Tim patroli dan pemadam kebakaran mulai berdatangan ke lokasi kejadian. Namun lambatnya respon mereka menimbulkan begitu banyak korban jiwa dan kerugian. Saat api mulai padam, anggota pemadam serta para Archturian mulai menyisir lokasi, mengevakuasi warga yang selamat, serta memasukkan korba meninggal ke dalam kantung jenazah.
Pemimpin tim patroli mendatangi Nero dan Sarah. Mereka saling memberi hormat, kemudian sebelum pemimpin itu mengajukan pertanyaan, Sarah sudah mencecarnya terlebih dahulu.
Sarah melirik label nama yang tertempel di baju seragam serba hitam milik prajurit itu, dan melihat dua garis kuning di sepanjang lengan baju dan celananya. Setiap pemimpin patroli seharusnya berpangkat Sergi, yang mengenakan seragam hitam dengan dua garis warna merah, bukannya kuning. Garis kuning merujuk pada pangkat yang lebih rendah, yaitu Bile. Sedangkan pangkat di atas Sergi adalah Girga, yang merupakan pangkat dari atasan mereka, Girga Jonah.
"Bile Wadner, kenapa
"Yah ... Dia pasti ingin berkelana sebentar."Makhluk itu tak punya wajah, tapi entah bagaimana Jo tahu ia tengah tersenyum saat mengatakannya."Ia akan datang jika merasakan keberadaanmu kan?" Michael bertanya sembari meletakkan glass dome, yang sudah ia tutup kembali, ke atas meja makan.Mungkin ini hanya imajinasi Jo saja, tapi Michael terlihat berbeda sekarang. Auranya bukan lagi memancarkan seorang ayah yang memikirkan anaknya sampai kelelahan. Michael seperti ... seorang terpelajar yang bersikap dingin."Tentu saja. Tuan Putri akan datang mencariku.""Kau ini makhluk apa?" Sarah, Jo tidak tahu apa yang salah dengan mulutnya, mengajukan pertanyaan seolah-olah sekarang sedang sesi tanya jawab di sekolah.Makhluk itu menoleh, atau seperti itu kelihatannya, ke Sarah. Lalu makhluk itu terkekeh. Ya, dia terkekeh, dan terdengar menyeramkan."Maafkan aku karena tidak memperkenalkan diri terlebih dahulu."Makhluk itu meli
"Jadi ... Siapa namamu?"Jo memberanikan diri untuk memulai pembicaraan. Tidak mudah berhadapan dengan makhluk yang tak punya wajah seperti Pelayan.Jo, Nero, Sarah, dan Pelayan berpindah tempat setelah Michael menyuruh mereka pergi dari meja makan. Mereka berempat kini duduk di ruang keluarga, dan suasananya aneh karena mereka semua terdiam.Jo dan Sarah duduk di sofa, Nero berdiri di dekat jendela sambil sesekali melihat ke luar."Pelayan," jawab Pelayan. Dia mengatakan itu seakan semuanya sudah jelas.Jo membeo, "Pelayan?""Ya.""Tapi pelayan itu julukan, bukan nama. Kalau kau melayani seseorang, kau disebut pelayan. Bukan berarti namamu pelayan." Sarah menggerak-gerakan tangannya sembari memberi penjelasan. Dia kelihatan gemas, dan Jo tidak bisa menyalahkannya."Tuan Putri Lanaya selalu memanggilku Pelayan. Sudah seperti itu sejak beliau kecil.""Kau seumuran dengannya?""Tidak. Aku lebih tua.""Nah, be
Gemma duduk tertegun di sofa ruang keluarga. Semua orang mengelilinginya, mereka menatap dan menjaga jarak seolah Gemma bisa meledak sewaktu-waktu.Pikiran Gemma kacau bukan main. Terakhir kali dia ingat sedang melawan Draconian di rumah ini, dan setelah itu semuanya gelap.Gemma mengira dirinya pingsan pada saat itu, tapi tidak. Dia tahu kalau dia sadar, dan dirinya berada di sebuah kegelapan tak berujung.Sedari tadi Gemma memaku tatapan pada kedua telapak tangannya. Luka bakar yang mengerikan itu sudah hilang sama sekali. Bahkan bekasnya pun tidak ada."Ada orang lain di tubuhku?" gumam Gemma, entah bertanya pada siapa.Gemma tersadar dalam keadaan tersungkur di lantai, tubuhnya penuh dengan muntahan. Jo yang membantunya berdiri, mengajaknya ke kamar mandi untuk membersihkan diri, berganti pakaian, dan membawanya kembali ke ruang keluarga.Di sana perhatian Gemma langsung terfokus pada kumpulan serpihan cahaya yang menyerupai wujud utuh m
