Ketika Hazkiel membuka mata, ia sudah berada di dalam kamarnya.
Hazkiel memandang berkeliling dengan bingung. Apa yang terjadi? Bagaimana ia bisa ada di sini? Apa dia sudah mati?
"Pelayan bilang, Lanaya telah memberimu Anugerah, sehingga kau bisa selamat." Suara Purity membuat Hazkiel menoleh. Ia mendapati adiknya duduk di kursi di samping ranjang.
"Kau ... masih hidup." Hazkiel bergumam, dan perkataan itu bukan ditujukan untuk Purity, namun lebih kepada meyakinkan dirinya sendiri. Purity tersenyum, hanya sebuah lengkungan tipis dan singkat."Kurasa kau tidak terlalu terkejut? Apa selama ini kau sudah tahu?""Hanya kau satu-satunya orang di negara ini yang mengerti soal anatomi Draconian."
Gemma sudah melesat pergi mengejar Draconian-draconian yang beterbangan entah kemana. Sedangkan Nero, Jo, dan Pelayan sibuk dengan pertarungan di darat yang tak kalah sengit.Dengan cekatan Nero mengisi ulang peluru Alfhild, ia berlindung di ranjang yang telah dijatuhkan menyamping, lalu kembali menembak. Tidak ada tembakannya yang meleset, tentu saja itulah yang seharusnya dilakukan prajurit wahid Archturian, tetapi Nero merasakan bahwa Draconian yang ini lebih sulit untuk dibunuh.Para Draconian ini bertarung sebaik Archturian. Biasanya mereka bergerak patah-patah seperti tak punya kendali atas tubuh, tetapi sekarang mereka dapat melakukannya layaknya seorang manusia.Nero butuh empat tembakan di titik krusial Draconian untuk membunuhnya, itu menyebabkan persediaan pelurunya lebih cepat habis, dan ia harus bertarung jarak dekat menggunakan Einarnya.Nero bergabung bersama Jo dan Pelayan dalam dentingan-dentingan senjata yang beradu dengan jemari tajam p
Tak bisa dipungkiri bahwa Girga Lyon benar-benar lawan yang berat untuk dikalahkan. Bahkan dengan tiga orang petarung hebat yang sedari tadi mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk melumpuhkan Draconian ini, Girga Lyon tak juga tumbang.Nero terus memutar otak, mengatur strategi, mencari kelemahan apa yang bisa fatal untuk lawannya. Semua serangan standar tidak mempan untuk Draconian ini. Kedua tangannya tak bisa ditebas, tak ada celah di kepalanya yang bisa dimanfaatkan untuk menancapkan Einar, dan Nero tidak tahu apa yang ada di balik dada Girga Lyon, yang membuat Nero tak bisa menusukkan apapun ke jantungnya."Kenapa orang menyebalkan susah sekali mati." Jo menggerutu setelah ia mencoba untuk memuntir leher Girga Lyon, tetapi gagal karena Girga Lyon dengan mudahnya mengibaskan tubuh Jo seperti sedang mengusir seekor lalat."Dia menyebalkan?" Nero bertanya, sembari menganalisa Draconian di hadapannya. Kini Pelayan yang tengah sibuk untuk mencari perhatian musuh
Hazkiel dan Purity sama-sama bukan seorang petarung handal. Tetapi dengan wujud Purity saat ini, ia memiliki keunggulan tersendiri. Ia lebih besar, lebih cepat, dan lebih mematikan.Walaupun dengan luka di sekujur tubuhnya yang kini penuh lumpur dan darah hitam pekat Draconian, Purity dapat membalik keadaan dengan mudah. Ia mendesak Hazkiel mundur hingga Hazkiel menjatuhkan senjata dari tangannya."Seandainya kau mau bekerja sama denganku. Kita tidak perlu berakhir seperti ini."Purity menjulang di hadapan Hazkiel yang jatuh terduduk. Sebatang pohon besar menjadi penghalang Hazkiel untuk menghindar."Kau menyesal??" Hazkiel menanyakan itu bukan karena ia sungguh ingin tahu jawabannya. Itu hanyalah pertanyaan yang dimaksudkan untuk membuat Purity merasa tercela.Purity tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Ada kepahitan yang tergambar dalam sorot mata merahnya. Hujan membasahi wajah Purity, membuat Hazkiel sepintas mengira Purity tengah m
