2 tahun kemudian.Waktu terasa begitu cepat bagi orang tua untuk melihat tumbuh kembang sang anak. Contohnya Elkan, apalagi semenjak memiliki anak dia banyak menghabiskan waktu di rumah dan bekerja dari rumah. Hal itu juga yang membuat Kalea senang karena Elkan bisa membagi waktunya dengan baik.Kenan, anak itu sudah berusia 2 tahun sekarang. Semakin lucu dan semakin terlihat tampan seperti ayahnya. Bukan hanya parasnya yang menarik perhatian, tapi juga kepintarannya karena dia sudah mulai belajar berbicara. Selama di tahun kedua itu juga Kalea dan Elkan sama-sama banyak belajar. Menjadi orang tua tidak semudah itu. Bahkan tak menampik jika terkadang mereka bertengkar kecil. Namun itu juga tak akan lama karena diantara mereka akan selalu ada yang mengalah. Mungkin bisa dikatakan Elkan lebih banyak mengalah."Elkan! Udah siap belum?" teriak Kalea dari lantai bawah. Tak lama kemudian datanglah Elkan dengan Kenan di gendongannya. Bocah dua tahun itu merentangkan tangannya saat melihat K
Huek...Kalea mengusap mulutnya dengan air mengalir dan menatapnya di depan cermin. Tiba-tiba saja ia merasa mual. Kalea sempat berpikir ke arah lain apalagi dia telat haid 2 Minggu."Masa udah hamil lagi, sih? Jangan dulu dong. Kenan masih kecil."Kalea memang selalu menjaga dirinya setiap berhubungan dengan Elkan. Dengan memiliki suami yang selalu berhasrat membuat Kalea takut kebobolan. Dia ingin memiliki anak kedua jika Kenan memang sudah berusia 5 tahun agar dia juga masih mendapat perhatian dengan cukup.Wanita itu pergi ke luar kamar mandi dan mencari Elkan dan Kenan. Ayah dan anak itu ternyata berada di luar rumah. Elkan tengah mencuci mobilnya sedangkan Kenan bermain busa dengan sebuah bebek mainan yang terapung."Kenan main apa?" tanya Kalea ikut berjongkok di samping anaknya."Bun..""Main sabun? Bajunya basah ini. Nanti masuk angin sayang. Ini pasti Papa yang ajarin, kan?"Kenan yang dibawa-bawa langsung berbalik. "Kenapa aku? Itu mau anak kamu kok.""Anak kamu juga ini. S
"Yaaakk!"Genangan air di jalanan terciprat ke arah seorang gadis, ketika sebuah mobil melintas dengan begitu kencang. Namun bukannya berhenti, orang tersebut justru mengabaikannya. Sangat menjengkelkan karena pakaian yang dipakainya berwarna putih dan masih terbilang baru."Mentang-mentang pake mobil jadi bisa seenaknya. Gue tandain mobil lo!" Meski menggerutu, gadis itu masih tetap melanjutkan langkah kakinya. Kalea Sakeyra Atmaza. Seorang gadis remaja yang berada di tahun terakhirnya, di Universitas terkenal Ibu Kota. Hari ini mnejadi hari paling sial menurutnya. Setelah mobilnya mogok di tengah jalan, dompet yang ketinggalan, dan tadi pengendara mobil yang menambah mood-nya semakin hancur.Setelah cukup lama ia menyusuri jalanan, akhirnya langkahnya terhenti di depan sebuah rumah minimalis. Di depan rumahnya, Kalea berpapasan dengan satpam komplek yang sedang melintas. Ia tak segan menyapa karena memang sudah mengenal dan dekat dengan pria paruh baya tersebut. "Habis ngapain, Ne
*Elkan Cyrano Putra*Pria yang memiliki wajah tampan itu berdecak kesal menatap layar ponsel. Makanan yang tadi sudah siap dimakan, kini hanya ditatapnya tanpa minat. Ingin sekali ia menghabisi orang yang baru saja mengirim pesan tadi. Sayangnya Elkan tidak mungkin melakukan hal seperti itu, mengingat pengaruh besar yang akan terjadi jika hal itu benar ia lakukan. Dengan sigap, pria tersebut meraih kunci mobil yang ada di atas meja. Ia meninggalkan makanan yang sama sekali belum tersentuh. Sangat disayangkan. "Bodoh! Sampe segitunya? Gue bahkan bisa cariin lo cewe lebih baik dari dia, Jo. Awas aja kalau perusahaan kacau gara-gara lo." Elkan keluar dari rumahnya sambil menggerutu, seolah orang yang ia maksud berada di hadapannya. Ketika hendak membuka pintu mobil, sekilas Elkan melihat ke halaman rumah di sampingnya. Terdapat seorang pria paru baya dengan gadis cantik yang baru keluar rumah. Elkan kenal betul siapa tetangganya.Pria yang hampir menginjak angka 40 itu adalah salah sa
