinggal seperempat kilo," sahut si Akang.

 

"Berapa?"

 

"Pat puluh rebu!"

 

"Kok mahal?" Mbak Kiki bersungut-sungut.

 

"Cabe setengah kilo, berapa?" tanyanya lagi.

 

"Pat puluh rebu!" jawab si Akang dengan santai.

 

"Ah mahal, ga jadi, ini aja deh bayam dua ikat, berapa?"

 

"Pat puluh rebu!" Masih dijawab dengan santai oleh si Akang. Aku yang mendengar jadi terkikik geli.

 

"Kok semua serba pat puluh rebu? Sejak kapan harga bayam jadi pat puluh rebu?" Nampaknya Mbak Kiki mulai emosi dikerjai Kang sayur.

 

"Itu sisa utang kamu Sukiyeeemm, kalau mau beli bayar dulu atuuh sisa yang kemaren!" ujar Kang sayur sambil cengengesan.

 

"Ya ampun busyet dah ni orang. Iyaaa gue bayaaaarrr, nih satu gerobak motor lu juga bisa gue bayar, buruan itung yang bener, gue lagi males keluar rumah lama-lama, masih lemes gue tauk!" hardik Mbak Kiki lagi.

 

"Naah gitu doonk Sukiyem yang cantiik ...," ujar si Akang sambil tertawa lebar.

 

"Niih, semuanya tujuh puluh delapan ribu udah sama sisa bon, bayar aja delapan puluh ribu, anggap aja sedekah." Kang sayur menyerahkan belanjaan.

 

"Ya elah, dua rebu sedekah, nih duitnya, besok bawain gue udang seger yang besar ye, besok laki gue libur jadi mau masak spesial!" ujar Mbak Kiki sambil menyerahkan uang.

 

"Alhamdulillah, oke kalau maunya begitu mah besok saya bawain," jawab Kang sayur, meskipun ia tampak agak ragu.

 

"Ingeet udang segerr yang bessaaarrr." 

 

"Iyee nyonyaaa, nyonya yang besaarr sekaliii ...," jawab si Akang, membuatku yang mendengarnya jadi terkekeh. Lalu si Kang sayur pun berlalu.

 

Kusapa Mbak Kiki yang terlihat agak lemes dan pucat.

 

"Mbak, udah sehat kan? Semalam saya antar rendangnya, suaminya Mbak yang terima," ujarku padanya.

 

"Aduuh ampun deh aku, Rin! Masa semalam aku tuh ya mual muntah sampe diare segala. Coba liat nih badan aku sampe kurus kering begini." Aku ingin tertawa ngakak, tapi kutahan saja.

 

"Udah pergi ke Dokter, Mbak?"

 

"Sudah, kan semalam Mas Bowo kusuruh pulang. Terus kita ke Puskesmas, pas disuruh timbang BB sama petugas, ternyata turun, BB-ku tinggal 65 kilo hihihi," ujarnya senang.

 

"Wadduh, yakin gak salah tuh Mbak?" tanyaku keheranan.

 

"Yakin doonk, tapi kaki satunya gak ikut naik timbangan hihihi," ujarnya agak berbisik. Ya ampuun!

 

"Trus, kenapa bisa sampe diare  Mbak? Salah makan kali, Mbak?" tanyaku sambil senyum-senyum.

 

"Tau' ah, biasanya juga gak pernah. Kupikir semalam aku tuh hamil, eh ternyata nggak. Untung ada lauk dari kamu jadi selera makanku kembali bagus. Tapi kamu ngasinya kurang banyak, Rin, nih jadinya aku beli daging lagi hehee." Ingin rasanya tepok jidat mendengar jawabannya.

 

"Rin, aku mau tanya, kamu beli dimana jajanan lebaran yang semalam itu?"

 

"Jajanan?"

 

"Iyaaa yang ditoples kecil semalam ituu." Dia berusaha mengingatkanku. Walaupun sebenarnya aku tahu apa yang dia maksud.

 

"Ooh itu, itu cemilan si Udin, Mbak," jawabku sambil menutup mulut menahan tawa.

 

"Udin itu siapa?" tanyanya bingung.

 

"Udin itu teman mainnya Davi anakku, Mbak." Aku masih berusaha menahan tawa agar tidak meledak.

 

"Belinya dimana?" Tampaknya dia penasaran.

 

"Di Petshop, Mbak," jawabku.

 

"Petshop itu apa? Nama toko kue?" tanyanya lagi.

 

"Hahahaa ... udah deh, Mbak, jangan dibeli ya! beneran deh itu buk ...," Belum selesai aku menjawab, Mbak Kiki langsung menyahut.

