Home / Fantasi / Thai Qu Cing Si Anak Kotoran / 2. Tongkat sakti Sun Ji Gong

Share

2. Tongkat sakti Sun Ji Gong

Author: Donat Mblondo
last update Last Updated: 2024-02-25 11:42:15

Di sebuah dataran dengan sistem kekuasaan oligarki, terdapat tiga jenis makhluk hidup saling berdampingan. Sebut saja Dataran Hena. Makhluk dari kalangan ras manusia, ras siluman, dan ras iblis.

Dari kalangan ras manusia, terbagi menjadi tujuh klan. Yaitu Klan Naar, Ma', Hawa, Ard, Nur, Dhulam, dan Nabat. Adapun ras siluman, masing-masing dari mereka, mengambil pemimpin dari sejenisnya. Seperti siluman kera, dipimpin oleh raja kera bernama Sun Ji Gong dan begitu pula yang semisalnya. Dan dari kalangan ras iblis hanya terbagi menjadi tiga wilayah kekuasaan yaitu iblis merah, iblis hijau, iblis hitam.

Ras manusia berada di wilayah utara, ras siluman berada di wilayah tenggara, dan ras iblis berada di bagain barat daya. Saat ini, Qu Cing berada di sebuah perguruan tingkat dasar bernama Long Ji. Perguruan ini, terletak di dataran paling utara. Setengah dari wilayah perguruan ini, dikelilingi oleh hutan dan pesisir pantai Laut Biru.

Sekilas, muncul sebuah tanda berbentuk matahari di telapak tangan kanan Qu Cing. Tanda itu, menghilang dalam sekejap, setelah beberapa saat Qu Cing menjatuhkan kayu lusuh yang digenggamnya.

"Tanda apa itu tadi? Mungkinkah ini ada kaitannya dengan asal-usulku?" gumamnya.

Bocah itu kembali mengambil batang kayu yang ia jatuhkan. Lagi-lagi, genggaman tangannya muncul cahaya putih dan terasa sangat terbakar. Namun, kali ini Qu Cing berusaha menahan dengan sekuat tenaga rasa terbakar itu. Secara perlahan, cahaya menyebar menyelimuti kayu lusuh tersebut. Kayu itu tiba-tiba memanjang menjadi sebuah tongkat. Tongkat yang dipenuhi kilauan memancarkan cahaya hingga mampu menerangi gelapnya malam.

"Tongkat ini ..."

Qu Cing pernah mendengar sebuah cerita dari sang guru, tentang si raja kera yang malang. Delapan tahun yang lalu, tiba-tiba terjadi pertempuran dahsyat antara ketiga makhluk. Mereka memperebutkan wilayah inti, yang mana pada wilayah tersebut terdapat sebuah menara bernama Ti Yang.

Menara itu, adalah sebuah menara legenda yang dibangun oleh Pendekar Agung 100 abad yang lalu. Menara Ti Yang didirikan untuk pelatihan dari kalangan ras manusia, dan hanya dari kalangan mereka yang bisa memasukinya.

Sejak zaman dahulu, sepeninggal Pendekar Agung, makhluk dari kalangan ras iblis dan siluman, selalu berusaha ingin menguasai wilayah inti. Namun, karena adanya serpihan jiwa sang Pendekar Agung yang abadi, mereka bahkan tidak bisa mendekati wilayah itu.

Raja siluman kera Sun Ji Gong pernah memaksa, menerobos masuk dengan percaya diri membawa tongkat sakti miliknya. Namun, ia gagal dan terpental oleh suatu penghalang. Tubuhnya mati membusuk terkena percikan air danau hitam yang mengelilingi menara itu, ditambah lagi terkena beberapa serangan dari roh sang Pendekar Agung.

"Mungkinkah, tongkat ini adalah benda pusaka milik Sun Ji Gong?"

"Benar! Aku adalah tongkat cahaya milik Sun Ji Gong," ucap suatu suara.

"Ka-kau, bisa bicara?"

"Tentu saja! Aku adalah benda pusaka sakti. Aku sengaja menyamar menjadi sebatang kayu lusuh untuk mencari pengganti tuanku. Selamat, kau memenuhi syarat sebagai tuanku! Aku akan menyatukan diri dengan ragamu untuk membangkitkan kekuatanmu!" ujarnya.

Tongkat itu tiba-tiba lenyap membentuk serpihan cahaya. Serpihan cahaya itu masuk dan menyebar ke seluruh urat nadi Qu Cing. Keadaan ini membuat anak itu mengerang keras, hingga mata dan mulutnya bersinar.

