Di sebuah dataran dengan sistem kekuasaan oligarki, terdapat tiga jenis makhluk hidup saling berdampingan. Sebut saja Dataran Hena. Makhluk dari kalangan ras manusia, ras siluman, dan ras iblis.
Dari kalangan ras manusia, terbagi menjadi tujuh klan. Yaitu Klan Naar, Ma', Hawa, Ard, Nur, Dhulam, dan Nabat. Adapun ras siluman, masing-masing dari mereka, mengambil pemimpin dari sejenisnya. Seperti siluman kera, dipimpin oleh raja kera bernama Sun Ji Gong dan begitu pula yang semisalnya. Dan dari kalangan ras iblis hanya terbagi menjadi tiga wilayah kekuasaan yaitu iblis merah, iblis hijau, iblis hitam. Ras manusia berada di wilayah utara, ras siluman berada di wilayah tenggara, dan ras iblis berada di bagain barat daya. Saat ini, Qu Cing berada di sebuah perguruan tingkat dasar bernama Long Ji. Perguruan ini, terletak di dataran paling utara. Setengah dari wilayah perguruan ini, dikelilingi oleh hutan dan pesisir pantai Laut Biru. Sekilas, muncul sebuah tanda berbentuk matahari di telapak tangan kanan Qu Cing. Tanda itu, menghilang dalam sekejap, setelah beberapa saat Qu Cing menjatuhkan kayu lusuh yang digenggamnya. "Tanda apa itu tadi? Mungkinkah ini ada kaitannya dengan asal-usulku?" gumamnya. Bocah itu kembali mengambil batang kayu yang ia jatuhkan. Lagi-lagi, genggaman tangannya muncul cahaya putih dan terasa sangat terbakar. Namun, kali ini Qu Cing berusaha menahan dengan sekuat tenaga rasa terbakar itu. Secara perlahan, cahaya menyebar menyelimuti kayu lusuh tersebut. Kayu itu tiba-tiba memanjang menjadi sebuah tongkat. Tongkat yang dipenuhi kilauan memancarkan cahaya hingga mampu menerangi gelapnya malam. "Tongkat ini ..." Qu Cing pernah mendengar sebuah cerita dari sang guru, tentang si raja kera yang malang. Delapan tahun yang lalu, tiba-tiba terjadi pertempuran dahsyat antara ketiga makhluk. Mereka memperebutkan wilayah inti, yang mana pada wilayah tersebut terdapat sebuah menara bernama Ti Yang. Menara itu, adalah sebuah menara legenda yang dibangun oleh Pendekar Agung 100 abad yang lalu. Menara Ti Yang didirikan untuk pelatihan dari kalangan ras manusia, dan hanya dari kalangan mereka yang bisa memasukinya. Sejak zaman dahulu, sepeninggal Pendekar Agung, makhluk dari kalangan ras iblis dan siluman, selalu berusaha ingin menguasai wilayah inti. Namun, karena adanya serpihan jiwa sang Pendekar Agung yang abadi, mereka bahkan tidak bisa mendekati wilayah itu. Raja siluman kera Sun Ji Gong pernah memaksa, menerobos masuk dengan percaya diri membawa tongkat sakti miliknya. Namun, ia gagal dan terpental oleh suatu penghalang. Tubuhnya mati membusuk terkena percikan air danau hitam yang mengelilingi menara itu, ditambah lagi terkena beberapa serangan dari roh sang Pendekar Agung. "Mungkinkah, tongkat ini adalah benda pusaka milik Sun Ji Gong?" "Benar! Aku adalah tongkat cahaya milik Sun Ji Gong," ucap suatu suara. "Ka-kau, bisa bicara?" "Tentu saja! Aku adalah benda pusaka sakti. Aku sengaja menyamar menjadi sebatang kayu lusuh untuk mencari pengganti tuanku. Selamat, kau memenuhi syarat sebagai tuanku! Aku akan menyatukan diri dengan ragamu untuk membangkitkan kekuatanmu!" ujarnya. Tongkat itu tiba-tiba lenyap membentuk serpihan cahaya. Serpihan cahaya itu masuk dan menyebar ke seluruh urat nadi Qu Cing. Keadaan ini membuat anak itu mengerang keras, hingga mata dan mulutnya bersinar. "Aaaaaaaaargh!" erangnya