Share

3. Keajaiban

Penulis: Donat Mblondo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-02 14:45:13

Di pagi hari. Qu Cing terbangun dan melihat sosok gadis yang ia tangisi semalam sedang berseru memanggilnya.

"Cing Ge! Cing Ge!" teriak gadis itu sembari menggoyang-goyangkan tubuh Qu Cing.

"Jie Jie?" Qu Cing bangkit dan duduk sambil mengucek kedua matanya hingga beberapa kali.

Aneh. Kemaren, Qu Cing melihat Shi Jie dalam keadaan sekarat penuh luka dan darah. Seketika dalam waktu semalam, gadis kecil itu telah sehat bahkan tanpa luka sedikitpun di tubuhnya.

"Cing Ge, mengapa kita bisa tertidur di pekarangan? Jie Jie pikir, Jie Jie sudah mati diterkam harimau semalam. Apakah Cing Ge yang menyelamatkan Jie Jie?" tanya gadis cerewet itu.

"Aku tidak tau. Aku pikir juga begitu. Semalam, tubuhmu penuh luka dan darah. Tapi, setelah aku memelukmu, tiba-tiba badanku menjadi lemas seolah-olah tubuhmu menghisap habis seluruh energiku sampai aku tak sadarkan diri," jelas Qu Cing.

"Jie Jie menghisap energi Cing Ge? Bagaimana mungkin?"

"Entahlah. Tapi yang terpenting, aku senang bisa melihatmu mengoceh lagi saat ini," ucap Qu Cing tersenyum sembari mengusap rambut si kecil.

Shi Jie ikut tersenyum hingga terlihat lesung pipi di wajahnya.

Setelah itu, mereka kembali ke perguruan Long Ji. Ayah Shi Jie sangat mengkhawatirkan anak gadisnya karena tidak kembali semalam. Pria itu langsung memeluknya ketika berjumpa dengannya.

"Jie Jie ke mana saja? Ayah mencarimu semalam," tanya Guru Shi berlutut memegang kedua pipinya.

"Emm ... maaf, Ayah. Jie Jie ..."

Gadis kecil itu, sepertinya tidak bisa mengungkapkan hal yang sebenarnya terjadi pada ayahnya. Sang ayah pasti akan melarangnya keluar dari perguruan, apabila itu akan membahayakan dirinya.

"Maafkan aku, Guru. Jie Jie terlalu asik bermain denganku hingga larut malam. Sampai akhirnya, tanpa sadar kami tertidur lelap di pekarangan karena kelelahan," terang Qu Cing.

"Oh, kau bisa bicara rupanya. Aku pikir, kau anak bisu seperti yang dirumorkan," ujar pria paruh baya itu.

"Hanya Jie Jie yang tahu bahwa Cing Ge tidak bisu," gadis itu meringis menunjukan gigi putihnya.

"Itu karena kau sangat cerewet!" Pria itu menarik hidung puterinya.

Guru Shi mengajak mereka ke kelas untuk memperoleh pengajaran. Meskipun Shi Jie belum cukup umur, pria itu selalu membawanya ke kelas agar dia mendengarkan apa yang diajarkannya.

Di kelas 1F hanya terdapat empat murid. Semua murid di kelas ini memiliki kekurangan fisik, kecuali Qu Cing. Mereka adalah Ashe Li (si tuli), An Cang (si pincang), dan Bery Tha (si buta). Ketiga murid itu, berumur 7 tahun dan telah muncul dalam diri mereka inti spiritual. Hanya Qu Cing yang mengalami keterlambatan hingga usia hampir menginjak 9 tahun.

Sementara yang lain berlatih pembentukan bola spiritual, Qu Cing masih dituntun pembentukan inti. Padahal anak itu sudah bisa melakukannya, tapi saat mempraktekan dengan sang guru, dengan sengaja ia menggagalkan pembentukan tersebut.

Justru Qu Cing malah fokus melihat teman-temannya yang sedang berlatih pembentukan bola spiritual. Melihat anak itu begitu serius memperhatikan teman-temannya, sang guru pun berkata.

"Jika kau ingin berlatih pembentukan bola spiritual, kau harus memunculkan intinya terlebih dahulu."

