June terbangun ketika matahari sudah mulai meninggi. Ia terbangun dengan tubuh terasa sakit dan kepala pening. Ia menyentuh dahinya dan masih terasa panas. Namun di dapur, ada suara berisik seperti ada seseorang di dalam apartemennya. June menghela napas, ada siapa lagi di sana? Kenapa semua orang bebas keluar masuk ke apartemennya meskipun ia sudah menguncinya rapat-rapat?
Dengan susah payah, June berusaha turun dari ranjangnya meskipun tubuhnya sangat lemas. Jam di nakas menunjukkan pukul sebelas siang, itu artinya dia sudah melewatkan waktu makan malam, sarapan, dan sekarang hampir waktunya makan siang. June tidak percaya ia sudah tidur selama itu.
“Kembali ke tempat tidurmu, June!” seru seseorang dari luar kamar.
Eh? Bukankah itu suara....?
Tebakan June terbukti tepat ketika pintu apartemennya tiba-tiba terbuka dan Drake berdiri di hadapannya. Ia mengenakan kaus berpotongan leher V berwarna abu-abu terang dari bahan cashmere yang mencetak
Drake mengunci bibir June dengan bibirnya hingga ia membaringkan tubuh June di atas ranjangnya. June berusaha meronta, tetapi sia-sia. Drake terlalu kuat merengkuh tubuh June yang mungil. Drake baru melepaskannya ketika June sudah berbaring di atas ranjang. Namun saat ciuman hangat itu terlepas, June tidak bisa berkata apa-apa. Padahal sejak tadi ia sudah punya banyak kata makian yang mengantri untuk diucapkan.Mata hazel indah itu menatapnya dengan lembut. June terpana. Rasanya mata hazel ini selalu tampak tajam, tapi kali ini terlihat amat lembut. Mungkin June pernah melihatnya sebelumnya, tetapi setiap kali rasanya seperti pertama kali.“Tidurlah, June. Aku akan mengompres kepalamu yang panas itu,” katanya. Tetap saja nadanya memerintah, tapi June tidak bisa berkata apapun.“Apa yang kamu lakukan?”“Hmm?” tanya Drake sambil mengambil handuk yang ia basahi.“Barusan...”Drake mendekat ke arah
June membiarkan Alarick menunggu di dalam apartemennya selama ia mandi. Ia tidak jadi menikmati berendam air hangat sebab yang tadi itu terlalu mengerikan. June sering melihat adegan-adegan seperti itu dalam film-film horror dan ia tidak pernah membayangkan kalau dirinya akan mengalami hal itu. June cepat-cepat menyelesaikan mandinya lalu segera keluar dari kamar mandi setelah berpakaian tanpa melihat cermin.Ia kemudian mengeringkan rambutnya tanpa melihat ke arah cermin yang ada di meja rias kamarnya. Mungkin selama sementara waktu, June tidak akan berani bercermin. Ia mengeringkan rambut sebisanya lalu menyisir rambutnya tanpa bercermin, lalu keluar menemui Alarick yang nampaknya sedang menonton TV di luar.“Sudah selesai?” tanya Alarick saat June berjalan keluar dari kamar.“Ya,” jawab June sambil berlari kecil lalu duduk di sebelah Alarick.Entah kenapa, June merasa sedikit lebih aman jika berada di dekat pria itu.&ldq
Alarick mengemudikan motornya dengan cepat namun stabil. Seharusnya June merasa takut, sebab ini adalah kali pertama ia dibonceng motor, apalagi dengan kecepatan tinggi seperti ini. Namun, entah apa dari Alarick yang membuat June merasa aman. Meskipun begitu, June tetap memeluk erat pinggang Alarick dari belakang.June merasakan angin membelai rambutnya yang tidak tertutupi helm, dan ia pun mulai menikmatinya.“Jangan terlalu tegang, June!” seru Alarick, berusaha mengalahkan bisingnya jalanan.“Okay!” seru June.Alarick tersenyum dan June bisa melihatnya dari kaca spion motor. Entah kenapa, senyum Alarick seolah bisa menular, membuat June juga tersenyum karenanya. June baru saja mengenal Alarick, tapi entah kenapa mereka seperti sudah saling mengenal sejak lama.“Kita sudah sampai,” kata Alarick sambil memarkirkan motornya di pelataran parkir sebuah kedai yang terlihat ramai dan menyenangkan. Suara canda tawa dan
