"Besok kita jadi jalan-jalan, kan?"
"Aduh, kayaknya gak jadi, Ge. Besok jadwal aku padat, kamu bisa tanyain ke Jonan kalau gak percaya. Kamu pergi sendiri aja, ya. Aku kan udah transfer uang ke kamu."Setelah kejadian makan siang yang tak pergi bersama. Gea meminta ikut pada Elkan ke rumah barunya. Gadis itu memaksa dan berakhir Elkan yang mengalah. Mereka menghabiskan waktu di rumah pria tersebut, hingga sore berganti malam."Oke, tapi lain kali jangan nolak." Gea mengecup bibir Elkan, yang dibalas lumatan kecil oleh pria tersebut."Aku pulang, ya. Bye, sayang."Elkan hanya berdehem kecil tanpa membalas ucapannya. Ia sudah mulai merasa bosan dengan pacar-pacarnya yang sekarang. Apakah Elkan harus mencari yang lain? Oh, jiwa playboy-nya muncul lagiTanpa disadari, sejak tadi ada yang melihat adegan menjijikan itu. Kalea yang baru datang setelah pergi ke minimarket, tak sengaja melihat adegan menjijikan di halaman rumah tetangganya. Matanya membulat dan terdiam beberapa saat."Ngapain kamu di situ?"Gadis itu langsung menyadarkan dirinya sendiri. "Hah? Gue... Gue lagi-""Ngintip?" Elkan terkekeh sambil berjalan mendekati Kalea. "Kenapa? Baru liat orang ciuman? Atau, jangan bilang belum pernah ciuman? Kayaknya belum. Anak kecil kayak kamu mana tau," ejek Elkan. Sepertinya hobi baru Elkan selama pindah rumah adalah mengganggu tetangga manisnya ini."Enak aja! Gue udah gede!" balas Kaleaa yang membuat Elkan melihatnya dari atas hingga bawah."Apanya yang gede? Badan kamu aja kecil, tepos."Refleks ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Dasar mesum! Gue gak tepos!""Masa?" Elkan terus saja tertawa, sehingga Kalea berpikir bahwa pria di depannya ini benar-benar gila."Pergi gak, lo?" ancamnya mengangkat telur yang dibelinya tadi, bersiap melempar ke arah Elkan."Woo, tenang dong. Saya cuma ber-"Tak!"-canda"Elkan terperangah ketika sebuah telur mendarat di kepalanya. Bau amis mulai tercium. Sungguh keterlaluan gadis ini.****Vita masuk ke kamar anaknya. Dilihatnya Kalea yang sedang merebahkan tubuh dengan ponsel di tangannya. Dia tau anak gadisnya ini sedang dilanda rasa bosan. Karena kalau orangtuanya tidak ada di rumah, Kalea pasti sudah keluar malam dengan teman-teman nakalnya itu."Kenapa belum tidur?"Kalea segera merubah posisinyameenjadi duduk. "Belum ngantuk.""Kan beberapa hari lagi Mama sama Papa mau ke luar kota. Kamu jangan lupa ngurusin butik, ya."Butik? Wajahnya seketika berubah. Vita memang membangun usaha butiknya sendiri, meski belum terlalu terkenal. Niatnya juga butik ini nanti akan diberikan kepada Kalea setelah dia lulus kuliah. Jadi tidak perlu mencari pekerjaan lain lagi. Dia cukup melanjutkan butiknya."Mama tau aku gak ngerti. Gimana kalau butiknya nanti berantakan?""Di sana ada Mia nanti. Kamu belajar sama dia. Bukannya kamjlagi cari tempat magang? Anggap aja kamu lagi magang di butik Mama.""Tapi..."