menahan betapa dahsyatnya kekuatan yang masuk, sampai-sampai tubuhnya terasa seperti akan meledak. Anak itu juga merasakan ada sesuatu yang menggumpal pada dirinya. Dadanya seperti diperas. Sesak ... Panas ... Moment ini berlangsung cukup lama hingga badan Qu Cing jatuh melemas. "Kekuatan macam apa ini?" Qu Cing setengah berdiri dengan lutut sembari menatap kedua telapak tangannya. Sejenak, tanda matahari di telapak tangannya muncul kembali dengan kilauan cahaya, disertai suatu suara yang menggema. "Kau bisa memanggilku, kapan saja kau membutuhkanku!" Seketika, suasana hening menyertai hilangnya tanda di telapak tangan. Qu Cing merasakan suatu kehangatan dalam dirinya. Masih dalam posisi setengah berdiri sembari menatap kedua telapak tangan. Tiba-tiba, muncul segumpal titik cahaya di masing-masing telapak tangannya. "Inti spiritual cahaya? Aku telah menembus ranah spiritual tingkat pertama tahap kedua!" ucapnya berdiri sembari mengepalkan kedua tangan dengan girang. Ranah spiritual manusia, ada sembilan tingkat. Masing-masing tingkat, memiliki sembilan tahap pencapaiaan. Ranah spiritual tingkat pertama tahap pertama adalah manusia biasa tanpa kekuatan spiritual. Ketika seorang anak dalam dirinya telah membentuk inti spiritual, maka dia dinyatakan telah berada di ranah spiritual tingkat pertama tahap kedua. Inti spiritual adalah kekuatan spiritual yang membentuk suatu gumpalan titik pada telapak tangan, ketika seseorang memfokuskan diri dalam pembentukan itu. Inti spiritual tidak bisa terbentuk tanpa adanya gumpalan tenaga dalam. Jadi, sebelum inti spiritual itu muncul, dalam diri Qu Cing terbentuk lebih dulu gumpalan tenaga dalam. "Tongkat sakti, datanglah!" teriak Qu Cing mengetes memanggil tongkat itu. Sebuah tongkat cahaya, seketika itu muncul berputar di hadapannya. Bocah itu mengayunkan tongkat tersebut hingga menumbangkan beberapa pohon. Whuuush ... whuuush ... whuuush! Syuuut syuuut syuuut! "Wow!" serunya terkagum-kagum dengan kekuatan barunya. Terbesit dalam benaknya, untuk menyembunyikan kekuatan ini. Qu Cing ingin belajar dengan giat, sembari menjelajah mencaritahu tentang jati dirinya. Ketika bocah itu sedang semangat berlatih, dia mendapati seorang gadis kecil barada dalam terkaman mulut harimau. Gadis itu tampak tak berdaya. Sang harimau berlari masuk ke dalam hutan meninggalkan jejak tetesan air liur dari mulutnya. Qu Cing pun mengikuti harimau itu. Dia berlari lebih cepat hingga akhirnya bisa menyusulnya. Grrrrr! Insting binatang mengeram karena seseorang ingin mengambil mangsanya. Sang harimau bersikukuh semakin mengeratkan taringnya menggigit gadis itu, hingga tetesan darah segar mulai bercucuran. "Lepaskan gadis itu atau aku akan membunuhmu!" ancam Qu Cing mengarahkan tongkat saktinya ke kepala harimau itu. Mata sang harimau terbelalak. Tampaknya, dia mengenali tongkat sakti itu. Tiba-tiba, dia menyerahkan si gadis kecil di hadapan Qu Cing dan pergi tanpa perlawanan. Apakah dia takut? Pikir Qu Cing meninggikan kedua bahu. Anak itu pun segera memeriksa keadaan si gadis kecil. "Jie Jie!" gumam Qu Cing mengenali gadis itu. Jie Jie atau nama panggilan dari Shi Jie, anak gadis dari seorang guru kelas 1F bernama Shi Liet. Guru Shi Liet adalah guru paling sabar yang mengajari anak-anak terbelakang seperti Qu Cing. Kesabarannya tidak hanya sebatas mengajari anak didiknya. Dia juga sering mendapat ejekan