"Aaaaaaaaargh!" erangnya menahan betapa dahsyatnya kekuatan yang masuk, sampai-sampai tubuhnya terasa seperti akan meledak. Anak itu juga merasakan ada sesuatu yang menggumpal pada dirinya. Dadanya seperti diperas.

Sesak ...

Panas ...

Moment ini berlangsung cukup lama hingga badan Qu Cing jatuh melemas.

"Kekuatan macam apa ini?" Qu Cing setengah berdiri dengan lutut sembari menatap kedua telapak tangannya.

Sejenak, tanda matahari di telapak tangannya muncul kembali dengan kilauan cahaya, disertai suatu suara yang menggema.

"Kau bisa memanggilku, kapan saja kau membutuhkanku!"

Seketika, suasana hening menyertai hilangnya tanda di telapak tangan.

Qu Cing merasakan suatu kehangatan dalam dirinya. Masih dalam posisi setengah berdiri sembari menatap kedua telapak tangan. Tiba-tiba, muncul segumpal titik cahaya di masing-masing telapak tangannya.

"Inti spiritual cahaya? Aku telah menembus ranah spiritual tingkat pertama tahap kedua!" ucapnya berdiri sembari mengepalkan kedua tangan dengan girang.

Ranah spiritual manusia, ada sembilan tingkat. Masing-masing tingkat, memiliki sembilan tahap pencapaiaan. Ranah spiritual tingkat pertama tahap pertama adalah manusia biasa tanpa kekuatan spiritual. Ketika seorang anak dalam dirinya telah membentuk inti spiritual, maka dia dinyatakan telah berada di ranah spiritual tingkat pertama tahap kedua.

Inti spiritual adalah kekuatan spiritual yang membentuk suatu gumpalan titik pada telapak tangan, ketika seseorang memfokuskan diri dalam pembentukan itu.

Inti spiritual tidak bisa terbentuk tanpa adanya gumpalan tenaga dalam. Jadi, sebelum inti spiritual itu muncul, dalam diri Qu Cing terbentuk lebih dulu gumpalan tenaga dalam.

"Tongkat sakti, datanglah!" teriak Qu Cing mengetes memanggil tongkat itu.

Sebuah tongkat cahaya, seketika itu muncul berputar di hadapannya. Bocah itu mengayunkan tongkat tersebut hingga menumbangkan beberapa pohon.

Whuuush ... whuuush ... whuuush!

Syuuut syuuut syuuut!

"Wow!" serunya terkagum-kagum dengan kekuatan barunya.

Terbesit dalam benaknya, untuk menyembunyikan kekuatan ini. Qu Cing ingin belajar dengan giat, sembari menjelajah mencaritahu tentang jati dirinya.

Ketika bocah itu sedang semangat berlatih, dia mendapati seorang gadis kecil barada dalam terkaman mulut harimau. Gadis itu tampak tak berdaya. Sang harimau berlari masuk ke dalam hutan meninggalkan jejak tetesan air liur dari mulutnya.

Qu Cing pun mengikuti harimau itu. Dia berlari lebih cepat hingga akhirnya bisa menyusulnya.

Grrrrr!

Insting binatang mengeram karena seseorang ingin mengambil mangsanya. Sang harimau bersikukuh semakin mengeratkan taringnya menggigit gadis itu, hingga tetesan darah segar mulai bercucuran.

"Lepaskan gadis itu atau aku akan membunuhmu!" ancam Qu Cing mengarahkan tongkat saktinya ke kepala harimau itu.

Mata sang harimau terbelalak. Tampaknya, dia mengenali tongkat sakti itu. Tiba-tiba, dia menyerahkan si gadis kecil di hadapan Qu Cing dan pergi tanpa perlawanan.

Apakah dia takut? Pikir Qu Cing meninggikan kedua bahu.

Anak itu pun segera memeriksa keadaan si gadis kecil.

"Jie Jie!" gumam Qu Cing mengenali gadis itu.

Jie Jie atau nama panggilan dari Shi Jie, anak gadis dari seorang guru kelas 1F bernama Shi Liet. Guru Shi Liet adalah guru paling sabar yang mengajari anak-anak terbelakang seperti Qu Cing. Kesabarannya tidak hanya sebatas mengajari anak didiknya. Dia juga sering mendapat ejekan dari guru-guru lain karena anak-anak didiknya adalah anak-anak yang tidak memiliki masa depan.