."Kal, kalau bukan kamu siapa lagi? Mama sama Papa cuma punya kamu."Kalea menghembuskan nafasnya pelan. Sejujurnya dia memiliki perusahaan yang diincar untuk menjadi tempat magang. Kalea ingin punya pengalaman baru sebelum masuk ke dunia kerja. Bukan mengandalkan usaha orangtuanya. Tapi kalau Mamanya sudah memaksa seperti ini, mauggak mau dia harus tetap mengurus butik tersebut.Setelah berpikir sejenak akhirnya dia mengangguk. "Oke. Tapi jangan ada yang larang aku buat main keluar sama temen lagi. Selama nanti Papa sama Mama ke luar kota, aku bebas, ya?""Asal tau batasan."Gadis tersebut tersenyum penuh makna. Kebetulan sekali sebentar lagi akan ada acara pesta ulang tahun teman satu fakultas. Kalau biasanya Kalea akan pergi diam-diam setelah orang tuanya tidur pulas, kali ini tidak perlu. Dia sudah mendapat izin."Yaudah, tidur sana. Kamu bilang besok ada kelas pagi."****"Akhirnya si Bos datang juga."Di sudut ruangan tepatnya di sebuah club malam yang cukup terkenal. Dua orang pria berdiri menyambut seseorang yang baru saja datang dengan wajah ditekuknya. Sementara para wanita menatap kagum mereka yang duduk di meja spesial itu. Ayolah, siapa yang tidak tau dia? Elkan si pengusaha muda yang berkharisma. Semua wanita takluk melihatnya."Datang-datang muka lo udah ditekuk gitu. Kenapa?" tanya Deon, pemilik club malam tersebut."Bokap gue terus minta supaya gue cepet nikah," jawab Elkan mengerucutkan bibir sesaat. Ia langsung menuangkan sebotol bir ke gelas kecil dan langsung meneguknya habis.Wanita-wanita disana mencoba untuk tidak berteriak. Seorang Elkan yang dikenal tegas dan berwibawa di dunia bisnis, kini menjadi sosok yang menggemaskan di depan sahabatnya. Lihatlah bagaimana tubuh kekar itu memiliki wajah yang imut sekarang. Tak heran jika dia dikenal sebagai internasional playboy."Terus masalahnya apa? Tinggal lo nikah aja. Gampang, kan?" Kini bukan Deon yang bertanya, melainkan Jonan yang tengah bermain dengan ponselnya."Ck, gue belum kepikiran buat nikah. Lagian nikah sama siapa? Calon aja belum ada.""Lo tuh kayak orang gak laku tau. Cewek lo banyak, percuma jadi playboy. Tinggal lo pilih aja mau nikah sama yang mana. Siapa sih yang gak mau nikah sama lo?"Elkan memutar bola matanya malas. "Gue sama mereka cuma main-main, ya kali serius. Mana mau gue nikah sama cewe matre. Kalian tau itu cuma buat hiburan.""Kalo gitu gue gak yakin lo bakal nikah.""Enak aja! Gue ini cowo tulen, pasti bakal nikah. Lo berdua tunggu aja sampe ada cewek yang bikin gue luluh," ucapnya yakin. Elkan serius dengan ucapannya. Jika suatu saat nanti ada perempuan yang bisa membuatnya luluh, dia akan berhenti menjadi playboy detik itu juga. Tapi masalahnya, siapa gadis beruntung itu?"Terserah lo aja, deh."Elkan kembali meneguk bir dan merubah posisi menghadap kedua temannya. "Gue lupa mau cerita sama lo berdua.""Apa?" Jonan melirik nya sekilas."Masa sebelum ke sini kepala gue dilempar telur?""Hah? Dia gak tau lo siapa? Lo mau kita apain dia?""Gak perlu. Dia tetangga gue, cewek."Brush...Deon menyemburkan air di dalam mulutnya. Dia tidak salah dengar, kan?"Jorok banget sih lo." Jonan melempar sapu tangan ke arah Deon."Sorry, gue kaget denger ada yang berani lempar telur ke Elkan, dan lebih kaget lagi kalau yang ngelakuin itu cewek. Coba, cewek mana yang berani? Seumur-umur yang gue tau semua cewe pada jaga image sama lo, El.""Gue juga gak tau dia jenis apa. Awal ketemu aja dia udah marah-marah.""Wow, gue jadi penasaran. Cantik, gak?" tanya Jonan."Cantik, tapi sayang bukan selera gue. Gue suka yang body gitar Spanyol, lah dia tepos kayak anak SD." Elkan tertawa membayangkan tubuh kecil tetangga cantiknya. Padahal dia tidak tau saja bagaimana tubuh asli Kalea yang selalu ditutupi pakaian oversize.Jonan dan Deon terperangah. Baru kali ini mereka melihat Elkan menceritakan sosok Perempuan dengan tertawa seperti itu. Mereka jadi semakin penasaran dengan tetangga baru Elkan.