Ketimbang membuang waktu untuk mencari pintu utama, Nero, Jo, dan Pelayan memutuskan untuk keluar melalui jalan mereka masuk, dari penjara di bawah tanah, dan mengambil jalan memutar.Kaki mereka tak tahan untuk tidak berlari, tak mau ketinggalan untuk ambil bagian dalam apapun yang tengah terjadi saat ini.Langkah Pelayan tiba-tiba berhenti, dan dua orang yang bersamanya ikut berhenti."Ada apa?" tanya Nero, dan Jo menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan."Kau tidak mendengarnya?""Apa?"Nero memasang telinganya baik-baik. Tapi tak ada yang begitu ganjil dalam pendengarannya sampai harus membuatnya berhenti. Ia memasang wajah tak mengerti dan Jo dengan tidak sabar memberikan penjelasan."Suara itu, seperti ada kaca yang sangat besar retak dan berhamburan."Nero menggeleng, ia tak mendengar suara semacam itu."Pelindungnya telah hancur." Kini Pelayan yang berbicara, dan baru saja dia selesai berucap, langit malam dipen
Brak! Daun pintu terbanting menutup di hadapan Gemma dan Lysis. Mereka saling berpandangan, mengembuskan napas panjang yang merupakan wujud dari rasa sabar. Paling tidak, penolakan di hari ini tak sebanyak hari-hari kemarin. Lysis memeluk setumpuk selebaran di satu tangan, sedangkan tangan yang lain menenteng tas plastik berisi bahan makan malam mereka hari ini. "Kita coba beberapa rumah lagi?" tanya Lysis dengan enggan. Wajahnya berubah cerah saat Gemma menggeleng. Gemma memandang lekat-lekat selebaran yang ia genggam hingga kusut. PERSIAPKAN MASA DEPAN ANAK-ANAK ANDA, DENGAN MENJADI ARCHTURIAN SEJATI Judul selebaran yang ia buat dengan memutar otak habis-habisan. Tetapi penolakan yang ia dan Lysis alami bukan semata-mata karena judul yang buruk, ini lebih kepada para orang tua di Fiend yang memang tak pernah berpikir jauh untuk anak-anak mereka. "Padahal sedang promo gratis …," bisik Gemma, suaranya terdengar hampa. Mereka be
Sepertinya Gemma baru saja terlelap saat ponselnya berdering nyaring. Suaranya seperti alarm pengganggu yang membuat Gemma melenguh malas. Dia mengulurkan tangan dan meraba-raba ke atas nakas untuk mencari benda berisik itu. Gemma membuka mata yang masih terasa berat untuk mencari tahu siapa manusia yang berani mengganggu tidurnya. Di layar ponsel tertera nama Purity. Gemma melirik ke sudut layar ponsel dan mendapati bahwa sekarang sedang masuk jam sibuk perpustakaan. Mungkin Purity membutuhkan bantuannya. “Ada apa?” Suara Gemma parau karena tenggorokannya terasa sekering padang pasir. “Ada yang mencarimu.” “Siapa?” Gemma bertanya sembari berguling di atas ranjang. Satu tangannya menyibak gorden untuk melihat langit. Hari ini cerah. Suasananya terasa begitu damai hingga Gemma tak percaya bahwa semalam baru saja terjadi tragedi mengerikan di King’s Door. Setelah ini dia akan menelepon Jo untuk mengetahui perkembangan terbaru soal kejadian semalam. “Lelaki yang mengantarmu tadi.” “H
Pemberhentian pertama mereka adalah restoran yang biasa Gemma kunjungi bersama Jo. Restoran ini selalu penuh pada jam makan siang, dan kebanyakan pengunjungnya adalah mahasiswa serta pekerja kantoran yang tengah mengambil jam istirahat.Gemma hanya bisa menggerutu dalam hati saat berpasang-pasang mata memandang lapar ke arah Nero, seolah dia adalah hidangan utama di tempat ini. Jika hal ini terjadi pada Jo, Gemma pasti akan mengomel dan memelototi gadis-gadis genit itu.“Kau mau duduk di mana?” tanya Nero. Mereka berhenti di tengah-tengah restoran dan menjadi pusat perhatian seperti pohon natal dengan lampu berkelap-kelip.Gemma memandang ke sekeliling dengan gusar sebelum mencengkeram lengan Nero dan mengajaknya ke jajaran bangku di luar restoran. “Di sini saja,” ucap Gemma, yang kemudian menyeret sebuah bangku di dekat mereka dan menyuruh Nero untuk duduk.Nero menyunggingkan senyum kecil di satu sudut bibirnya sebelum dia duduk dan senyuman itu tak kunjung hilang saat Gemma duduk d