Share

2. Iblis

Author: Laquisha Bay
last update Last Updated: 2021-12-20 10:37:26

Angelina pulang dengan kondisi linglung. Setelah melempar tubuh ringkih Rupert ke sofa double seater yang ada di ruang tamu flat sempit mereka, dia pun masuk ke dalam kamarnya—mengunci diri di sana—hingga matahari kembali tergelincir di ujung horizon dan menyisakan rasa sesak yang lagi-lagi memadati dadanya. Wanita itu terus terjaga sepanjang malam. Pikirannya kacau sekarang—lebih dari kacau malah, ayah sialannya itulah yang jadi penyebab atas semua kekalutannya.

Angelina menengok sekali lagi ke arah jam dinding. Peranti penunjuk waktu itu berhenti di angka lima, tetapi warna kuning gading sudah muncul dan mencair di ufuk timur langit. Musim panas di San Francisco memang selalu menyenangkan. Namun, kini perasaan Angelina justru  berbeda.

Adam tak ubahnya sesosok iblis yang menjelma sebagai seorang CEO dan memerangkap wanita itu di dalam neraka pribadi miliknya. Dua jam lagi para bawahan pria itu akan segera datang ke sana untuk menjemputnya. Dia ingin Angelina berada di kediamannya sebelum pukul delapan.

“Angelina? Angelina? Di mana kau, anak pemalas? Cepat, siapkan sarapan untukku!”

Angelina menggigit bibir. Itu suara ayahnya. Apa dia bahkan mampu mengingat insiden yang terjadi tadi malam? Wanita itu kemudian tersenyum getir, dia tahu betul jawabannya. Rupert sangat mahir menyingkirkan segenap momen penting dari kepalanya yang kosong.

“Bangunlah, anak bodoh! Aku lapar!” teriak Rupert sambil menggedor-gedor pintu yang terbuat dari bahan kayu itu sampai bergetar dan langsung melonjakkan tubuh Angelina di tempatnya.

“Aku benci pria itu,” bisik Angelina yang menelungkupkan wajahnya ke lutut.

“Keluarlah, anak tidak berguna! Apa kau ingin tidur hingga sore, hah? Apa kau tuli?” hardik Rupert sekali lagi diiringi entakkan yang berulang pada kenop.

Angelina memang sedang menulikan telinganya sendiri. Dia berpura-pura tak mendengar dan enggan menanggapi sang ayah, wanita itu jenuh dengan situasi yang sama setiap harinya. Rupert selalu membentak dan memukulinya. Keadaan itu seperti siklus yang terangkai dan terputar secara teratur.

“Siapa kau?” tanya Rupert dari balik sana—pria itu tengah berbicara dengan seseorang.

Angelina kembali menajamkan alat pendengarannya. Dia bangkit dan menguping di belakang pintu. Suara maskulin yang terdiri dari sejumlah fonetik berbeda itu sedang bertanya pada Rupert tentang keberadaan putrinya; Angelina Wilson. Wanita itu sontak melebarkan sepasang mata indahnya yang mencolok.

“Keluarlah, Angelina. Aku tahu kau mendengarku sekarang.”

Suara itu berat dan dalam. Nada yang familier. Angelina seketika mengenalinya; Adam Ford. Mereka datang lebih awal. Apa yang pria itu pikirkan?

“Buka pintunya atau aku akan menghancurkannya sekarang juga.”

Ancaman Adam langsung membuat Angelina mundur. Wanita itu menelan ludahnya dengan susah payah. Dia merutuk, lantas bergegas mengemasi beberapa barang pribadinya ke dalam koper kulit tua koleksi mendiang ibunya. Belum selesai mengatur tiga set pakaiannya, bunyi keras yang memekakkan telinga itu mendadak menyeruak di belakang Angelina.

Adam berdiri di balik sana bersama sederet orang-orangnya yang mengenakan model jas dengan warna senada; hitam. Pintu yang semula utuh itu pun menjadi remuk di bagian tengah-tengah. Kini Angelina dapat menyaksikan pria itu mengurai senyum keji di sudut bibirnya lewat lubang yang dia ciptakan. 