 

"Alaah ... bilang aja kamu pelit gak mau bagi jajanan mahal sama aku, kan? Aku juga bisa tauk beli jajanan mahhall, lagian punya cemilan kok malah dianggurin." Mbak Kiki berbicara dengan memonyongkan bibirnya, yang kali ini sepertinya lupa dipakaikan gincu, hihihi.

 

"Bukan masalah mahal atau murah, Mbak, cuma gak lazim aja tau? Emang enak, ya, rasanya, Mbak?" tanyaku penasaran.

 

"Ya enak lah, lha wong GRATIS, bhaayyy!" ujarnya sambil berlalu. Akhirnya aku beneran tepok jidat. Hahahaha.

 

🐈🐈

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Buka Warteg

    Mbak Kiki Buka Warteg“Kenape, sih, Rin? Jadi elu yang histeris begitu?”“Aneh kamu, Mbak! Aku suruh tulis apa yang ada di kepala itu bukan kutu! Tapi ide yang muncul dari pemikiranmu sendiri!”“Lah jadi apa, dong? Elu ngomongnya begitu, ya gue ikutin, lah.”“Bahkan kamu lupa kalau di kepalamu juga ada otak, kan?”“Oh, iye, lupa gue, Rin!” ujarnya sambil garuk-garuk kepala. Emang lah dasar!“Hadeuuuh … punya otak pun bisa sampe lupa!”“Jadi yang bener pegimane?”“Searching, dong, Mbak! Di internet banyak contoh karya tulis. Belajar dulu sebelum menulis!”“Gue kan cuma ngikut ape yang elu bilang! Kenapa gue yang disalahin?”“Bukan nyalahin, hadeuuuh entahlah Tuhaaan ….”“Sedih gue, Rin, gak jadi dapet lima juta.”“Lebih sedih mereka kalau kamu yang menang, Mbak!”“Kamu, mah, sirik aja jadi orang!”“Bukan sirik, ngapain sirik sama ban kontainer?”“Ngomong ape, lu, barusan?”“Gak!”“Elu ajarin gue, kek!”“Terlambat sudah! Sono balik! Aku mau mandi.”“Gak, ah. Gue di sini aja. Laki gue la

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Isi Kepala

    Isi Kepala“Rin!” Lagi-lagi terdengar panggilan dari alam ghoib.“Apa? pagi-pagi udah nongol ke rumah tetangga. Kebiasaan!”“Apaan, sih? Sewot aje, lu? Gue kesel tauk?”“Hadduuuh … kapan dirimu itu gak kesel?”“Serius, Rin! Mas Wowo maksa nyuruh gue jual emas.”“Ya udin, jual aja napa? Mumpung harga emas lagi bagus!”“Gara-gara elu, sih, kaga mau minjemin duit! Susah kan jadinye gue?”“Laaah … enak aja nyalahin orang! Lebih baik jual apa yang ada daripada berhutang, Mbak! Lagian disuruh dateng ketemu papahnya Davi kamu gak mau!”“Bukan gue yang gak mau, tapi Mas Wowo, noh! Katanya gue malu-maluin aja mau minjem-minjem duit ama tetangga!”“Nah, waras tuh suamimu, Mbak! Pertahankan, jangan sampai lepassss!”“Ah elu, mah, sama aja! Bukannye kasih solusi, malah nyalahin gue!”“Mbak, kamu kan punya banyak perhiasan, ngapain disimpen-simpen? Ini lah saatnya perhiasan itu digunakan untuk keperluan usaha baru suamimu! Nanti, kalau usahanya maju, sukses, pasti bakalan dapet gantinya lebih, Mba

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Pinjem Duit

    Pinjem duit buat apa lagi?Aneh-aneh aja kelakuan Mbak Kiki. Sudah selesai minta kerokin, pake curhat panjang lebar. Aku jadi telat sarapan, deh.“Saaayuuurr ….” Terdengar suara Kang sayur membahana seperti biasanya. Kali ini gak absen dulu, lah. Aku masih punya sayur dan bahan makanan yang lain. Kulanjutkan saja aktivitasku mengurus rumah.Kebun di belakang rumah juga sudah cukup lama dibiarkan. Rumput dan tanaman sudah saling berlomba unjuk gigi, eh, unjuk daun.Sejak hari itu, aku memang sering melihat suaminya Mbak Kiki lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Tapi hikmahnya, Mbak Kiki jadi jarang mampir ke rumahku.“Kenapa, Mah? Dari tadi Papah lihat Mamah nengok ke arah rumah Mbak Kiki terus,” ujar Mas Hadi mengejutkanku.“Dih, Papah. Kaget, tauk? Itu, Mbak Kiki kemarin bilang kalau suaminya resign.”“Lho, kenapa?”“Gak tau pastinya, Pah.”“Ya udah, do’ain aja semoga Mas Bowo lekas dapat kerjaan yang baru.”“Iya, Pah. Aamiinn ….”“Ya udah, Papah berangkat kerja dulu, ya.”“i

