“Drake tidak akan setuju, June,” jawab Wilona.
“Aku meminta bantuanmu, bukan Drake. Tolong aku, Wilona. Aku akan memberikan apapun yang kamu mau, asalkan kamu mau membantuku,” kata June lagi.
“Aku lebih takut pada Drake dibandingkan tawaran harta apapun darimu,” jawab Wilona.
“Please, Wilona. Kamu tahu apa yang akan terjadi pada Drake kalau aku meninggal, bukan? Kamu ingin melihat dia hancur lagi?” tanya June.
Wilona terdiam. Ia tahu apa maksud June. Drake hancur berkeping-keping setelah kehilangan Anna berabad silam. Jika itu terjadi untuk kedua kalinya, entah apa yang akan terjadi pada Drake.
“Baiklah. Tapi, berjanjilah kamu akan melindungiku jika Drake marah nanti,” kata Wilona.
“Tentu saja. Aku akan melakukannya,” jawab June.
“Baiklah kalau begitu. Malam ini, temui aku di hutan, kamu tahu tempatnya. Pastikan Drake tidak tahu. Dan harus kamu ingat, June.
June Hanson berjalan masuk ke dalam club malam itu masih dengan pakaian kantornya. Ia mengenakan blazer abu-abu, kemeja putih tipis, span pendek yang senada, dilengkapi dengan high heels hitam yang mengekspos kaki jenjangnya. Rambut pirang panjangnya, yang tadinya dicepol rapi, ia lepaskan begitu saja sehingga indah tergerai ke belakang bahunya. Ia terlihat menawan dengan mata biru dan kulit tanpa celanya itu, tapi June sama sekali tidak mempedulikan penampilannya, atau banyaknya mata pria yang memandangnya. Suasana hatinya buruk, bahkan sangat buruk.Ia langsung duduk di bar, memesan double scotch, lalu dia merenungi nasib buruk yang baru saja menghantamnya. Sebagai seorang sekertaris direktur yang terbilang mulus dalam perjalanan karirnya selama beberapa tahun terakhir, tidak diduga ia dipecat begitu saja. June dipecat hari ini hanya karena istri direkturnya menganggapnya terlalu cantik untuk menjadi sekertaris suaminya. Sebuah pemecatan yang amat tidak berdasar. June menen
Sudah satu tahun sejak insiden satu malam June bersama pria bernama Drake itu. Dendam masih membayangi hatinya, tapi ia tidak punya waktu untuk mencari pria itu ke seluruh New York. June masih punya banyak hal yang harus ia urusi. Sebagai orang yang tidak punya siapa-siapa, June harus mengandalkan dirinya sendiri untuk urusan apapun.Sejak kecil, June tidak pernah punya siapa-siapa. Ia dibesarkan di sebuah panti asuhan kecil yang untungnya membesarkannya dengan cukup baik, meskipun dalam keadaan serba kekurangan. June masih ingat samar-samar kalau dulu ia punya kedua orang tua yang menyayanginya, hingga suatu malam orang tuanya menghilang, setidaknya begitulah kata para polisi. Dulu, June sangat yakin, seseorang dengan pedang menyala dalam gelap membunuh orang tuanya, tapi polisi tidak pernah menemukan bukti apapun yang mengarah ke sana. June dirawat di rumah sakit jiwa selama beberapa tahun akibat halusinasi yang dialaminya. Kini ia tidak yakin lagi apa yang dilihatnya itu.
June masih terpaku di tempatnya berdiri menatap Drake. Ia masih belum percaya kalau Drake adalah atasannya sekarang. Otaknya mulai beku, telinganya pun mendadak tuli, ia nyaris tidak mendengar apa yang Drake katakan. Ia masih mencoba mencerna kenyataan yang ada di hadapannya itu. Kalau Drake adalah atasannya, bagaimana mungkin ia membalas dendam?“June? Hey! June Hanson!”Drake memanggil-manggil June sambil melambai-lambaikan tangannya sebab June sepertinya sedang menghilang ke alam yang lain. June tiba-tiba tersadar, ia tidak boleh termangu terus seperti ini. Drake sepertinya sama sekali tidak ingat pada June, jadi June memutuskan untuk berpura-pura tidak mengenal Drake juga.“Ah, iya pak. Saya akan buatkan kopi. Bapak suka yang manis atau kopi hitam saja?” tanya June.“Kopi susu dengan sedikit gula saja. Setelah itu siapkan catatan, siang ini kita ada meeting penting,” katanya sambil langsung menatap layar laptopnya.
