Share

8. Cinta Satu Malam

“Apa yang kau lakukan, Adam? Kau mematikan telepon selulermu. Kau juga menolak panggilanku setelah puluhan kali aku menghubungimu dengan susah payah dan baru tersambung tadi. Kau mengabaikanku seharian!” keluh Kate yang melemparkan tas hobonya ke atas meja kerja Adam—raut wajahnya terlihat kesal—sampai-sampai kedua pipinya yang tirus berubah warna.

Adam seketika memutar kursi kebanggaannya ke depan—mengalihkan pandangannya dari diorama pusat kota yang sempat dinikmatinya sekejap, kemudian mengangkat satu alisnya ke atas, “Kate? Apa kabarmu?”

“Apa kabarku? Sejak kapan kita berubah menjadi seformal itu?” geram Kate yang kembali memancing emosi Adam—dia menudingkan jari telunjuknya pada pria itu—dengan tatapan marah.

Adam menyipitkan mata, lantas beranjak dari posisinya. Sepasang kakinya melangkah mendekati Kate dan menarik jari yang sudah diarahkan pada dirinya. Aksi itu sontak membuat wanita itu menjerit sebab rasa nyeri langsung menjalari tulang pisiformisnya.

“Lepaskan aku! Mengapa kau kasar sekali?” teriak Kate yang mendelik ke arah Adam.

Senyum Adam mengembang di sudut bibirnya. Dia melepaskan cengkeraman itu dengan satu sentakan cepat—membuat Kate spontan terhuyung-huyung—nyaris terjatuh ke pangkuan pria itu. Selepas berhasil menguasai diri dan mendapatkan keseimbangannya lagi, wanita itu kemudian mengangkat tangannya untuk menampar wajah Adam. Namun, gerakannya kalah cepat dan dia lagi-lagi gagal memberi pelajaran pada kekasihnya itu sebab Adam menahannya.

“Kau sangat ringan tangan, Kate. Itu tidak baik,” desis Adam dengan nada rendah yang mendadak menerbitkan rasa gentar di dada Kate; sesuatu yang jarang dia alami.

“Ka-kau! Lepaskan aku!”

“Ingat baik-baik, Kate. Kita menjadi kekasih hanya karena relasi yang ingin orang tuamu jalin dengan keluarga Ford. Jadi, aku memperingatkanmu sebelum kau menyesalinya nanti. Jauhi Angelina. Jika aku tahu kau berusaha menyakitinya lagi, maka keluarga Montgomery yang akan menerima akibatnya.”

Kate terperangah—lupa menutup mulutnya kembali, lantas tersadar dan membentak Adam dengan intonasi tinggi, “Apa kau memilih si jalang itu sekarang?”

Adam yang terkenal dengan sikap dinginnya itu hanya memberikan reaksi yang minim. Dia membebaskan Kate dan garis ekspresif itu lagi-lagi muncul di bibirnya—seulas senyum kaku—tipis dan penuh cemooh.

“Dia bukan jalang, Kate. Kalimatmu mencerminkan dirimu sendiri. Kau berasal dari kalangan terpelajar, bukan?”

“Cukup, Adam! Satu kata lagi, kau akan kulaporkan pada Ibuku,” ancam Kate yang merasa berang pada Adam.

“Aku tahu kau bukan wanita bodoh. Kau berani menentangku, artinya kau juga menghancurkan keluargamu. Aku punya orang-orang yang akan selalu membantuku untuk melakukan sejumlah pekerjaan kotor itu di belakangku. Kau akan mendapatkan mimpi buruk paling buruk yang pernah ada hingga kau lebih suka mati daripada hidup lagi,” ucap Adam yang masih menjaga ekspresi wajahnya tetap datar, sementara Kate yang semula garang berubah menjadi ngeri dan dia mundur dari tempatnya berpijak.

“Kau pria psikopat!” maki Kate yang langsung berbalik arah dan melenggang keluar dari ruang kantor bernuansa modern itu dengan langkah terburu-buru.

“Apa kau baru mengetahuinya sekarang?” bisik Adam yang menonton figur wanita itu lenyap dari pandangannya.