"Besok kita jadi jalan-jalan, kan?""Aduh, kayaknya gak jadi, Ge. Besok jadwal aku padat, kamu bisa tanyain ke Jonan kalau gak percaya. Kamu pergi sendiri aja, ya. Aku kan udah transfer uang ke kamu."Setelah kejadian makan siang yang tak pergi bersama. Gea meminta ikut pada Elkan ke rumah barunya. Gadis itu memaksa dan berakhir Elkan yang mengalah. Mereka menghabiskan waktu di rumah pria tersebut, hingga sore berganti malam. "Oke, tapi lain kali jangan nolak." Gea mengecup bibir Elkan, yang dibalas lumatan kecil oleh pria tersebut. "Aku pulang, ya. Bye, sayang."Elkan hanya berdehem kecil tanpa membalas ucapannya. Ia sudah mulai merasa bosan dengan pacar-pacarnya yang sekarang. Apakah Elkan harus mencari yang lain? Oh, jiwa playboy-nya muncul lagiTanpa disadari, sejak tadi ada yang melihat adegan menjijikan itu. Kalea yang baru datang setelah pergi ke minimarket, tak sengaja melihat adegan menjijikan di halaman rumah tetangganya. Matanya membulat dan terdiam beberapa saat. "Ngapa
"Saya minta maaf atas ketidaknyamanan ini. Biar bu Voka saja yang mengurus mereka. Mari pak, Elkan."Elkan mengangkat salah satu alisnya. "Saya mau tau apa masalah mereka. Jangan sampai ada kekerasan di kampus ini. Apa tidak boleh saya tau?""Te-tentu boleh," jawab sang dosen."Jadi, ada yang bisa jelaskan masalah awalnya?"Kalea menunduk menatap ujung sepatunya. Meski Elkan orang yang berpengaruh di sini bukan berarti dia harus ikut campur urusannya. Berbeda dengan Kalea, Yumi justru menatap Elkan dengan mata berbinar. Dia tak menyangka jika orang yang sering dibicarakan orang-orang itu memiliki ketampanan yang luar biasa. Kalau begini, dia lebih memilih pria dihadapannya daripada sang kekasih yang diduga berhubungan dekat dengan Oliv. 'Masih mending gue ngejar Elkan yang jelas-jelas mapan dan punya visual. Terserah deh Riko mau naksir si cupu atau engga, gue gak peduli,' batinnya. "Kalea nampar saya, terus dia juga dorong saya sampai terbentur meja. Jujur aja Kal, lo gak suka sama
"Kayaknya dia punya dendam kesumat sama gue. Dikira kaki gue ini baja berlapis karat kali, ya." Kalea masih saja mendumel sambil memijit kaki mulusnya. Tapi, setidaknya gadis itu bersyukur orangtuanya tidak mendapat surat panggilan. Bisa habis dia, jika mereka tau. "Kaki kamu kenapa? Sakit?" Vita menghampiri putrinya yang duduk seorang diri."Enggak. Tadi ada pelajaran olahraga, jadi pada pegel, deh," cengirnya. "Gara-gara HP, tuh.""Kok HP, sih?""Kamu main HP terus jadi jarang olahraga. Liat tuh, masa tangan ga ada ototnya." Wanita paruh baya itu meraih lengan sang anak dan menggoyangkannya. "Ga gitu juga, Mah, konsepnya," kata Kalea menatap kesal, sedangkan Vita terkekeh pelan."Mari masuk, Nak. Hati-hati jalannya."Vita dan anaknya itu refleks melihat ke arah sumber suara. Wilan datang. Tapi, membawa siapa? Dengan penasaran mereka berjalan ke pintu utama. Sedikit terkejut melihat keadaan dua orang pria di sana berantakan. "Loh, Papa udah pulang? Terus dia ngapain ke sini?""Ad
"Wah, keliatannya enak."Wilan dan Vita tersenyum melihat antusias Elkan. Jarang sekali ada atasan yang berbaur dengan karyawannya. Pria itu seperti bersikap santai seolah mereka tidak dibatasi oleh jabatan. Justru, Elkan lebih menghormati Wilan karena usia mereka."Enak, sih, enak. Tapi santai aja kali makannya," gumam Kalea yang hanya di dengar olehnya. Dia menggelengkan kepala melihat Elkan yang semangat mengambil nasi dan lauk-pauk. Apa pria itu tidak malu? Atau urat malunya yang putus? "Uhuk-uhuk!" Elkan tiba-tiba tersedak. Wajahnya yang memerah membuat Wilan dan istrinya menatap khawatir. "Kenapa, nak? Apa masakannya ga enak?"Elkan melambaikan tangannya setelah meminum segelas air. "Enak, kok.""Ah, kalau begitu pelan-pelan saja makannya."Pria itu tersenyum tipis lalu mengangguk. Sebenarnya bukan karena ia makan terburu-buru. Makanan yang dihidangkan ini rasanya pedas semua. Sedangkan Elkan tidak suka makanan pedas. Dia tak mengatakannya karena dirasa tidak sopan. Tapi jika