“June?” tanya Drake sekali lagi, menyadarkan June dari lamunannya.“Oh, hmmm... Anda mungkin akan sukar percaya, tapi... Saya dipecat karena istri direktur tidak mau suaminya mempunyai sekertaris seorang wanita muda,” jawab June jujur.“Sebuah alasan yang menarik,” kata Drake.“Ya, tapi memang begitulah yang terjadi,” jawab June.“Baiklah. Sekarang kita berangkat. Bawa laptopnya dan semua peralatan yang diperlukan,” ujar Drake.June kemudian berdiri, ia membereskan laptop yang ada di meja Drake. Saat ia mendekat seperti itu, Drake dapat mencium aroma parfum yang dikenakan June. Rasanya ia pernah mencium wangi parfum seperti ini, tapi ia tidak bisa mengingatnya sekarang. Mungkin nanti, pikir Drake.“June...” katanya lagi.“Ya, Pak?” tanya June.“Apakah kita pernah bertemu di suatu tempat sebelumnya?” tanya Drake mulai curiga. Jantung
June sangat terkejut dan juga bingung, ditambah lagi aroma vanila yang terkuar dari tubuh Drake membuatnya teringat kembali akan malam itu. Tatapan matanya yang dingin itu seakan mampu menghipnotis dirinya. “Itu hanya teknik khusus yang bisa dipelajari siapa saja. Hanya menggunakan berat badan,” jawab Drake sambil melepaskan rangkulannya dari tubuh June. “Maafkan kami tuan Burton. Kami pastikan ini tidak akan terjadi lagi. Untuk kompensasinya, kami menggratiskan semua makanan dan biaya sewa hari ini. Kami juga memberikan voucher makan malam gratis untuk Tuan,” kata sang manager yang tiba-tiba muncul. “Ini sangat berbahaya. Pastikan kalian melakukan maintenance pada gedung restoran milik kalian ini,” jawab Drake dingin dan tegas. “Kami tahu. Kami benar-benar minta maaf,” sahutnya lagi. “Baiklah,” katanya sambil merapikan jasnya. Tanpa berkata apapun lagi, Drake langsung berjalan kembali masuk ke dalam ruang meeting meninggalkan June yang masih
June bekerja hingga ia tidak sadar di luar jendela kaca matahari sudah mulai tenggelam. Ia baru menyadarinya ketika sinar kemerahan matahari menyelusup masuk melalui kaca. June melirik jam tangannya, pukul enam lewat lima belas menit. Sudah lebih dari jam kerja, tetapi pekerjaan June masih banyak. Ia harus menyelesaikannya malam ini juga.Ia membuka-buka berkas dan juga file-file di dalam jaringan komputer kantornya itu untuk mencari sumber data, tapi tetap saja di hari pertama ia tetap kesulitan. Ia sempat mengirimkan email ke beberapa divisi terkait sesuai dengan notes dari Drake dan sudah mendapatkan jawaban yang ia butuhkan. Tetapi data ini terlalu banyak untuk diselesaikan dalam waktu singkat.Pukul delapan malam, June masih juga berada di kantor dan pekerjaannya sama sekali jauh dari kata selesai. June mengumpat. Ia merasa bebas mengumpat sebab di ruangan ini ia hanya sendirian.“Bos menyebalkan! Fucking playboy!” seru June.Ia tidak mer
“Anda tidak apa-apa, nona?” tanya supir truk itu setelah turun dari truknya.Banyak orang mulai mengerubuti tempat kejadian, tetapi mata June tetap mencari-cari sosok pria misterius itu dari kerumunan orang.“Apakah Anda melihatnya?” tanya June para supir truk itu.“Melihat apa?” tanyanya bingung.“Pria tadi yang bermata abu-abu, yang menghentikan mobil dan truk ini! Kamu pasti melihatnya, kan?” tanya June sedikit panik.“Begini, nona. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba aku kehilangan kendali atas trukku,” kata supir itu.“Tapi kamu melihat pria itu, kan? Pria yang menghentikan kecelakaan?” tanya June lagi.“Aku tidak melihat siapapun, miss. Entahlah, mungkin remnya berfungsi di saat yang tepat. Aku benar-benar minta maaf,” katanya.June tidak percaya apa yang dikatakan pria itu. Ia segera turun dari mobil dan
Saat June sudah bersiap keluar dari mobilnya, betapa terkejutnya June saat melihat ada sesosok pria yang sudah berdiri di samping pintu mobilnya. Ia menundukkan badannya untuk melihat June melalui kaca jendela mobilnya.“Selamat pagi,” ucapnya sambil tersenyum.June membuka kaca jendelanya perlahan lalu mengukir senyum seprofesional mungkin.“Selamat pagi, Mr. Burton,” jawab June.Drake menyunggingkan senyum lagi, membuat lesung pipitnya nampak jelas di wajahnya yang tampan. Sialnya, jantung June malah melompat-lompat kegirangan karenanya. June ingin memaki dirinya sendiri karena itu. Ia kemudian turun dari mobil dan menguncinya.“Kebetulan kita bertemu di sini, di mobil ada tasku, tolong bawakan ya,” kata Drake sambil menunjuk mobilnya.“Baik, Pak,” jawab June sambil tersenyum sopan. Di dalam hati, June mengumpat. Dasar sial! Serunya.June menenteng tasnya sendiri sambil menuju ke pintu