***Hari ini di kampus Kalea sedang dihebohkan dengan berita kunjungan anak dari pendiri Universitas tersebut. Bukan hanya para pimpinan kampus, mahasiswi pun begitu semangat menantikan kedatangan sosok tersebut. Bahkan mereka yang tidak ada kelas hari ini sengaja datang hanya karena penasaran. Dikunjungan sebelumnya mereka selalu mengirim orang untuk mewakili.Proses pembelajaran tetap berlanjut. Meski beberapa ingin melihat sosok tersebut, para dosen tetap melarangnya. Tak jarang juga ada yang nekat membolos sampai berbohong dengan alasan sakit untuk melihatnya. Kapan lagi melihat pria itu secara langsung, pikir mereka. Ini kebanyakan perempuan.Sementara di lapangan sedang ada penyambutan, di salah satu kelas justru terjadi kegaduhan. Mereka menyaksikan bagaimana aksi si 'ratu bully' yang kembali berulah. Namun, baru kali ini korbannya melawan. Tak ada yang berani melapor guru, karena setiap yang melapor akan menjadi sasaran berikutnya."Ini balasan karena lo udah belain si cupu waktu itu. Inget, Kal, lo itu bukan siapa-siapa." Tatapan meremehkan itu terlihat ketika melihat Kalea basah kuyup akibat air pel.Bukannya marah, dia justru tertawa. "Apa gak ada yang lebih keren daripada nyiram pake air pel?""Maksud lo?"Kalea mendekati Yumi dan tersenyum manis. "Gue gak pernah takut sama lo, walaupun lo anak presiden sekalipun."Semua orang terkejut saat tiba-tiba Kalea menampar Yumi. Merasa tak terima, Yumi mencoba membalasnya namun lebih dulu dicekal. Dalam sekali tarikan, Kalea memutar tubuh Yumi dan mendorangnya ke depan."Ada apa ini ribut-ribut?! " Wanita paruh baya yang menjabat sebagai Dekan itu memasuki kerumunan. Ia terkejut melihat dia mahasiswinya tengah melakukan keributan."Kalea tadi tampar Yumi, Bu. Dia juga dorong Yumi sampai jatuh," kata salah satu teman Yumi.Adel yang tak suka atas tuduhan pada sahabatnya langsung mendorong perempuan itu. "Ga usah bohong lo! Jelas-jelas dia yang siram temen gue pakai air pel.""Cukup! Kenapa jadi kalian yang ribut?! Kalea, Yumi, ikut ke ruangan saya sekarang! Dan kalian semua masuk ke kelas masing-masing, tunggu sampai dosen pengajar datang."***Sebuah mobil sport berwarna hitam terparkir di tempat khusus para petinggi sekolah. Tak lama dari itu keluarlah dua pria tampan yang menggunakan kemeja panjang berwarna putih. Salah satu dari keduanya menatap gedung sekolah tanpa minat."Jo, gue gak ikut masuk deh.""Gak! Lo itu calon penerusnya, bukan gue. Masa setiap kunjungan gue terus yang datang. Mereka harus tau kalau lo yang bakal pegang kendali setelah bokap lo pensiun.""Gue lebih suka meeting seharian daripada kesini," ujar Elkan berjalan sambil melipat lengan kemejanya sebatas siku."Kenapa?""Kantor sama sekolah itu beda, Jonan."Tepat di area lapangan, para pimpinan kampus dan beberapa dosen sudah siap menyambut mereka. Elkan