“Alarick, aku...”“Sudah kubilang tidak usah dipikirkan,” jawab Alarick sambil tersenyum lagi. Ia sepertinya selalu tersenyum, pikir June.Di saat yang sama, seorang pelayan tiba-tiba membuka pintu VIP membawa sebuah nampan besar berisi pesanan mereka.“Dessertnya akan diantar terakhir,” katanya sambil menaruh pesanan di atas meja. Ini pelayan yang berbeda. Dia seorang perempuan, terlihat jauh lebih ramah dibanding pegawai restoran yang lain. Hanya dia yang tampak normal, seperti layaknya seorang pelayan restoran biasanya.“Terima kasih,” kata June. Pelayan wanita itu tersenyum ramah lalu keluar dari ruangan VIP dan menutup rapat pintu.“Aku berani bertaruh, dia pasti manusia dan pelayan sungguhan, bukan?” tanya June.Alarick malah terkekeh pelan, membuat June meragukan tebakannya.“Dia werewolf?” tanya June lagi sambil membelalakkan matanya.“Makanla
“Apa yang kalian lakukan?” tanya Drake.“Itu sama sekali bukan urusanmu,” jawab Alarick.“Kamu tahu jelas kalau itu urusanku, Alarick,” sahut Drake lagi.“Kamu lupa apa yang kukatakan sebelum ini?” tanya Alarick.Semakin lama mereka berjalan semakin mendekat, tinggal menunggu waktu saja salah satu akan merengkuh kerah pakaian yang lain. June merinding. Tidak terbayangkan apa yang akan terjadi jika dua makhluk yang berkekuatan luar biasa itu benar-benar berkelahi.“Drake... Alarick... Tenanglah,” kata June, berusaha mencegah.“Apa yang kamu lakukan dengannya?” tanya Drake pada June sekarang.“Hey, aku sudah bilang itu bukan urusanmu, Drake!”“Alarick, kurasa sudah waktunya kamu pulang. Biarkan aku bicara dengan Drake,” sela June.Mendengar itu, Drake tersenyum penuh kemenangan. Alarick mundur selangkah, tapi matanya masih menat
“Apa?” June terperangah mendengar kata-kata Drake.Pria itu seolah tidak mengatakan kata-kata yang aneh, ia terlihat santai. Padahal, June sudah membelalakkan matanya mendengar kata-kata tersebut.“Kamu mendengarnya dengan jelas, June. Kalaupun kamu menganggapnya kesalahan, aku akan bilang itu kesalahan yang manis dan aku menyukainya,” jawab Drake sambil menyesap tehnya. Matanya menatap June dengan tatapan yang seolah mampu menelanjangi June saat itu juga. Jantung June berdegup kencang karenanya. Apalagi setelah itu, Drake tiba-tiba mendekat ke arah June hingga wanita itu terpojok di ujung sofa. June kini terjebak di antara Drake dan sandaran tangan sofa.“Drake... Apa yang kamu lakukan?” tanya June. Suaranya nyaris tercekat di tenggorokannya.June benci karena tubuhnya merespon tidak sesuai dengan akal sehatnya. June menginginkan Drake lebih dekat, meskipun otaknya menolak habis-habisan. June tidak seharusnya melakukan
“Kamu benar-benar sudah gila, Drake!” seru June.“Mungkin aku memang sudah gila. Tapi aku tidak akan membiarkan apa yang menjadi milikku, pergi dariku,” kata Drake lagi.“Kamu pikir aku barang?” tanya June.“Aku tidak menganggapmu barang, tapi kamu milikku,” jawab Drake. Setelah Drake mengingat semuanya, ia tidak ingin melepaskan June selamanya.“Kamu benar-benar gila.”June sudah tidak tahu harus berkata apa lagi. Drake sulit digoyahkan. Apalagi dengan surat kontrak yang sudah diubah sedemikian rupa. June tidak mungkin sanggup membayar denda yang ditentukan dalam kontrak gila itu.“Jadi apa keputusanmu? Kamu bisa membayar sejumlah 20x gajimu dalam tiga hari?” tanya Drake sambil tersenyum.“Kalau aku bilang aku tetap berhenti, kamu akan mengubah angkanya lagi bukan?” June balas bertanya dengan wajah datar.“Kamu mengenalku dengan sangat ba
June sampai di kantor bersama Drake. Seperti biasa, June membawakan tas kerja Drake dan langsung berjalan menuju elevator.“Tunggu!” seru Drake sambil mengunci mobilnya.Ia kemudian berjalan cepat ke arah June dan mengambil tas kantornya dari bahu June. Hal itu membuat June terperangah, tapi Drake tidak memberi kesempatan June untuk lama-lama termangu. Drake langsung berjalan mendahului June ke dalam elevator dan kemudian menatap June tajam seolah menyuruhnya cepat menyusul. June terpaksa berlari-lari kecil lalu masuk ke dalam elevator.Drake dan June saling diam di dalam elevator hingga mereka sampai ke lantai kantor mereka. Saat melangkah masuk, June sudah merasa semua orang memperhatikannya. Beberapa pasang mata memperhatikan Drake yang membawa tas kantornya sendiri. Rasanya June ingin sekali merebut kembali tas kantor Drake dari bahu pria itu, tapi itu akan terasa sangat aneh.“June, ambilkan aku kopi,” kata Drake begitu mereka