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Curhatan gak Penting

    Curhat gak penting“Aduh, Rin … makasih banget, ye. Enakan, nih, badan gue. Eeerrgghhh ….” Mbak Kiki sendawa panjang setelah selesai dikerokin. Sebenarnya aku malas, tapi ya kasihan juga. Gak apa lah, sesekali baik-baikin dia. Kali aja besok dia sudah tiada, eh, Astaghfirullah.“Nih, bawa pulang dakimu, Mbak. Mayan bisa dibikin jadi dodol!” ujarku sambil menyerahkan tisu bekas lap kerokan.“Hehehe … bise aje, lu, Rin!”“Udeh, sono pulang!”“Entar nape, Rin. Gue masih pen curhat same elu.”“Curhat apa lagi?”“Gini, lho, Rin. Mas Wowo mau berenti kerja jadi sales rokok, Rin!”“Lah, kenapa? Korupsi?”“Et, dah! Sembarangan aje, lu!” Bugh! Mbak Kiki menampol lenganku dengan cukup keras. Gak nyadar amat ni orang, tangan udah kaya godam palugada gedenya.“Sakit, Mbak! Kira-kira, dong, kalo nampol!”“Hehehe … iye sory! Abisnye elu juga ngasal aje ngomongnye. Bukan karena korupsi kalee.”“Trus kenapa? Bukannya selama ini juga kerja di sana enak? Gajinya lumayan, bonusannya juga banyak!”“Kata

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Sukiyem Beli AC

    Sukiyem Beli AC“Pagi, Mbak Kik!” sapaku pagi itu, disaat Mbak Kiki lewat di depan rumah.“Mbak Kik, Mbak Kik! Yang bener, dong, elu kalau manggil nama gue!” ucapnya sewot.“Ya udah … pagi, Yem!”“Hish! Elu, ye, sengaja amat bikin gue kesel.”“Lah, emang namamu Sukiyem, kan?”“Nama gueh prinses Kiki Asmirandah! Ngerti, lo?”“Kikikikikk … princes konon. Mau kemane? Udah gak sakit gigi lagi?”“Masih, dikit. Gue lagi cari si Ilham. Elu ade nampak die kagak?”“Enggak. Paling juga cari kucing betina ke tetangga.”“Lah, si Ilham, kan, kucing betina!”“Hah? Gak salah? Kucing betina dikasih nama Ilham?”“Kagak! Nama penjangnye Siti Ilhamiah!”“Yak ampun! Islami banget nama kucingmu, Mbak!”“Iya, dong! Emang elu aje yang bisa kasih nama bagus buat kucing? Kalo kucing elu Zainudin, nama kucing gue Siti Ilhamiah.”“Ya elah, ngasih nama kucing aja pake saingan segala, Mbak! Kenapa gak dipanggil Siti aja? biar orang tau kalau itu kucing betina.”“Gue emang gitu orangnye, kaga suka disaingin. Elu g

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Sakit Gigi

    Sukiyem Sakit GigiSetelah Mbak Kiki pergi, cepat-cepat aku mengganti pakaianku. Aku dan Davi bersiap untuk pergi belanja bulanan ke Supermarket. Setelah celingukan kanan kiri dan terlihat aman, aku pun langsung gas pol ke Supermarket, mumpung banyak diskonan juga.Sampai di Supermarket, kami langsung mengambil troli dan mengambil barang-barang sesuai daftar belanjaan. Gaya aja, sih, padahal yang mau dibeli gak banyak-banyak amat. Cuman pengen nyenengin Davi aja, naik ke troli dan didorong kesana-sini. Hihihi …Beres belanja, kami pun singgah sebentar di café dekat supermarket. Davi pengen makan steak katanya. Davi suka iri kalau lihat Udin makan wetfood, katanya mirip steak yang dipotong kecil-kecil. Ada-ada si Davi.Setelah puas belanja dan jalan-jalan, kami pun pulang. Lumayan repot juga bawa barang belanjaan, tapi akhirnya sampai juga di rumah.“Riniii … dari mane, lu? Shopping, ye? Kok gak ngajakin gue?” Begitulah teriakan Mbak Kiki saat aku lewat di depan rumahnya.“Iya, doong!

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status