dari guru-guru lain karena anak-anak didiknya adalah anak-anak yang tidak memiliki masa depan. Di perguruan dasar Long Ji, terdapat 6 kelas. Dan masing-masing kelas terdapat 6 tingkatan dari A sampai F. Kelas A biasanya ditempati oleh anak-anak yang berbakat, sedangkan kelas F adalah anak-anak cacat dan terbelakang. Tubuh Qu Cing gemetar menatap gadis kecil berumur 5 tahun itu, tak berdaya terbaring di hadapannya penuh berlumuran darah. "Apakah dia sudah mati?" Mata Qu Cing mulai berkaca-kaca, mengingat gadis periang itu merupakan satu-satunya manusia yang paling akrab dengannya. "Cing Ge ... Cing Ge, apakah Cing Ge tidak bosan terus merenung?" "Jangan ganggu Cing Ge, atau aku akan memanggil Ayah agar menghukum kalian!" Ucapannya terus terngiang-ngiang di kepala Qu Cing, membuat bocah itu tanpa sadar meneteskan air mata. "Jie Jie!" Qu Cing memeluk erat gadis itu sembari berteriak keras. Tanpa Qu Cing sadari, tubuhnya diselimuti oleh cahaya hijau. Cahaya itu, seolah-olah menguras seluruh energinya dan menyalurkannya ke tubuh gadis kecil dalam dekapannya. Keadaan ini, seketika membuat Qu Cing menjadi lemas tak berdaya, hingga akhirnya dia pun jatuh tak sadarkan diri.Setelah perjalanan panjang, mereka akhirnya kembali ke Perguruan Long Ji. Qu Cing dan Bau Ba Chin melapor langsung kepada sang guru. Nie Lee duduk tenang di atas kursi meditasi batu yang dibalut akar pohon spiritual tua. Jubah panjangnya berkibar pelan karena angin pegunungan, tapi sorot matanya tajam penuh rasa puas saat melihat dua muridnya kembali dengan selamat.“Kerja yang sangat baik,” ucapnya pelan. “Bukan hanya kalian berhasil menghancurkan Master Pengubah Wajah, tapi kalian juga membawa bukti utuh dari pengkhianatan Ben Cong. Perguruan ini… berutang banyak pada kalian.”Bau Ba Chin hanya mengangguk ringan, sementara Qu Cing membungkuk penuh hormat.Nie Lee menepuk bahu keduanya. “Kalian telah melewati ujian yang bahkan para tetua pun belum tentu sanggup jalani di usia kalian. Mulai hari ini, kalian dibebaskan dari pelatihan hingga liburan selesai. Gunakan waktu ini untuk menenangkan jiwa kalian. Kalian pantas mendapatkannya.”Tak lama kemudian, seorang penjaga gerbang perguru
Qu Cing berdiri diam, matanya menatap sangkar cahaya yang berputar di hadapannya. Energinya masih mengalir pelan dari telapak tangan, menghubungkan dirinya dengan jaring-jaring bercahaya itu. Ia tidak menyangka—teknik sangkar cahaya yang ia serap dari lawan, kini tumbuh menjadi bagian dari kekuatannya.Cahaya dari sangkar terus berdenyut. Setiap denyutnya menyedot energi dari tubuh Master Pengubah Wajah yang terkurung di dalam. Pria itu tak lagi bisa melawan. Tubuhnya berlutut, wajahnya pias, tak ada lagi kekuatan tersisa."Pantas saja Bibi Miao tidak berdaya berada dalam sangkar ini," gumam Qu Cing mengepalkan tangan.Angin yang tadinya berputar liar kini mulaimeredaa. Debu yang berterbangan perlahan turun.Arena pelatihan Klan Naar menjadi sunyi. Tempat itu porak-poranda. Pilar-pilar batu runtuh. Permukaan tanah penuh retakan. Pohon-pohon di sekelilingnya hangus. Namun di tengah kehancuran itu, berdiri satu titik terang—Qu Cing, bocah dengan tongkat pusaka yang ia tenggerkan di atas
