Share

Playboy

*Elkan Cyrano Putra*

Pria yang memiliki wajah tampan itu berdecak kesal menatap layar ponsel. Makanan yang tadi sudah siap dimakan, kini hanya ditatapnya tanpa minat. Ingin sekali ia menghabisi orang yang baru saja mengirim pesan tadi. Sayangnya Elkan tidak mungkin melakukan hal seperti itu, mengingat pengaruh besar yang akan terjadi jika hal itu benar ia lakukan.

Dengan sigap, pria tersebut meraih kunci mobil yang ada di atas meja. Ia meninggalkan makanan yang sama sekali belum tersentuh. Sangat disayangkan.

"Bodoh! Sampe segitunya? Gue bahkan bisa cariin lo cewe lebih baik dari dia, Jo. Awas aja kalau perusahaan kacau gara-gara lo." Elkan keluar dari rumahnya sambil menggerutu, seolah orang yang ia maksud berada di hadapannya.

Ketika hendak membuka pintu mobil, sekilas Elkan melihat ke halaman rumah di sampingnya. Terdapat seorang pria paru baya dengan gadis cantik yang baru keluar rumah. Elkan kenal betul siapa tetangganya.

Pria yang hampir menginjak angka 40 itu adalah salah satu karyawan di perusahaan milik Papanya. Lebih tepatnya di kantor cabang, berbeda dengan Elkan yang berada di kantor pusat. Meski begitu, ia pernah melihatnya saat kunjungan ke kantor cabang dan bertemu langsung dengan Wilan. Bahkan Elkan juga tau bahwa Wilan baru saja naik pangkat karena kerja kerasnya selama ini.

"Pagi, nak Elkan. Mau berangkat kerja? Saya baru tau kemarin kalau kamu pindah ke sini. Semoga betah, ya," sapa Wilan yang menyadari keberadaan anak atasannya.

"Pagi juga, Pak. Ya, saya rasa bakal betah di sini. Apalagi kemarin dapat makanan enak." Elkan terkekeh sesaat. "Terimakasih untuk makanan semalam. Jadi merepotkan," lanjutnya.

"Tidak merepotkan sama sekali. Istri saya memang sengaja masak banyak untuk dibagikan ke tetangganya ini," kata Wilan ramah.

Kalea yang mendengar percakapan itu hanya menatap datar pria asing di hadapannya. Sungguh bermuka dua, pikirnya. Papannya harus tau bagaimana pria tersebut menatap mesum anak gadisnya ini.

"Ayo, Pa! Nanti aku ketinggalan kelas.."

"Iya sebentar." Wilan menatap putrinya sekilas, kemudian kembali menatap Elkan dengan senyum canggung.

"Saya mau antar anak saya ke kampus dulu. Kalau begitu saya duluan. Mari, nak, Elkan," pamitnya yang dibalas anggukan.

Elkan menatap Wilan yang masuk ke dalam mobilnya, dan saat itu pula ia mengedipkan sebelah matanya pada Kalea yang menengok, menatap ke arahnya. Dengan mengangkat satu sudut bibirnya ke atas, gadis itu mengangkat jari tengahnya ke hadapan Elkan. Dia segera masuk ke dalam mobil menyusul Wilan yang sudaah masuk ke mobil lebih dulu.

Tanpa diduga, Elkan justru tertawa. Ia sungguh terhibur dengan tingkah Kalea yang menurutnya lucu. Namun tawanya seketika terhenti saat ponsel di sakunya berdering dan menampilkan sebuah nama.

"Sial! Gak bisa sabar sedikit apa?!"

*****

"Puas?! Lo hampir bikin perusahaan ini rugi banyak! Lo kalau mau minta cuti sementara waktu juga gue kasih, kok. Seminggu? Sebulan? Dua bulan? Gue cari pengganti sementara. Jangan sok-sokan bisa handle semuanya, sedangkan pikiran lo aja gak fokus! Bisa-bisanya lo rusak cuma gara-gara perempuan."

Elkan yang baru masuk ke ruangannya langsung meluapkan emosi. Beberapa jam yang lalu ia baru saja menyelesaikan masalah, karena mendapat informasi jika perusahaannya hampir tertipu dengan jumlah kerugian yang tidak main-main. Ini terjadi karena kelalaian sekertaris sekaligus sahabatnya yang tidak teliti. Mencampurkan masalah pribadi di tempat kerja sangatlah tidak profesional.