Di perguruan dasar Long Ji, terdapat 6 kelas. Dan masing-masing kelas terdapat 6 tingkatan dari A sampai F. Kelas A biasanya ditempati oleh anak-anak yang berbakat, sedangkan kelas F adalah anak-anak cacat dan terbelakang.

Tubuh Qu Cing gemetar menatap gadis kecil berumur 5 tahun itu, tak berdaya terbaring di hadapannya penuh berlumuran darah. "Apakah dia sudah mati?" Mata Qu Cing mulai berkaca-kaca, mengingat gadis periang itu merupakan satu-satunya manusia yang paling akrab dengannya.

"Cing Ge ... Cing Ge, apakah Cing Ge tidak bosan terus merenung?"

"Jangan ganggu Cing Ge, atau aku akan memanggil Ayah agar menghukum kalian!"

Ucapannya terus terngiang-ngiang di kepala Qu Cing, membuat bocah itu tanpa sadar meneteskan air mata.

"Jie Jie!" Qu Cing memeluk erat gadis itu sembari berteriak keras.

Tanpa Qu Cing sadari, tubuhnya diselimuti oleh cahaya hijau. Cahaya itu, seolah-olah menguras seluruh energinya dan menyalurkannya ke tubuh gadis kecil dalam dekapannya. Keadaan ini, seketika membuat Qu Cing menjadi lemas tak berdaya, hingga akhirnya dia pun jatuh tak sadarkan diri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Julung Julung
authornya koplak wkwkwk hantu hantu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   126. Laron api

    “Sekarang! Tye, sendi! Jing, belenggu! Pien, tahan tanah!” teriak Qu Cing.Dalam beberapa detik, sisa jangkrik kristal satu per satu tumbang. Tak ada sorak. Hanya hembusan napas panjang serentak.“Suara mereka… seperti memukul otak,” keluh Jien Jing, memijit pelipis.“Jangan dengarkan,” sahut Qu Cing pendek. “Kerjakan tanganmu.”Ia jongkok. Dengan ujung tongkat, ia membelah dada salah satu jangkrik. Di dalamnya, berkilau butiran kristal merah kecil. Mirip pecahan batu dari serigala batu. Saat ia mendekatkan kantong berisi pecahan itu, kristal di tubuh jangkrik bergetar. Pecahan di kantong ikut bergetar.‘Dipanggil oleh pola yang sama,’ batin Qu Cing. ‘Ini bukan makhluk liar. Ada yang memainkan hutan.’Suasana kembali hening. Tapi hening itu tidak seperti istirahat, melainkan menunggu sesuatu. Pohon-pohon pinus berderak pelan, seolah angin tak lagi bertiup dari luar, melainkan dari dalam hutan sendiri. Kabut yang biasanya dingin perlahan berubah, membawa hawa hangat samar, seperti uap d

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   125. Jejak dalam kabut

    Hutan kembali tenang. Tenang yang membuat bulu kuduk berdiri.Asap tipis dari bangkai serigala batu merayap rendah, bercampur dengan kabut yang makin turun. Bau besi, tanah basah, dan getah pinus bersatu, menusuk hidung.“Bangun!” ucap Qu Cing pelan pada timnya. “Jangan duduk terlalu lama!”Mereka berdiri perlahan.Jien Jing masih menggenggam gulungan tanda, ujung kertasnya bergetar.Pien Duu mengatur napas dengan mulut setengah terbuka.Phi San memijit telinganya, berusaha meredakan denging yang belum hilang.Tye Luu menatap sekeliling tajam, hidungnya kembang-kempis membaca arah angin.Di seberang, murid kelas 4A ikut bangkit. Dua di antaranya masih limbung. Han Thu terdiam, menegakkan bahu yang sempat jatuh. Bara api kecil menari di ujung jarinya, seolah ia takut terlihat lemah jika memadamkannya.“Posisi tetap,” kata Qu Cing. “Kita bertahan sampai matahari turun.”“Jangan memerintah kami!” dengus Han Thu. Tapi ia juga tidak bergerak pergi.‘Bagus. Diamlah di sana!’ batin Qu Cing. I