Dalam sekejap, ratusan klon tanah meledak bagaikan pecahan kaca rapuh tersentuh cahaya suci. Debu dan pecahan batu beterbangan, mengguratkan lengkung kehancuran di angkasa, seolah langit dan bumi bersaksi atas kekuatan yang bangkit dari tubuh seorang bocah.Master Pengubah Wajah terpental ke belakang. Tubuhnya terguling di tanah yang retak, wajahnya yang tertutup debu menampakkan raut ngeri—seperti melihat takdirnya sendiri mulai runtuh.“Tidak mungkin… bagaimana bocah ini bisa mencapai titik ini?!”Dengan susah payah, ia menegakkan tubuhnya. Jemarinya menggenggam tanah, bergetar karena campuran marah dan takut yang menyesakkan dada.“Anak sialan… kau kira, ini sudah berakhir?” ucap sang master dengan satu hentakan kedua telapak tangan ke bumi.DUUM!Sebuah gemuruh dalam tanah menjalar ke seluruh tempat pelatihan. Retakan terbuka lebar, dan dari kedalamannya, puluhan pilar batu mencuat ke atas, menjulang laksana tombak surgawi yang hendak menembus cakrawala.Namun Qu Cing berdiri tena
"Itu… sumber kekuatannya!”Inti itu tiba-tiba meledakkan energi. Fragmen-fragmen batu di sekitarnya langsung menyusun kembali bentuk tubuh baru yang jauh lebih cepat, lebih padat, dan lebih tajam dari sebelumnya. Tubuh monster itu tidak sebesar yang tadi, tapi lebih ramping dan agresif, dengan lengan-lengan panjang yang tajam seperti tombak batu.“Versi kedua?” Bau Ba Chin mendecak. “Sekarang kau jadi lebih menyebalkan.”Monster tanah melemparkan tubuhnya ke depan, menebas udara dengan dua bilah tangannya yang tajam!CLANG!Bau Ba Chin menahan serangan itu dengan tongkat besinya, namun kekuatannya luar biasa—kedua kakinya sampai menyeret tanah, menciptakan dua alur panjang di permukaan arena.WUSH!Monster itu langsung menghilang masuk ke dalam tanah, lalu muncul di belakang Bau Ba Chin!WHAAAM!Sebuah tebasan horizontal nyaris menyayat punggung Bau Ba Chin, namun bocah itu menghilang dalam kabut hitam detik terakhir!Sosoknya muncul di sisi kanan monster."Terlalu lambat."Tongkatnya
Dengan kecepatan kilat, Qu Cing bergerak mengejar sosok itu. "Bertanding kecepatan? Kau akan menyesal!" Dalam beberapa kejapan mata, Qu Cing berhasil menghadang pria itu. "Aku tidak akan membiarkanmu kabur lagi, Tuan!" Bocah itu tersenyum meringis.Sementara Bau Ba Chin memblokir akses belakang sang Master Pengubah Wajah.Lawan mereka kali ini adalah, sesosok pria dengan wajah samar. Dia menyamarkan wajah aslinya dan membentuk wajah lain dengan tekstur elemen tanah. Umumnya, membentuk wajah membutuhkan konsentrsi dan ketelitian, sehingga memakan waktu hingga tiga sampai lima menit untuk meniru wajah seseorang. Namun, pria ini mampu merubah wajahnya dalam sekali pandangan mata, hanya dalam waktu setengah menit.Menurut informasi yang diberikan oleh Penjaga Perpustakaan Gu, Master Pengubah Wajah adalah seorang pria impoten. Dia senang bermain wanita, namun tidak sampai kehubungan yang lebih intens."Cih! Bocah sialan!" decak pria itu menggertakkan gigi. Ia menggerakkan tangannya seperti
"Tidak bisa membiarkan serangan itu terjadi! Kita harus segera mencegahnya!" seru Qu Cing.Bau Ba Chin langsung paham. Mereka harus menyerang sebelum teknik itu selesai!WUSSH!Kedua bocah itu melesat dalam waktu yang bersamaan!Ben Cong mengerahkan seluruh kekuatannya, tapi di saat yang sama, tubuhnya mulai menunjukkan efek samping dari pembakaran darah. Urat-uratnya terlihat semakin menonjol, dan wajahnya mulai menua dengan cepat.Namun, itu tidak menghalangi niatnya untuk membunuh mereka!"MATI!"Ben Cong mengayunkan tangannya, melepaskan semburan api hitam raksasa ke arah mereka!BOOOOM!Ledakan dahsyat terjadi!Namun, ketika asap mulai menghilang…Swish!Qu Cing muncul tepat di belakang Ben Cong!Matanya berkilat dingin."Ini akhirnya."Dengan secepat kilat, ia menghantam ulu hati Ben Cong dengan tongkatnya!CRACK!Ben Cong terbatuk darah. Matanya melebar tak percaya.Namun, sebelum tubuhnya jatuh, Bau Ba Chin muncul dari bayangan di bawahnya."Giliranmu!" seru Qu Cing.Bau Ba Ch