"Oh!" Seketika itu, konsentrasi Qu Cing menjadi buyar. "Aku mengerti, Guru. Maafkan aku." Anak itu menunduk merasa bersalah.

"Bukan salahmu. Aku tahu kau sudah berusaha! Bersemangatlah! Kau bisa berlatih di luar kelas, jika kau membutuhkan itu. Mungkin ini lebih bisa meningkatkan konsentrasimu," tutur sang guru.

"Yey! Cing Ge, ayo berlatih di luar!" sorak Shi Jie bersemangat.

"Tidak, Jie Jie. Kau harus tetap di sini! Kau hanya akan mengganggu Qu Cing berlatih," ujar Shi Liet melarang putrinya.

Seketika wajah Shi Jie menjadi cemberut. "Ayolah, Ayah! Aku berjanji tidak akan mengganggu Cing Ge," bujuknya.

Qu Cing berlutut dan berkata kepada gadis kecil itu, "Aku akan berlatih di tanah kering. Kau bisa menyusul, untuk melihatku berlatih di sana saat waktu istirahat, Jie Jie."

Gadis itu pun mengangguk tersenyum. Qu Cing membungkuk hormat kepada sang guru sembari menautkan dua kepalan tangan. Kemudian, beranjak pergi ke tanah kering.

Qu Cing mempraktekan apa yang ia lihat dari teman-temannya. Anak itu memusatkan energi spiritualnya pada telapak tangan. Terbentuklah sebuah bola cahaya sebesar genggaman tangan.

Lalu, Qu Cing mencoba kembali di satu tangannya lagi. Kini, satu bola cahaya masing-masing berada di tangannya. Satu per satu ia lemparkan bola cahaya itu kesembarang arah.

Whuuush!

Boom ... booom!

Ketika ia hendak mencobanya sekali lagi, Qu Cing melihat sekelompok anak yang ia kenal. Mereka adalah anak-anak dari kelas 1C.

"Hei! Lihat, siapa di sana!" ucap Ji Thu menunjuk ke arah Qu Cing.

"Si anak kotoran? Ha ha ha!" timpal teman-teman Ji Thu tertawa.

Salah satu dari mereka, datang mendekati Qu Cing dan mendorongnya dengan kasar. "Hei, anak kotoran! Pergi dari sini! Pagi ini, tanah kering ini adalah tempat kami berlatih! Kau hanya akan merusak pemandangan di sini!"

Kemudian, yang lain pun berbondong-bondong mendekat. Mereka menatap Qu Cing dengan tatapan kebencian.

"Benar, tinggalkan tempat ini jika kau tidak ingin diinjak-injak!" imbuh Ji Thu melipat tangan.

Tak lama kemudian, datang seorang pria paruh baya. Dia adalah Sabe Thu (ayah Ji Thu dan Han Thu) guru kelas 1C. Sabe Thu datang dan menyuruh murid-muridnya untuk berkumpul. Ia pun melihat Qu Cing terduduk di tanah dan mengusirnya.

"Pergilah! Tempat ini akan menjadi tempat pelatihan kelas 1C pagi ini! Kehadiranmu hanya akan mengganggu konsentrasi murid-muridku. Apa kau mengerti?" ujarnya.

Qu Cing berdiri kembali dan hanya menjawab dengan anggukan kepala. Lalu, dia membalikan badan dan pergi meninggalkan mereka dengan badan tegap dan pandangan lurus.

"Bersabarlah! Aku harus menahan diri sampai ujian kenaikan kelas tiba. Biarlah mereka terus menghinaku seperti ini. Aku akan terus berlatih dan mengejutkan mereka suatu saat!" gumam Qu Cing menghibur dirinya sendiri.

Qu Cing mencari tempat lain untuk berlatih. Dia pergi ke lapangan belakang perpustakaan. Rupanya, di sana juga ada beberapa anak kelas 1 yang berlatih.

"Tidak bisa, aku harus berlatih di tempat yang benar-benar sepi agar bisa fokus."