"Sekali lagi!!"Teriakan Jonah menggelegar, membuat jantung Gemma berdegup tidak karuan. Gemma baru sepuluh tahun, tapi Jonah memperlakukannya seakan-akan ia adalah prajurit Archturian."Jika kau ingin menjadi Archturian, kau harus berlatih seperti Archturian sejati!!"Gemma berusaha meraih pisau kecil yang terlempar beberapa meter dari tempatnya berdiri. Tangan dan kakinya gemetaran menahan sakit. Gemma menggigit bibir sebagai usaha mencegah air matanya keuar. Saat tangannya berhasil meraih gagang pisau, Jonah mulai berteriak lagi."Jonathan, serang dia!!""Tapi, Ayah—"Jonah melotot, wajahnya mengerikan. "Kau berani membantah??"Jo mengurungkan niat untuk membalas kata-kata ayahnya, lalu dia segera menyerang Gemma dengan pisau. Gemma hanya mampu menghindar dan menghindar. Tubuhnya terlalu kaku dan takut untuk melakukan serangan balik.Hingga akhirnya, Jo berhasil menjatuhkan Gemma sekali lagi. Pisau Jo menempel di leher
Hari yang dinantikan tiba, hari dimana Gemma akan menerima pengumuman bahwa ia harus meninggalkan kota ini dan menjalani hidup penuh kebanggaan sebagai Archturian.Gemma melakukan semua tes seleksi tanpa cela. Bahkan sampai di hari terakhirnya, ia mendapatkan begitu banyak pujian karena cara bertarungnya yang luwes dan gerakannya yang tegas.Gemma membuka kotak surat, menahan diri untuk tidak memekik kegirangan saat melihat sebuah amplop putih dengan lambang The Arc terpampang di situ.Gemma mengambilnya, tidak cukup sabar untuk membukanya di dalam rumah. Ia duduk di tangga di depan pintu, menyobek amplopnya dengan buru-buru dan mulai membaca isinya.Gemma membaca dengan cepat kalimat-kalimat pembuka di awal dan langsung melihat pada tabel nilai. Semua nilainya nyaris sempurna, dan ia menjadi peraih peringkat ketiga dalam sejarah seleksi Archturian. Gemma tak bisa menyembunyikan seringainya saat membaca itu. Ia hanya satu peringkat di bawah Jo.Gem
"Tidak buruk untuk satu jam pelatihan." Gemma melengkungkan bibirnya ke bawah dan mengangguk-angguk, mencoba menirukan gaya Paman Jonah saat dulu menjadi mentornya. Kelihatan angkuh tapi juga kagum di saat bersamaan. Moonla dan Fro, nama si anak perempuan dan laki-laki, memandang tak percaya ke arah pisau lempar yang tertancap kuat ke pancang kayu. Fro bolak balik menolehkan k
Nero, Sarah, dan Jonah menodong Heros dengan Alfhild, sedangkan Jo menjaga pintu keluar. Tanpa ba-bi-bu Gemma langsung melayangkan tendangan terbaiknya menyasar wajah Heros. Gemma memang sudah lama ingin melakukannya.Gemma tidak menyangka bahwa Heros dapat menghindar dari serangannya yang begitu cepat. Heros menunduk dan menjegal kaki Gemma, membuat Gemma nyaris jatuh terduduk. Tapi Gemma tidak kalah semudah itu.Terdengar suara tembakan. Alfhild milik Sarah hampir mengenai lengan Heros, tapi lagi-lagi Heros dapat menghindar. Selama ini Gemma selalu menilai Heros sebagai orang yang tidak bisa berkelahi, tetapi ternyata anggapannya salah.Heros melompat melewati pagar tangga, lalu ia berteriak, "Tunggu dulu! Tunggu dulu!!"Tapi siapa yang mau menunggu?Jo menaiki anak tangga dalam satu langkah besar lalu melayangkan tendangan dengan kedua tangan di pegangan tangga sebagai tumpuannya. Heros melompat dan ia kembali terjun ke lantai bawah.Hero
Satu pria paruh baya, satu pria super tua dengan penuaan tertunda, dua wanita petarung, dua lelaki muda berpredikat prajurit yang tampan, dan satu buronan yang kebetulan juga tampan, walau dengan pipi yang lebam dan beberapa gigi patah serta tanggal.Mereka duduk mengelilingi meja makan di rumah Michael yang sempit. Siku dan lutut mereka berdekatan, kadang sampai harus bergesekan. Kaki-kaki mereka yang jenjang, kecuali kaki Gemma, saling beradu dengan tidak sengaja di bawah meja.Setelah masalah Pelayan tadi bisa diselesaikan, untuk sementara, kini mereka beranjak membahas masalah yang lebih penting: soal rentetan kejadian di Elenio.Dari pembicaraan awal, Gemma mengambil kesimpulan bahwa tragedi di King's Door dan ledakan di Fiend semalam adalah satu rangkaian terencana.Kesimpulan itu membuat pertanyaan muncul di benak Gemma. Sebenarnya Jonah, Nero, dan Sarah, berasal dari divisi apa?"Sebelum kita melanjutkan. Ada satu hal yang harus diperjelas