"Gue minta maaf. Janji, hal kayak gini gak akan terulang lagi," kata Jonan, sekertaris Elkan.

Helaan nafas keluar dari mulut Elkan. Hampir saja ia lepas kendali. Mungkin benar jika Elkan mendapat predikat ramah oleh karyawannya. Namun tidak semua orang tau bagaimana jika pria itu marah. Akan terlihat menakutkan, apalagi dengan tatapan tajam dari mata elangnya. Berlaku untuk siapapun yang membuat masalah dengannya, seperti Jonan contohnya.

"Apa sih isi otak lo? Gue bantu cari cewe buat lo kalo mau. Mantan lo itu ga ada istimewanya. Lo tau kan kalau dia ngincer duit lo doang?" ucap Elkan yang sudah lebih tenang dari sebelumnya.

Jonan meringis mendengar perkataan Elkan. Apa yang dikatakannya benar, namun tak semudah itu. Jonan sudah terlalu jatuh, hingga apapun yang dilakukan kekasihnya, ia seolah tak melihatnya.

"Lo gak akan ngerti karena kerjaan lo gonta-ganti cewe. Tapi sekarang gue udah belajar move-on, jadi lo gak usah khawatir."

"Ya jelas gue khawatir. Coba kalau tadi beneran ketipu, bisa abis gue sama bokap," kesal Elkan. Pria itu meraih segelas air yang ada di meja kerjanya. Ternyata berbicara dengan Jonan membuat tenggorokannya kering.

"Karena sekarang sudah jam makan siang, gue mau lo traktir gue makan di restoran. Tanggung jawab, pagi tadi gue gak jadi sarapan. Perut gue masih kosong gara-gara lo," lanjutnya.

"Tadi lo bilang mau makan siang sama Sella, pacar lo itu, kan?" tanya Jonan berkerut alis.

"Males gue, ngajak nikah mulu. Dia pernah ngajak nikah dan bilang hamil anak gue. Anak siapa coba? Gue nyentuh dia aja enggak, Jo. Mau gue putusin tapi sayang, belum juga sebulan."

Jonan terkekeh pelan, "lo ngatain gue brengsek, tapi nyatanya lo jauh lebih brengsek."

Ketika percakapan kecil itu berlangsung, pintu ruangan terbuka tanpa diketuk. Menampilkan sesosok perempuan cantik bertubuh seksi. Rok di atas lutut dengan belahan di paha kanan. Serta rambut tergerai menutupi bahu telanjangnya.

Melihat itu membuat Elkan tersenyum kecut. Jonan hanya bisa menghela nafas lelah dengan kelakuan sahabat sekaligus bos-nya. Sungguh menyebalkan melihat adegan di hadapannya.

"Hay, sayang." Perempuan itu mengecup bibirnya Elkan singkat dan memeluknya dari belakang. Namun, pria itu justru melepaskannya dan bangkit dari duduk.

"Gea? Kamu ngapain kesini?" tanya Elkan menghadap kekasihnya. Sebagai informasi, Elkan ini punya segudang kekasih. Bahkan hanya dengan menjentikan jari saja banyak wanita yang rela mengangkang untuknya.

"Kok nanya gitu, sih? Mau makan siang sama kamu dong. Kamu gak liat aku udah cantik gini?"

Entah apa yang lucu, namun kedua pria di ruangan tersebut tertawa. "Hari ini aku makan siang sama Jonan. Kamu bisa makan siang sama salah satu karyawan di sini kalo mau."

"What? Kamu lebih milih pergi sama Jonan daripada aku?"

Tak menjawabnya, Elkan justru melempar kunci mobil pada Jonan. Meminta agar pria tersebut membawa mobilnya nanti.

"Elkan!" Gea mencoba memanggil kekasihnya, namun malah ditinggalkan berdua dengan Jonan. "Terus gue gimana, Jo?"

"Mana gue tau," jawab Jonan yang langsung meninggalkan Gea sendiri di ruangan Elkan. Wanita itu mengacak rambutnya kesal karena  Elkan mengabaikannya. Ia bahkan rela pergi ke salon sebelum menemui sang pujaan hati. Tak lupa juga mengganti parfumnya saat tau Elkan menyukai wangi yang manis.

"Gara-gara si Jo, gue jadi gagal romantisan sama Elkan. Tapi tenang aja, masih ada besok. Setelah itu gue jamin kalau Elkan gak akan berpaling dari gue. Seperti apa yang dia lakuin ke mantan-mantannya."