Tiba-tiba Qu Cing teringat dimana ada sebuah tempat di dalam perguruan, yang tidak akan seorang pun mendatangi tempat itu. Yaitu di sebuah pekarangan yang berada dalam perguruan. Pekarangan ini terletak di sebelah pojok timur laut. Menurut rumor, di sana adalah tempat eksekusi para penghianat, para pembangkang, dan orang-orang yang berbuat salah.

Orang-orang di perguruan, mengetahui bahwa tempat itu telah menimbun banyak mayat. Sehingga, tidak ada yang berani mendekat. Katanya, di sana juga sering muncul suara-suara aneh tanpa ada sesuatu apapun yang muncul. Orang-orang bilang, itu adalah raungan penyesalan para mayat yang tertimbun.

Qu Cing, nekat mendatangi tempat tersebut seorang diri. Dia sama sekali tidak peduli dengan rumor yang beredar. Toh, kalau dirinya mati pun juga tidak ada yang memperdulikannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   112. Berpisah

    Setelah perjalanan panjang, mereka akhirnya kembali ke Perguruan Long Ji. Qu Cing dan Bau Ba Chin melapor langsung kepada sang guru. Nie Lee duduk tenang di atas kursi meditasi batu yang dibalut akar pohon spiritual tua. Jubah panjangnya berkibar pelan karena angin pegunungan, tapi sorot matanya tajam penuh rasa puas saat melihat dua muridnya kembali dengan selamat.“Kerja yang sangat baik,” ucapnya pelan. “Bukan hanya kalian berhasil menghancurkan Master Pengubah Wajah, tapi kalian juga membawa bukti utuh dari pengkhianatan Ben Cong. Perguruan ini… berutang banyak pada kalian.”Bau Ba Chin hanya mengangguk ringan, sementara Qu Cing membungkuk penuh hormat.Nie Lee menepuk bahu keduanya. “Kalian telah melewati ujian yang bahkan para tetua pun belum tentu sanggup jalani di usia kalian. Mulai hari ini, kalian dibebaskan dari pelatihan hingga liburan selesai. Gunakan waktu ini untuk menenangkan jiwa kalian. Kalian pantas mendapatkannya.”Tak lama kemudian, seorang penjaga gerbang perguru

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   111. Bola kristal ruang

    Qu Cing berdiri diam, matanya menatap sangkar cahaya yang berputar di hadapannya. Energinya masih mengalir pelan dari telapak tangan, menghubungkan dirinya dengan jaring-jaring bercahaya itu. Ia tidak menyangka—teknik sangkar cahaya yang ia serap dari lawan, kini tumbuh menjadi bagian dari kekuatannya.Cahaya dari sangkar terus berdenyut. Setiap denyutnya menyedot energi dari tubuh Master Pengubah Wajah yang terkurung di dalam. Pria itu tak lagi bisa melawan. Tubuhnya berlutut, wajahnya pias, tak ada lagi kekuatan tersisa."Pantas saja Bibi Miao tidak berdaya berada dalam sangkar ini," gumam Qu Cing mengepalkan tangan.Angin yang tadinya berputar liar kini mulaimeredaa. Debu yang berterbangan perlahan turun.Arena pelatihan Klan Naar menjadi sunyi. Tempat itu porak-poranda. Pilar-pilar batu runtuh. Permukaan tanah penuh retakan. Pohon-pohon di sekelilingnya hangus. Namun di tengah kehancuran itu, berdiri satu titik terang—Qu Cing, bocah dengan tongkat pusaka yang ia tenggerkan di atas

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   110. Sangkar cahaya

    Dalam sekejap, ratusan klon tanah meledak bagaikan pecahan kaca rapuh tersentuh cahaya suci. Debu dan pecahan batu beterbangan, mengguratkan lengkung kehancuran di angkasa, seolah langit dan bumi bersaksi atas kekuatan yang bangkit dari tubuh seorang bocah.Master Pengubah Wajah terpental ke belakang. Tubuhnya terguling di tanah yang retak, wajahnya yang tertutup debu menampakkan raut ngeri—seperti melihat takdirnya sendiri mulai runtuh.“Tidak mungkin… bagaimana bocah ini bisa mencapai titik ini?!”Dengan susah payah, ia menegakkan tubuhnya. Jemarinya menggenggam tanah, bergetar karena campuran marah dan takut yang menyesakkan dada.“Anak sialan… kau kira, ini sudah berakhir?” ucap sang master dengan satu hentakan kedua telapak tangan ke bumi.DUUM!Sebuah gemuruh dalam tanah menjalar ke seluruh tempat pelatihan. Retakan terbuka lebar, dan dari kedalamannya, puluhan pilar batu mencuat ke atas, menjulang laksana tombak surgawi yang hendak menembus cakrawala.Namun Qu Cing berdiri tena