“Mengapa ka—”

“Merusaknya? Bukankah aku memintamu untuk membukanya?”

Angelina tergagap-gagap, “Y-ya, tetapi aku tengah mengepak seluruh barangku.”

Adam memberi kode pada para bawahan yang berbaris di sampingnya melalui sentakkan kecil di dagunya. Mereka refleks merangsek maju dan melepas kenop sampai akhirnya daun pintu itu terbuka dan memberi akses bagi Adam. Angelina mempercepat pekerjaannya, dia memasukkan dua set piama, dua pasang kaus kaki serta sejumlah pakaian dalam terbaik—tanpa bolong-bolong—yang dia punya.

“Apa yang kau lakukan?” sela Adam yang otomatis menghentikan kegiatan wanita itu.

Angelina spontan mendongak, “Memangnya kau pikir aku sedang apa? Mandi?”

Adam menggertakkan gigi menahan emosinya tumpah, “Kau berani sekali, Angelina.”

“Apa boleh buat? Kau menjemputku dua jam lebih awal. Jadi, berikan aku waktu sepuluh menit. Apa aku juga harus mengucapkan ‘selamat datang di rusun kecil kami’?”

Adam mendengus, “Ha. Aku suka tipe lawan jenis yang kurang ajar sepertimu. Kau membuatku tertantang untuk menaklukkanmu.”

Angelina balas melengos. Dia berusaha mengabaikan Adam, memfokuskan perhatiannya ke seperangkat pakaian lain yang masih menumpuk di depannya. Pria itu kemudian melangkah ke arahnya dan menyentak lengan kanan Angelina. Aktivitas wanita itu sontak terpotong.

“Kau menyakitiku,” keluh Angelina yang mengusap-usap lengannya.

“Dengar, Angelina. Kau tidak perlu mengangkut semua barang rongsokan itu. Aku akan menyediakan seluruh kebutuhan pokokmu termasuk pakaian.”

“Barang rongsokan?”

Adam menaikkan satu alisnya, “Apa itu masih layak pakai?”

“Kau... kau benar-benar kelewatan, Tuan Ford.”

“Ch! Bukankah aku pernah mengatakannya padamu? Aku benci drama. Tinggalkan koper butut itu di sana. Kau harus ikut aku sekarang.”

“Bagaimana dengan Ayahku?”

“Dia akan baik-baik saja.”

“Tung-tunggu, aku be—”

“Kau mempersulitku, Angelina. Aku tidak suka itu.”

Adam bergerak mengambil inisiatif. Dia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Angelina dan mengangkat tubuh wanita itu ke salah satu pundaknya. Dia melakukannya dengan mudah, seolah-olah Angelina hanya terbuat dari kapas.

“Apa yang kau lakukan? Turunkan aku!” jerit Angelina yang terkejut oleh aksi Adam.

“Kau harus belajar mengontrol mulutmu di hadapanku. You will pay for that in this life or the next.”

“Tidak! Lepaskan aku!” pekik Angelina lagi sambil meronta-ronta—mencoba untuk meloloskan diri, tetapi upayanya sia-sia.

“Aku bersumpah akan membuatmu menangis di bawah kendaliku.”

“Biadab! Pria kejam!”

“Biadab dan kejam adalah nama tengahku, Angelina. Senang kau mengetahuinya sekarang,” balas Adam yang diiringi kekehan pendek.

“Aku akan mematahkan hidungmu!”

“Kau membuatku takut,” seloroh Adam dengan intonasi yang dibuat-buat.