segera memasang senyuman di wajahnya. Mereka begitu senang melihat begitu ramahnya pria di depan mereka. Awalnya mereka gugup, namun ternyata Elkan tak seformal itu.Anak perempuan yang berada di luar kelas menjerit histeris. Pesona Elkan ternyata tak bisa ditolak siapapun. Si pengusaha muda yang berkharisma kini datang ke sekolah secara langsung. Bahkan sesekali ia melempar senyum dan membungkuk kecil."Terimakasih pak Elkan sudah menyempatkan waktu datang kemari. Kami semua sangat tersanjung atas kehadiran ini,""Terimakasih juga atas sambutan hangatnya.""Ah, kalau begitu apa kita perlu keliling dulu? Atau Pak Elkan mau langsung ke ruang pribadi?"Ruang pribadi? Ya, kampus ini memang memiliki ruang pribadi yang ada di lantai atas. Tidak ada yang berani menginjakkan kaki ke sana kecuali orang yang memiliki kartu izin."Mungkin keliling terlebih dahulu? Saya ingin melihat fasilitas di sini.""Tentu, silahkan saya antar."Orang itu mulai menjelaskan bagaimana kegiatan pembelajaran di kelas-kelas. Mereka juga pergi ke perpusataan, ruang ekskul, kantin, ruang lab, sampai ke ruang penyimpanan medali. Tedapat banyak piala, medali, sampai sertifikat atas prestasi yang di dapat sekolah.Setelah melihat-lihat, Elkan memutuskan untuk melakukan pembangunan. Seperti memperluas perpustakaan dan membangun gedung baru untuk tempat para atlet renang berlatih. Itu dilakukan untuk memotivasi ekskul lain agar berkembang. Karena banyaknya prestasi para atlet renang di sekolah ini, maka mereka harus mendapat hadiah."Kalau kalian tidak mau berdamai, suruh orangtua kalian ke sini sekarang juga.""Ibu bisa hukum saya, tapi jangan panggil orang tua saya ke sini."Suara dari dalam ruangan membuat langkah Elkan terhenti. Karena pintu yang terbuka cukup lebar, ia bisa melihat dia orang perempuam yang duduk memunggunginya sedang berhadapan dengan wanita di depannya. Jonan yang melihat Elkan berhenti mau tak mau mengikutinya."Maaf, pak. Di kampus ini masih ada mahasiswa dan mahasiswi yang suka membuat keributan. Lebih baik kita lanjut."Pria itu justru mengabaikan ucapan kepala sekolah dan memilih untuk masuk ke dalam ruangan. "Ada apa ini?"Dekan tersebut terkejut dan segera berdiri. "Pagi pak, Elkan. Mereka membuat keributan di kelas, tapi saya sudah meminta agar orang tua atau wali datang ke sekolah."Merasa tak asing dengan nama tersebut, salah satu gadis di sana menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya ia melihat kehadiran lelaki yang tak lama ini menjadi tetangganya. "Lo?""Saya minta maaf atas ketidaknyamanan ini. Biar bu Voka saja yang mengurus mereka. Mari pak, Elkan."Elkan mengangkat salah satu alisnya. "Saya mau tau apa masalah mereka. Jangan sampai ada kekerasan di kampus ini. Apa tidak boleh saya tau?""Te-tentu boleh," jawab sang dosen."Jadi, ada yang bisa jelaskan masalah awalnya?"Kalea menunduk menatap ujung sepatunya. Meski Elkan orang yang berpengaruh di sini bukan berarti dia harus ikut campur urusannya. Berbeda dengan Kalea, Yumi justru menatap Elkan dengan mata berbinar. Dia tak menyangka jika orang yang sering dibicarakan orang-orang itu memiliki ketampanan yang luar biasa. Kalau begini, dia lebih memilih pria dihadapannya daripada sang kekasih yang diduga berhubungan dekat dengan Oliv. 'Masih mending gue ngejar Elkan yang jelas-jelas mapan dan punya visual. Terserah deh Riko mau naksir si cupu atau engga, gue gak peduli,' batinnya. "Kalea nampar saya, terus dia juga dorong saya sampai terbentur meja. Jujur aja Kal, lo gak suka sama