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   109. Klon

    "Itu… sumber kekuatannya!”Inti itu tiba-tiba meledakkan energi. Fragmen-fragmen batu di sekitarnya langsung menyusun kembali bentuk tubuh baru yang jauh lebih cepat, lebih padat, dan lebih tajam dari sebelumnya. Tubuh monster itu tidak sebesar yang tadi, tapi lebih ramping dan agresif, dengan lengan-lengan panjang yang tajam seperti tombak batu.“Versi kedua?” Bau Ba Chin mendecak. “Sekarang kau jadi lebih menyebalkan.”Monster tanah melemparkan tubuhnya ke depan, menebas udara dengan dua bilah tangannya yang tajam!CLANG!Bau Ba Chin menahan serangan itu dengan tongkat besinya, namun kekuatannya luar biasa—kedua kakinya sampai menyeret tanah, menciptakan dua alur panjang di permukaan arena.WUSH!Monster itu langsung menghilang masuk ke dalam tanah, lalu muncul di belakang Bau Ba Chin!WHAAAM!Sebuah tebasan horizontal nyaris menyayat punggung Bau Ba Chin, namun bocah itu menghilang dalam kabut hitam detik terakhir!Sosoknya muncul di sisi kanan monster."Terlalu lambat."Tongkatnya

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   108. Monster tanah

    Dengan kecepatan kilat, Qu Cing bergerak mengejar sosok itu. "Bertanding kecepatan? Kau akan menyesal!" Dalam beberapa kejapan mata, Qu Cing berhasil menghadang pria itu. "Aku tidak akan membiarkanmu kabur lagi, Tuan!" Bocah itu tersenyum meringis.Sementara Bau Ba Chin memblokir akses belakang sang Master Pengubah Wajah.Lawan mereka kali ini adalah, sesosok pria dengan wajah samar. Dia menyamarkan wajah aslinya dan membentuk wajah lain dengan tekstur elemen tanah. Umumnya, membentuk wajah membutuhkan konsentrsi dan ketelitian, sehingga memakan waktu hingga tiga sampai lima menit untuk meniru wajah seseorang. Namun, pria ini mampu merubah wajahnya dalam sekali pandangan mata, hanya dalam waktu setengah menit.Menurut informasi yang diberikan oleh Penjaga Perpustakaan Gu, Master Pengubah Wajah adalah seorang pria impoten. Dia senang bermain wanita, namun tidak sampai kehubungan yang lebih intens."Cih! Bocah sialan!" decak pria itu menggertakkan gigi. Ia menggerakkan tangannya seperti

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   107. Wajah-wajah palsu

    "Tidak bisa membiarkan serangan itu terjadi! Kita harus segera mencegahnya!" seru Qu Cing.Bau Ba Chin langsung paham. Mereka harus menyerang sebelum teknik itu selesai!WUSSH!Kedua bocah itu melesat dalam waktu yang bersamaan!Ben Cong mengerahkan seluruh kekuatannya, tapi di saat yang sama, tubuhnya mulai menunjukkan efek samping dari pembakaran darah. Urat-uratnya terlihat semakin menonjol, dan wajahnya mulai menua dengan cepat.Namun, itu tidak menghalangi niatnya untuk membunuh mereka!"MATI!"Ben Cong mengayunkan tangannya, melepaskan semburan api hitam raksasa ke arah mereka!BOOOOM!Ledakan dahsyat terjadi!Namun, ketika asap mulai menghilang…Swish!Qu Cing muncul tepat di belakang Ben Cong!Matanya berkilat dingin."Ini akhirnya."Dengan secepat kilat, ia menghantam ulu hati Ben Cong dengan tongkatnya!CRACK!Ben Cong terbatuk darah. Matanya melebar tak percaya.Namun, sebelum tubuhnya jatuh, Bau Ba Chin muncul dari bayangan di bawahnya."Giliranmu!" seru Qu Cing.Bau Ba Ch