Mereka melintasi ruang tamu dan menemukan Rupert yang hanya mampu termangu-mangu menonton Angelina dibawa paksa sebab di lantai bermaterial parket itu ada jutaan dolar sebagai uang tutup mulut bagi ayahnya. Pria separuh abad itu lagi-lagi melirik—memandangi si anak yang masih merengek dengan tatapan senang—berpikir bahwa Angelina ternyata punya nilai jual yang tinggi; investasi yang sangat menguntungkan. Dia sempat berandai-andai mempunyai satu atau dua putri lain agar mendapatkan lebih banyak uang dari mereka.

“Ayah! Ayah!” racau Angelina dalam kondisi berantakan.

Sepasang mata biru yang sama seperti milik Angelina itu enggan mengalihkan sorotannya. Dia menjadi seorang jutawan dalam sekejap. Siapa sangka nasibnya seberuntung itu? Adam membiarkan tawanya pecah di udara sesaat sebelum mereka keluar dari tempat yang Angelina sewa dengan biaya murah per bulan tersebut, memberikan sedikit kesempatan untuk wanita yang ada dalam cengkeramannya agar melihat sikap tamak Rupert yang kini tengah menimang-nimang lembaran uang di pangkuannya seperti bayi.

Money can make people happy, but money also can make people greedy. Kau sudah melihat wajah asli Rupert, bukan?”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Bastard CEO: CEO-ku yang Dingin   Bab Ekstra — Titik Untuk Selamanya

    “Cepatlah, Dad. Kita akan terlambat,” gerutu Arthur yang tengah memakai kaos kakinya dengan terburu-buru.“Kau memintaku untuk bergerak cepat, tetapi kau sendiri belum selesai bersiap-siap sejak dua puluh menit yang lalu.”“Mom akan membunuh kita. Hari ini merupakan hari penting bagi Paman Saga. Dia tidak ingin melewatkan satu momen pun,” balas Arthur yang kini memasang sepatu pantofelnya.“Dia tidak akan membunuhku, Nak. Dia sangat mencintaiku—oh, astaga! Di mana dasiku?”“Bukankah Mom meletakkannya di atas ranjang?”“Tidak ada di sana.”“Entah, Dad. Kau harus bertanya padanya lagi.”“Dia sudah menyiapkan semuanya tadi. Jika aku kembali menanyakan tentang itu, maka dia akan membunuhku.”“Kau bilang, Mom sangat mencintaimu,” seloroh bocah itu dengan nada yang dibuat-buat.“Ya, tetapi untuk yang satu itu, aku dapat memastikan dia akan melakukannya. Ibumu cende

  • The Bastard CEO: CEO-ku yang Dingin   Bab Ekstra — Cinta yang Sempurna

    “Saga? Apa kau sudah mengirim undangan untuk teman-temanmu? Semuanya?” tanya Ruby sambil menyesap kopinya yang setengah dingin.“Uh-huh.”“Bagaimana dengan Adam dan Angelina?”“Tentu saja. Mereka juga sudah kukirimi minggu kemarin,” sahut Saga yang masih enggan melepaskan pandangannya dari layar laptop.“Aku harus mengecek ulang tentang daftar orang-orang yang belum kita kirimi. Aku tidak ingin membuat kesalahan dengan melewatkan satu-dua orang yang terlupakan untuk hari penting kita,” keluh Ruby yang kemudian memijit ruang di antara kedua alisnya.“Tenanglah, kau tidak perlu merasa setegang itu.”“Tidak. Aku tidak merasa tegang,” kilah wanita itu sambil mengedikkan bahunya.“Kau menyeruput kopimu berkali-kali. Kau juga menyentuh keningmu tanpa henti. Caramu duduk pun mencerminkan isi hatimu.”“Apa kau memperhatikanku?”“Ya, Ruby. Mengapa kau pikir aku tidak