"Kayaknya dia punya dendam kesumat sama gue. Dikira kaki gue ini baja berlapis karat kali, ya." Kalea masih saja mendumel sambil memijit kaki mulusnya. Tapi, setidaknya gadis itu bersyukur orangtuanya tidak mendapat surat panggilan. Bisa habis dia, jika mereka tau. "Kaki kamu kenapa? Sakit?" Vita menghampiri putrinya yang duduk seorang diri."Enggak. Tadi ada pelajaran olahraga, jadi pada pegel, deh," cengirnya. "Gara-gara HP, tuh.""Kok HP, sih?""Kamu main HP terus jadi jarang olahraga. Liat tuh, masa tangan ga ada ototnya." Wanita paruh baya itu meraih lengan sang anak dan menggoyangkannya. "Ga gitu juga, Mah, konsepnya," kata Kalea menatap kesal, sedangkan Vita terkekeh pelan."Mari masuk, Nak. Hati-hati jalannya."Vita dan anaknya itu refleks melihat ke arah sumber suara. Wilan datang. Tapi, membawa siapa? Dengan penasaran mereka berjalan ke pintu utama. Sedikit terkejut melihat keadaan dua orang pria di sana berantakan. "Loh, Papa udah pulang? Terus dia ngapain ke sini?""Ad
"Wah, keliatannya enak."Wilan dan Vita tersenyum melihat antusias Elkan. Jarang sekali ada atasan yang berbaur dengan karyawannya. Pria itu seperti bersikap santai seolah mereka tidak dibatasi oleh jabatan. Justru, Elkan lebih menghormati Wilan karena usia mereka."Enak, sih, enak. Tapi santai aja kali makannya," gumam Kalea yang hanya di dengar olehnya. Dia menggelengkan kepala melihat Elkan yang semangat mengambil nasi dan lauk-pauk. Apa pria itu tidak malu? Atau urat malunya yang putus? "Uhuk-uhuk!" Elkan tiba-tiba tersedak. Wajahnya yang memerah membuat Wilan dan istrinya menatap khawatir. "Kenapa, nak? Apa masakannya ga enak?"Elkan melambaikan tangannya setelah meminum segelas air. "Enak, kok.""Ah, kalau begitu pelan-pelan saja makannya."Pria itu tersenyum tipis lalu mengangguk. Sebenarnya bukan karena ia makan terburu-buru. Makanan yang dihidangkan ini rasanya pedas semua. Sedangkan Elkan tidak suka makanan pedas. Dia tak mengatakannya karena dirasa tidak sopan. Tapi jika
"Buka pintu aja lama banget. Jalan apa merangkak?""Kamu pikir saya bayi?" ucap Elkan tak terima. "Saya loncat dari lantai atas kesini. Kalea memutar bola matanya malas. "Terserah. Gue cuma mau balikin baju lo yang waktu itu. Nih, makasih."Paper bag yang disodorkannya masih belum diambil oleh Elkan. Dia masih menatap benda tersebut tanpa minat. "Ambil aja. Saya bisa beli yang baru lagi. Soalnya, saya ga bisa pakai baju bekas orang."Gadis tersebut membulatkan matanya hendak protes. "Enak aja! Ini udah dicuci, bersih, wangi.""Tapi-" "Ambil! Gue juga ga butuh baju lo." Ia menarik tangan Elkan dan memberikan paper bag tersebut secara paksa. "Eh, gini-gini baju saya udah nutupin aset kamu.""Aset?" Seketika muncul Deon dan Jonan dari belakang Elkan. Mereka tak sengaja mendengar ucapan pria itu tentang aset yang ditutupi. Dan lihat, betapa terkejutnya mereka melihat gadis sekolah berada di depan rumah Elkan.