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   106. Teknik pembakar darah

    Mata Qu Cing menyipit. Ia segera mengenali sosok itu. "Kau selalu bergerak seperti seorang pengecut. Memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Mungkin, orang lain tidak melihat gerakanmu, tapi langkah itu sangat jelas di mataku, Tuan Ben Cong!" Dengan tubuh Pou Cong yang masih terluka parah dan dalam keadaan lemah, ini adalah saat yang sempurna bagi Ben Cong untuk menyingkirkannya. Jika ia berhasil membunuh kakaknya, maka secara otomatis ia akan menjadi pemimpin baru Klan Naar! Namun— CLANG! Sebuah tongkat besi melesat, menghentikan serangan Ben Cong tepat sebelum menyentuh tubuh Pou Cong! Ben Cong tersentak mundur, matanya melebar melihat sosok anak lelaki berkulit hitam yang kini berdiri di hadapannya. "Kau?!" Bau Ba Chin menatapnya dingin. "Guru akan senang jika kami pulang membawa mayatmu, Tuan Ben Cong." Semua orang di arena mulai berbisik, menyadari bahwa ini bukan sekadar pengkhianatan biasa. Semua tahu bahwa Ben Cong adalah wakil kepala Perguruan Long Ji. Pou Cong yang

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   105. Pernyataan yang mengejutkan

    Pou Cong tidak memberi Qu Cing kesempatan untuk bernapas. Begitu melihat bocah itu bangkit dengan tongkat bercahaya di tangannya, ia langsung mengayunkan tangannya ke depan. Wooosh! Semburan api melesat dari telapak tangannya, membentuk naga raksasa yang mengaum dan menerjang ke arah Qu Cing. Boom! Ledakan besar mengguncang arena, membuat para murid Klan Naar menjerit dan mundur lebih jauh. Asap hitam mengepul, menutupi seluruh area tempat Qu Cing berdiri. Pou Cong tersenyum dingin. "Kau boleh cepat, tapi kau bukan tandinganku, Bocah!" Namun, senyum itu seketika menghilang ketika sebuah bayangan tiba-tiba melesat dari dalam asap. Swish! Pou Cong nyaris tak sempat bereaksi saat cahaya oranye berkelebat di sisinya. Instingnya menendang masuk, dan ia segera berbalik, mengayunkan pukulan berapi ke arah bayangan itu. Boom! Udara di sekitarnya meledak akibat panas dari pukulannya. Namun, serangannya hanya mengenai udara kosong. "Mustahil…" Pou Cong menyipitkan mata, mencoba mencar

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   104. Bertarung

    Angin berhembus pelan, membawa ketegangan yang semakin memuncak di halaman pelatihan Klan Naar. Para anggota klan yang menyaksikan pertarungan ini menahan napas mereka, mata mereka terpaku pada sosok kecil yang berdiri di hadapan pemimpin klan mereka.Pou Cong, seorang pria yang dikenal sebagai salah satu pengendali api terkuat, menatap Qu Cing dengan tajam. Ia sama sekali tidak menganggap serius bocah ini. Namun, saat Qu Cing berdiri dengan penuh percaya diri, sesuatu di dalam dirinya berkata bahwa anak ini bukan lawan biasa."Jika kau benar-benar ingin menantangku, maka buat aku jatuh ke tanah hingga mengalami luka yang cukup serius."Kata-kata itu masih terngiang di udara ketika Qu Cing mulai bergerak.Wuussh!Dalam sekejap, tubuhnya menghilang dari pandangan!Pou Cong mengerutkan kening. Cepat!Tiba-tiba—Slash!Sebuah luka tipis muncul di bahu kanan Pou Cong, darah segar menetes ke tanah. Semua orang yang menyaksikan tersentak kaget.Pou Cong menggerakkan kepalanya dengan cepat, m

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status