  • The Bastard CEO: CEO-ku yang Dingin   60. Triplet

    “Apa kau yakin itu garis dua?”“Tentu saja. Aku sudah mencobanya empat kali dan hasilnya tetap positif,” sahut Angelina yang netranya berkaca-kaca sekarang.Adam seketika menyambar alat uji kehamilan tersebut dari genggaman Angelina dan memandanginya lekat-lekat. Pria itu kemudian menjatuhkan benda yang semula dia pegang—kedua tangannya terulur menarik pinggang ramping sang istri. Kepalanya pun turun—membuat posisi sejajar dengan perut agar dapat memberi kecupan di sana.“Bayiku sedang tumbuh di dalam,” bisik Adam dengan nada memuja.“Dia akan membuat kita jauh lebih lengkap lagi.”Adam sontak mengalihkan tatapan dan beranjak memeluk tubuh Angelina dengan perasaan haru yang menjejali dadanya. Mereka saling mendekap erat satu sama lain. Tenggelam dalam ledakan euforia yang menghujani pikiran masing-masing.Berita tentang kehadiran calon anggota keluarga baru dalam hidup mereka

  • The Bastard CEO: CEO-ku yang Dingin   59. Takdir di Ujung Senja

    “Apa kau yakin kau tidak akan ikut bersama kami?”Saga serentak menoleh pada James Ambrose dan Seth O’Connor—rekannya, kemudian mengangguk dengan mantap. Dia kembali mengalihkan pandangan ke layar komputer yang masih menyala di depannya. Berjuang untuk memfokuskan pikirannya yang sedang kacau.“Kami akan mengenalkanmu pada wanita-wanita cantik di sana,” bujuk James sambil menyandarkan kedua sikunya ke atas meja kerja Saga.“Jawabannya tetap tidak.”“Aku kenal satu yang sesuai dengan tipemu.”“Tidak, James.”“Dia pirang, dia juga bermata biru. Ada banyak yang punya ciri-ciri fisik serupa, tetapi aku tahu Barbara sangat pas untukmu.”“Tutup mulutmu atau aku akan menjahitnya tanpa anestesi.”“Ada apa denganmu, Bung? Kau berubah menjadi Saga yang pemarah sekarang,” timpal Seth yang menanggapi lirikan tajam Saga pada mer

  • The Bastard CEO: CEO-ku yang Dingin   58. Kepingan Puzzle

    Lima pekan berlalu dalam gelombang tenang yang membuat Arthur bahagia untuk keluarga lengkapnya. Pun dengan Adam dan Angelina yang sedang mempersiapkan dokumen kepindahan bagi pendidikan Arthur serta acara pernikahan kedua mereka. Sesuatu yang sakral itu akan berlangsung esok.Angelina siap untuk menjadi pengantin—berdiri mengikat janji pada Adam dalam balutan gaun megar yang memesona—dengan melepaskan semua masa lalunya. Berjalan sebagai sosok yang baru. Angelina Wilson Ford yang telah mendapatkan cintanya lagi.Bersama Adam, Angelina merasa utuh. Bersama pria itu, dia merasa sempurna. Adam seperti kepingan puzzle yang sudah lama hilang, lantas ditemukan kembali olehnya lewat perjalanan panjang.Esok akan menjadi hari yang paling istimewa untuk mereka. Masa yang akan membuat Angelina enggan membiarkan waktu berganti kelewat cepat. Dia ingin mengabadikan segenap momen itu dalam pikirannya.Merekam seluruh prosesinya dengan bentuk memori luar b

  • The Bastard CEO: CEO-ku yang Dingin   57. Dongeng Masa Kini

    “Aku akan kembali kemari esok, Mom.” “Ya, Sayang. Pulanglah bersama Paman Sam dan istirahat. Mom tidak ingin kau kelelahan, kemudian jatuh sakit.” Arthur spontan mengangguk pada ibunya, lantas meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Detik berikutnya, bocah itu menguap lebar hingga sepasang iris abu-abunya berair. Angelina yang menyaksikan tingkah sang putra pun tersenyum dan menanggapi, “Hari yang panjang, hm?” “Sangat amat panjang, tetapi aku mendapatkan hadiah terbaikku juga. Jadi, kupikir itu sepadan.” “Hadiah terbaik?” Arthur pun menoleh pada sosok dominan yang sedang melamun memandang ke luar jendela. Angelina yang mengikuti arah pandangan Arthur seketika paham dengan maksudnya. Adam menjadi kado terindah bagi mereka. Aneh? Angelina juga merasa demikian. Namun, takdir bekerja seperti sihir—ajaib dan tanpa batas. Keadaan bertukar hanya dalam waktu sekejap. Kemarin, dia bersikeras untuk mengenyahkan seluruh luka lamanya. Kini, dia ju