"Jonan! Bangun, Jo!" Deon berlari ke arah Jonan dan menarik lengan pria itu agar terduduk. "Sshh ... Apaan?""Elkan ga ada. Kamarnya juga kosong.""Paling juga kamar mandi," balas Jonan menggaruk kepalanya. "Ga ada, Jo. Udah gue cari."Jonan terdiam sesaat. Ia masih mengumpulkan nyawanya yang sempat berada di alam mimpi. Melihat wajah panik Deon membuat pria tersebut mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Elkan. "El? Lo dimana?" tanya Jonan setelah panggilan tersambung. Tak lupa ia menyalakan loudspeaker agar Deon ikut mendengarnya. 'Ah, gue ga sempet pamitan sama kalian tadi, soalnya kalian lagi tidur. Gue balik duluan. Udah malem, nih,' balas Elkan disebrang sana dengan suara beratnya. "Balik?" Deon tak mengerti dengan apa yang dimaksud Elkan. Balik kemana? "Iya. Udah lo jangan khawatir. Gue pulang naik taxi.""Gila! Lo mabuk! Kita minum dirumah lo tadi."Hening sesaat. Elkan yang masih berada di dalam taxi mengerjapkan matanya beberapa kali. "Lah, terus gue mau kemana sekaran
Kalea tertawa saat Adel menceritakan kejadian lucu yang dialaminya. Saat ini mereka berada di rumah Kalea. Berhubung orang tuanya sedang tidak ada di rumah, dia ingin bersenang-senang. Bahkan kondisi rumah sudah seperti kapal pecah. Tapi tenang saja, dalam sekejap rumah ini bisa kembali seperti semula."Sayang banget Oliv gak bisa ikut. Coba kalau kita bertiga di sini, tambah seru," kata Kalea menghentikan tawanya."Dia lagi kerja part time.""Iya, sih. Tapi sekali-kali dia itu harus bolos kerja. Cari hiburan." "Kalau bolos nanti gak dapet gaji. Lo jadi ikut ke pesta pernikahan Pak Bayu, kan?" Adel sambil meraih ponselnya. "Sekarang tanggal sepuluh. Kalau gak salah lusa acaranya."Pak Bayu adalah dosen mereka di kampus. Saking dekatnya dengan semua anak didik, dosen tersebut mengundang mahasiswa/mahasiswi yang belajar bersamanya. Termasuk Kalea dan juga Adel. Usia Pak Bayu juga tidak terlalu tua. Baru menginjak 30 tahun."Jadi,
"Kak El!"Seorang gadis remaja berlari ke arahnya dengan seragam sekolah yang dikenakan. Dengan sigap Elkan menangkap tubuh mungil yang menubruk tubuhnya tersebut. Ia tertawa pelan saat sang adik mengomel karena Elkan baru datang.Belina Klyne Cyrano atau yang kerap dipanggil Ibel. Adik perempuan satu-satunya yang masih duduk di bangku SMA. Dia selalu bersikap manja pada kakaknya. Namun tak jarang mereka bertengkar karena Belina menganggap Elkan adalah Kakak yang menjengkelkan."Mama sama Papa mana?" tanya Elkan melepas pelukan."Kayaknya ada di dalam. Aku juga baru pulang sekolah." Pria tersebut merangkul bahu adiknya dan dibawa masuk ke dalam rumah. "Ganti baju dulu. Kalau udah, nanti Kakak mau ajak kamu jalan-jalan.""Ke mana?""Terserah kamu."Saking semangatnya Belina langsung bergegas ke kamar untuk berganti pakaian. Sedangkan Elkan pergi menuju ke ruang keluarga. Benar saja, orangtuanya sudah berada di sana. Sepasang suami istri itu meminta agar putra sulungnya menghampiri mere
Aduh, ini charger mana, sih?" Kalea membuka laci meja belajarnya untuk kesekian kali mencari benda tersebut. Ponselnya hampir mati, tapi sejak tadi caharger miliknya belum ketemu. Padahal malam nanti dia mau menghubungi orang tuanya."Tadi pagi itu ada di atas meja, terus gue masukin ke tas..." Gadis itu menepuk keningnya sendiri. "Loker! Yah, ketinggalan di loker kampus."Bukan sekali, dua kali, Kalea membawa benda tersebut ke kampus. Biasanya untuk ikut mengisi daya, namun tadi siang dia menyimpannya di loker. Bersama dengan tumpukan buku miliknya. Tidak mungkin dia pergi ke kampus sekarang hanya untuk mengambilnya, kan? Ini sudah sore, jadi Kalea harap charger milik Papa atau Mamanya tertinggal di rumah. Gadis itu pergi ke kamar orang tuanya namun tetap tidak ada. Sedangkan ponselnya sudah menunjukan angka 5%."Paket!" teriak seseorang dari luar rumah."Paket apaan? Perasaan gak ada yang pesen paket."Meski begitu d