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   124. Sesosok berjubah

    Serigala batu itu akhirnya roboh dengan auman terakhir. Tubuh hitam kelamnya retak, pecah jadi puluhan bongkahan yang menyebar ke tanah. Cairan hitam yang menetes dari mulutnya mengalir, membakar rumput liar hingga layu seketika. Hutan mendadak hening.Asap tipis naik perlahan di antara pohon pinus, melayang bersama kabut pagi yang semakin menebal.Murid-murid kelas 4F jatuh terengah. Jien Jing terperosok ke tanah, tangannya gemetar. Pien Duu menahan lutut, napasnya berat. Phi San langsung rebahan, menepuk dadanya keras-keras.“Kalau satu serangan lagi…” Jien Jing bersuara lirih, “kita pasti habis.”Phi San mencoba bercanda meski wajahnya pucat. “Untung cairannya baunya kayak kotoran busuk. Kalau tidak, aku sudah pingsan sejak tadi.”Yang lain mendecak kesal, tapi sedikit lega.Tye Luu menarik napas panjang. Suaranya pelan, hampir berbisik, “Kita masih hidup. Itu yang penting.”Di depan mereka, Qu Cing tetap berdiri tegak. Tongkat sakti tertancap di tanah. Ia tidak bicara, hanya menata

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   123. Serigala batu

    Dari balik kabut, suara tawa pelan terdengar. “Kelas F… kalau tidak punya perisai, bagaimana caranya pulang?”Han Thu muncul di antara dua batang pinus. Tiga murid kelas 4A berdiri di sisinya. Api kecil menari di sekeliling tubuh mereka, membuat udara panas bergetar. Daun-daun kering di tanah meretak dan menjauh sebelum sempat menyentuh bara.Jien Jing maju setengah langkah, wajahnya merah padam. “Kau—”“Diam,” potong Qu Cing datar. Ia melangkah ke depan, berdiri di barisan terdepan. Tongkat saktinya miring di samping tubuh, tampak seperti kayu biasa.Han Thu tersenyum, tatapannya tajam. “Aku hanya ingin membantu. Ujian bertahan hidup itu berat. Bagaimana kalau kubantu kalian pulang lebih cepat?”Di ujung jarinya, bola api kecil berputar, menyala merah menyilaukan. Panasnya membuat udara di sekitar bergelombang.Tanda Penjejak Getar di kaki Qu Cing berpendar samar. Ada dua langkah berputar dari kiri, satu lagi mendekat dari kanan. Mereka mengepung.‘Api di depan, tebasan dari samping,

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   122. Hutan Pelatihan

    Mereka pun tiba di Hutan Latihan. Kabut tipis bergelayut di antara pepohonan tinggi. Suara burung bercampur dengan desiran angin pagi. Bau tanah basah naik dari akar-akar yang mencuat, menyatu dengan aroma daun pinus yang tajam.Murid-murid kelas 4F berdiri dengan wajah tegang. Jia Gong An menatap mereka satu per satu.“Hari ini kalian akan membentuk tim. Setiap tim harus bertahan sampai matahari terbenam. Aturannya sederhana: gunakan tanda untuk bertahan hidup. Kalau tidak… ya, terserah nasib kalian.”Nada suaranya tegas, namun ada jeda tipis di antara kata-katanya. Seolah ia menahan sesuatu di dalam hati. Matanya beralih dari wajah pucat Tye Luu, tangan gemetar Jien Jing, hingga Phi San yang pura-pura tersenyum.Dalam tatapan dinginnya tersimpan bayangan rasa khawatir. ‘Anak-anak ini… jika mereka hanya dianggap murid gagal oleh dunia luar, maka akulah satu-satunya yang harus memastikan mereka pulang dengan selamat.’Sesaat, jemarinya yang menggenggam gulungan bambu bergetar ringan.

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   121. Riak dalam perguruan

    Malam berakhir…Setelah tubuh bayangan terakhir membeku di genteng, Nie Lee menepuk pundak muridnya.“Cukup untuk malam ini. Kau butuh istirahat, Qu Cing.”Qu Cing mengangguk pendek. Tatapannya masih dingin, namun langkahnya ringan saat ia kembali ke asrama.Di kamar yang sepi, ia merebahkan diri di atas dipan kayu yang dingin. Langit-langit kusam menatapnya kosong, sementara pikirannya berputar: wajah Jun Jung, tongkat sakti yang memilihnya, dan bayangan hitam yang mati tanpa sempat bicara.Matanya akhirnya terpejam. Tidurnya tidak tenang, bayangan cahaya dan kegelapan saling berbenturan di kepalanya. Seolah dunia tengah menyiapkan beban baru di pundaknya.Pagi tiba…Mentari terbit perlahan di balik timur. Sinarnya menyusup lewat celah pepohonan rindang yang mengelilingi Perguruan Long Ji. Embun masih menempel di dedaunan, menetes ke tanah basah, menebarkan aroma segar.Qu Cing berdiri di pelataran barat. Tongkat sakti tertancap di tanah di sampingnya. Matanya terpejam, napasnya tera

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status