  • The Bastard CEO: CEO-ku yang Dingin   56. Titian yang Berbeda

    “Bagaimana perasaanmu?” tanya Adam pada Angelina yang baru saja sadar setelah wanita itu dipindahkan dari ruang transisi ke ruang perawatan untuk pemulihan.“Aku akan selalu ada bersamamu. Kau tidak perlu khawatir tentang apa pun,” lanjutnya lagi.Angelina menyunggingkan senyumnya, lantas menganggukkan kepala tanpa menyahut. Sepasang matanya beralih ke arah lain—mencari sosok Arthur—di sana. Namun, yang dia temukan hanya lah dinding dengan dominasi cat putih dan dua buah nakas kecil di sekitar jendela.“Di mana putraku?” bisik Angelina dengan suara parau.“Dia sedang bicara bersama seseorang di luar.”“Seseorang?”“Saga,” sahut Adam dengan nada enggan.“Apa Saga baik-baik saja?”Kedua alis Adam spontan bertaut pada ekspresi khawatir di wajah Angelina dan membalas, “Pertanyaan itu seharusnya untukmu. Bukan dia.”&ld

  • The Bastard CEO: CEO-ku yang Dingin   55. Pernah Singgah

    “Apa Mom akan baik-baik saja?” tanya Arthur sambil memandangi pintu bangsal ICU yang baru saja ditutup.Adam seketika melayangkan tatapan muram pada Arthur. Dia juga berharap Angelina akan baik-baik saja seperti yang mereka inginkan. Namun, satu-satunya hal yang dapat mereka lakukan hanya menunggu para tim medis selesai bekerja dan membiarkan sedikit keajaiban datang.“Angelina wanita yang kuat. Satu luka tembak tidak akan membuatnya menyerah.”Arthur spontan menoleh dan balas menatap pada Adam. Dua pasang iris dengan warna persis itu saling beradu dalam rasa cemas yang menggantung kental di benak mereka masing-masing. Adam kemudian memalingkan wajahnya sambil mendengus canggung.“Jadi, kau adalah Ayahku?”“Kau boleh memanggilku Dad atau sebutan apa saja yang kau suka.”“Apa yang terjadi pada kalian? Mengapa Ayah Saga sangat marah dan ingin menembakmu?” selidik Arthur yang penasaran

  • The Bastard CEO: CEO-ku yang Dingin   54. Patah Hati

    “Caramu salah. Itu tidak akan menghentikan pendarahannya. Minggirlah, biar aku yang melakukannya,” ucap Saga setelah dia tersadar dari syok yang sempat menggulung dirinya.“Diam di sana atau aku akan melemparmu ke dalam penjara sekarang juga!”“Tidak ada waktu untuk bertengkar. Nyawa Angelina dalam bahaya.”“Kaulah yang melukainya!” teriak Adam dengan sorot mata penuh dendam.“Ber-berhentilah berkelahi, kumohon. A-aku tidak apa-apa. Ha-hanya se-sedikit sesak,” ungkap Angelina selepas menyaksikan ketegangan yang lagi-lagi menggantung di antara mereka.“Posisikan tubuhnya lebih tinggi lagi. Dia harus tetap terjaga sampai tim medis datang. Ajaklah dia bicara tentang apa saja,” pinta Saga sambil meraba tekanan detak nadi di salah satu pergelangan tangan Angelina.Adam menurut—memosisikan tubuh Angelina sesuai dengan instruksi, lantas mengecup lembut kening Angelina yan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status