Samuel Hogue—asisten pribadinya—yang menyaksikan pertengkaran dua sejoli itu di pojok sejak tadi masih berdiri mematung tanpa berkomentar. Dia tak akan mengatakan apa pun jika memang Adam tak meminta opininya atas sesuatu. Pria itu mengenal sang pewaris tunggal keluarga Ford bertahun-tahun lamanya, dia tahu Adam tak suka ada mulut-mulut lancang yang mengusik suasana hatinya.

“Kirimkan beberapa orang untuk mengawasi Kate!” titah Adam pada Samuel yang sontak mengangguk menjalankan perintah.

Sisa hari itu Adam habiskan dengan bekerja sampai dirinya lupa waktu—sendiri, berkutat pada beberapa berkas yang menumpuk di atas mejanya. Saat dia merasa cukup lelah, barulah pria itu menyadari jika langit sudah gelap hampir tengah malam. Pikirannya lantas tertuju pada Angelina. Bayangan wanita cantik itu seketika meracuni hormon testosteronnya dan membuat libidonya bangkit.

Tanpa menunggu lama, Adam pun kembali ke rumah. Koenigsegg CCXR Trevita miliknya melaju menembus arus lalu lintas yang masih padat, seolah-olah penduduk di kota kabut itu tak pernah mengenal kata tidur. Setibanya di ‘istana’ kediamannya, Adam langsung naik ke kamar Angelina dan mengecek keadaan wanita itu.

Angelina bergelung dalam tidurnya—tubuhnya meringkuk seperti bayi—mengigau dan menggumamkan nama Adam dua kali. Adam tertegun mendengarnya. Dia menghentikan aktivitasnya sejenak bersama dasinya yang masih menggantung miring di area lehernya. Pria itu bergerak mendekati Angelina yang kini mendengkur lembut. Sorot matanya meredup memandangi wanita itu, kemudian membisikkan sesuatu dengan nada lirih.

Jemari Adam terulur menyentuh puncak kepala Angelina—mengusapnya dengan hati-hati—enggan membuat wanita itu terbangun dari rangkaian mimpinya. Detik berikutnya, dia tersentak dan menarik kembali tangannya dari tubuh Angelina. Dorongan untuk menjaga citra dirinya kembali memuncak. Dia sadar hubungan mereka hanya sebatas insan yang bersimbiosis pada keuntungan masing-masing.

Buku jari Adam mengepal. Dia pun mundur dan keluar dari ruang itu menuju ke balkon—menghirup lebih banyak udara—di luar sana. Oksigen menjejali kantong paru-parunya dengan secercah rasa bimbang; perasaan yang jarang menghampiri pikirannya. Pria itu melangkah masuk lagi, menyambar sebotol vodka di atas nakas dan langsung menenggak seperempatnya.

“Angelina Wilson,” eja Adam yang pandangannya mengarah ke potret bangunan-bangunan tinggi di kejauhan.

Adam tenggelam dalam emosinya malam itu. Dia kesal sekaligus heran. Dia bukan tipikal pria yang sentimen, tetapi setelah Angelina datang dalam hidupnya, pria itu merasa ada sesuatu yang ganjil juga hadir di antara mereka. Padahal pertemuan mereka sangat singkat dan wanita itu hanya berstatus sebagai seseorang yang dia bayar untuk melahirkan anaknya. 

Cinta merupakan perihal yang terkutuk bagi Adam. Daya pikat yang bersifat sementara. Dia beranggapan bahwa orang-orang yang jatuh cinta itu idiot; menjerat diri mereka sendiri pada rantai yang membutakan logika. Pria itu selalu berhasil menampik seluruh pesona para wanita dari berbagai kalangan yang sering kali menggoda dan membuka kedua kakinya di depan Adam. Namun, pergumulan mereka hanya berakhir selama satu malam di ranjang—sama seperti yang lainnya, kecuali Kate.

Kate adalah kerabat. Dia bukan untuk dipermainkan di bawah tubuh Adam. Orang tua mereka berteman baik sejak lama, tetapi pria itu sama sekali tak tertarik padanya. Dia memang cantik dan punya segenap penampilan yang mengundang hasrat para lawan jenis. Namun, bukan untuk Adam. Di matanya, Kate hanya seorang adik. Tidak lebih dari itu.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Wakhidah Dani
kirain Ama Kate cinta benera. sampe bilang kalo Kate memilih childfree kala berpacaran dgn Adam. non sense Dam
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status