Mata Qu Cing menyipit. Ia segera mengenali sosok itu. "Kau selalu bergerak seperti seorang pengecut. Memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Mungkin, orang lain tidak melihat gerakanmu, tapi langkah itu sangat jelas di mataku, Tuan Ben Cong!" Dengan tubuh Pou Cong yang masih terluka parah dan dalam keadaan lemah, ini adalah saat yang sempurna bagi Ben Cong untuk menyingkirkannya. Jika ia berhasil membunuh kakaknya, maka secara otomatis ia akan menjadi pemimpin baru Klan Naar! Namun— CLANG! Sebuah tongkat besi melesat, menghentikan serangan Ben Cong tepat sebelum menyentuh tubuh Pou Cong! Ben Cong tersentak mundur, matanya melebar melihat sosok anak lelaki berkulit hitam yang kini berdiri di hadapannya. "Kau?!" Bau Ba Chin menatapnya dingin. "Guru akan senang jika kami pulang membawa mayatmu, Tuan Ben Cong." Semua orang di arena mulai berbisik, menyadari bahwa ini bukan sekadar pengkhianatan biasa. Semua tahu bahwa Ben Cong adalah wakil kepala Perguruan Long Ji. Pou Cong yang
Pou Cong tidak memberi Qu Cing kesempatan untuk bernapas. Begitu melihat bocah itu bangkit dengan tongkat bercahaya di tangannya, ia langsung mengayunkan tangannya ke depan. Wooosh! Semburan api melesat dari telapak tangannya, membentuk naga raksasa yang mengaum dan menerjang ke arah Qu Cing. Boom! Ledakan besar mengguncang arena, membuat para murid Klan Naar menjerit dan mundur lebih jauh. Asap hitam mengepul, menutupi seluruh area tempat Qu Cing berdiri. Pou Cong tersenyum dingin. "Kau boleh cepat, tapi kau bukan tandinganku, Bocah!" Namun, senyum itu seketika menghilang ketika sebuah bayangan tiba-tiba melesat dari dalam asap. Swish! Pou Cong nyaris tak sempat bereaksi saat cahaya oranye berkelebat di sisinya. Instingnya menendang masuk, dan ia segera berbalik, mengayunkan pukulan berapi ke arah bayangan itu. Boom! Udara di sekitarnya meledak akibat panas dari pukulannya. Namun, serangannya hanya mengenai udara kosong. "Mustahil…" Pou Cong menyipitkan mata, mencoba mencar
Angin berhembus pelan, membawa ketegangan yang semakin memuncak di halaman pelatihan Klan Naar. Para anggota klan yang menyaksikan pertarungan ini menahan napas mereka, mata mereka terpaku pada sosok kecil yang berdiri di hadapan pemimpin klan mereka.Pou Cong, seorang pria yang dikenal sebagai salah satu pengendali api terkuat, menatap Qu Cing dengan tajam. Ia sama sekali tidak menganggap serius bocah ini. Namun, saat Qu Cing berdiri dengan penuh percaya diri, sesuatu di dalam dirinya berkata bahwa anak ini bukan lawan biasa."Jika kau benar-benar ingin menantangku, maka buat aku jatuh ke tanah hingga mengalami luka yang cukup serius."Kata-kata itu masih terngiang di udara ketika Qu Cing mulai bergerak.Wuussh!Dalam sekejap, tubuhnya menghilang dari pandangan!Pou Cong mengerutkan kening. Cepat!Tiba-tiba—Slash!Sebuah luka tipis muncul di bahu kanan Pou Cong, darah segar menetes ke tanah. Semua orang yang menyaksikan tersentak kaget.Pou Cong menggerakkan kepalanya dengan cepat, m