****

Di lain tempat, dua perempuan terlihat berjalan bersama menuju ke kantin. Mereka adalah Kalea dan satu temannya, Adel. Sesekali mereka tertawa karena candaa.

Saat pertama kali masuk, hal yang pertama terlihat adalah keramaian. Bukan, lebih tepatnya kegaduhan. Di tengah kantin terdapat beberapa siswi yang sedang membully satu siswi lainnya. Sementara yang lain  lebih memilih menonton tanpa niat ikut campur. Mereka tau jika si ratu bully sudah beraksi, tidak ada yang berani melawan, kecuali ...

Byurr!

Seketika satu kantin menjadi hening. Yumi yang tadinya berniat menyiram Olivia, justru terkena Kalea yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Gadis itu berdecak kesal karena Kalea selalu saja mengganggu kesenangannya.

"Lo ngapain di situ? Mau jadi pahlawan lagi? Gue muak sama lo! Selalu aja ganggu setiap gue bully dia."

"Jelas gue bela karena dia temen gue. Sekarang apa masalahnya? Dia gak mau ngerjain tugas lo? Gak mau lo suruh beli makanan? Jangan karena lo anak donatur bisa seenaknya," balas Kalea. Untuk menahan dingin di tubuhnya, gadis itu mengepalkan tangannya kuat.

Yumi tertawa pelan. "Denger, ya!  Temen cupu lo ini gak pantes ada di sini. Berani-beraninya godain cowo gue."

"Maksud lo Riko? Yang ada, cowo lo yang genit. Gue liat sendiri dia godain Oliv. Tuh cowo udah bosen kali pacaran sama nenek lampir kayak lo," kata Adel ikut-ikutan.

"Kurangajar! Kalian berani sama gue, hah?! Awas aja! Kalea, lo masuk list gue sekarang. Siap-siap gue bakal buat hidup lo gak tenang." Yumi menunjuk gadis di depannya sebelum pergi meninggalkan kantin bersama pengikutnya.

Oliv yang sejak tadi diam kini melangkah pelan menuju tong sampah. Tangan itu terulur mengambil sebelah sepatunya yang sudah hancur. Yumi menggunting sepatunya, membakar dan memasukannya ke dalam tong. Tanpa terasa bulir air mata mulai membasahi pipinya.

"Dasar cumi! Udah gila kali, ya. Sabar, Liv. Gue di rumah masih ada sepatu yang lama, masih bagus juga. Kayaknya masih muat buat lo. Nanti sore gue anterin ke kostan lo," kata Adel menenangkan Oliv.

"Makasih." Oliv tersenyum tipis. Gadis itu menoleh menatap Kalea. "Ra, aku minta maaf udah buat kamu terlibat sama masalahku. Kalian berdua udah banyak bantu aku, aku gak tau gimana caranya berterimakasih sama kalian."

"Santai, kita kan temen. Gue cuma minta sesekali lo lawan mereka. Jangan terlalu lemah, Liv. Jujur, gue sedikit kesel liat lo diem aja kalo di buly," ucap Kalea yang disetujui oleh Adel.

"Aku gak bisa. Apa yang mereka bilang emang bener, aku orang miskin. Jadi apa yang harus aku bantah? Aku gak mau ngelawan karena aku takut beasiswa aku di cabut."

Kalea jadi teringat awal ia dan Adel mengenal Oliv. Gadis itu selalu menolak ketika di bantu, dengan alasan tak mau membuat orang yang membantunya dalam bahaya. Namun Kalea tetap pada pendiriannya, ia tak suka melihat orang di buly semenjak kejadian masa lalu. Di situlah mereka mulai mengenal satu sama lain dan menjadi teman.

Lalu kenapa Kalea melakukannya? Karena dia pernah berada di posisi Yumi. Saat SMP, dia suka membully orang-orang yang menganggu ketenangannya. Sayangnya, karena perlakuannya itu membuat salah satu orang terdekatnya pergi. Ia kehilangan teman dekatnya. Karena itu lah Kalea mulai berubah. Gadis itu tak suka melihat orang membully.

"Kita anterin lo ke kelas aja, ya." Adel menuntun Oliv berjalan karena kakinya sakit, sempat terbentur pada meja kantin.

"Bubar! Ngapain masih liat ke sini? Lo kira ini sirkus?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dalliya Hq
anaknya mahasiswi tingkat akhir, normalnya umurnya 20. bapaknya 40 belum ada. ini orang nikah muda donk. umur 18, tamat SMA gitu?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status