Yudistira membawa Bima ke taman Rumah Sakit, ia mengantarkan dengan hati - hati, Dani melihat itu dengan raut muka yang aneh. Dia sama sekali tak terbiasa melihat perilaku Yudistira yang seperti ini.
Ini aneh. Sepanjang perjalanan, Yudistira mengajak Bima untuk berbicara terutama tentang Antareja dan mengapa ia bisa menjadi salah satu dari bodyguard wanita itu. "Kau tahu, melihatmu seperti membuatku bertanya - tanya apa hebatnya dirimu? " tanya Yudistira sambil menempatkan Bima di sisi pohon. Mendengar pertanyaan Bima memutarkan mata, "Saya sendiri saja tak tahu mengapa dia memilih saya ? Mungkin dia membutuhkan hiburan? " Yudistira tertawa, "Hiburan? Antareja mungkin tipikal wanita yang aneh, dia seperti tante - tante girang. Berapa usiamu? " Bima menggeleng kepala, " Aku masih dua puluh tiga tahun, komentarmu membuat Antareja terlihat seperti cukup buruk " "Wanita ittu memang iblis " Yudistira memandang wajah Bima, memang benar pria ini terlihat menawan untuk hanya sekedar menjadi seorang petinju. Iblis memang adalah gambaran yang tepat tentang Antareja, wanita itu terlalu kejam. Ia tak akan segan membunuh seorang yang menganggu hidupnya.. Yudistira kembali mengingat pertemuan pertama dia dengan Antareja yang membuatnya agak merasa ngeri karena tindakannya. Antareja membunuh seorang burung merpati yang dimiliki oleh Bima Sena dengan menggunakan sebuah senapan. Darah bersimbah di sepanjang tubuh burung itu, membuat Yudistira merasa ngeri. "Lihat" Antareja membawa bangkai burung itu kepada Yudistira, melihat itu Yudistira langsung merasa agak ketakutan. Tetapi Bima Sena yang melihat apa yang dilakukan purtrinya justru mengganggap bahwa hal itu adalah yang biasa, "Anak itu akan menjadi kepala keluarga yang sempurna" Yudistira hanya terdiam mendengar komentar dari Bima Sena, ia hanya menatap Antareja yang senyum dengan gaun yang bersimbah darah dari burung yang mati dibunuhnya itu. "Ku harap, kau akan baik - baik saja " Bima hanya menganggukkan kepala, ia sendiri tak yakin ia akan aman dari amukan wanita itu, yang pasti ia berharap bahwa ia akan tetap utuh. "Ku harap" Suasana hening menyelimuti kedua pria itu, tetapi tiba - tiba Dani datang dengan raut yang agak tegang. "Antareja mengamuk, dia mencari Bima." Raut muka Bima mendadak berubah, mimpi buruknya kini menjadi kenyataan. Kathia saat itu sedang berjalan bersama saat ayah, melewati taman rumah sakit. Tetapi pandangan terfokus pada seorang pria yang sedang duduk dikursi roda dekat taman itu. Dia mirip Bima, ia mencoba untuk mendekatinya tetapi Dr. Karya langsung mencegahnya, "Itu bukan Bima, sayang" Kathia menolak bahwa itu bukan Bima. "Dia pasti Bima, ayah. Itu dia" Dr. Karya menggelengkan kepalanya, ia memiliki kecurigaan pada pria itu, mereka pasti bukan orang baik, " Bukan, dia keponakan dari pasien ayah, sayang. Katanya lapar, yuk kita pergi sebelum kedai Mpok Tarmi tutup" Kathia menolak, dan mencoba untuk mendekati pria itu. " Kathia! " Seorang wanita muda mendatangi Bima, ia mencoba untuk berbicara tetapi dicegah oleh seorang pria tua. "Dia bukan Bima temanmu, mereka cuma mirip" " Apakah kau tidak mengingat aku, Bima? " Kathia mencoba menghampiri Bima tetapi Yudistira yang melihat kedatangan wanita itu lantas langsung membawa Bima untuk kembali ke ruang rawat. Tak ada yang boleh mengetahui tentang pria ini, Antareja bukanlah lawan yang sepadan untuk mereka. Dani mencoba untuk mencegah wanita itu mendekat, "Saya rasa, anda salah orang nona" Dr. Karya langsung membawa Kathia pergi, ia malu dengan tindakan Kathia yang memanggilnya orang lain seenaknya. "Saya minta maaf, putriku seperti agak salah sangka" Dani hanya mengankat salah satu alisnya, "Tentu, pastikan untuk mendidik putri anda dengan baik, Dr. Karya" " Saya minta maaf, permisi" Dr. Karya membawa Kathia meninggalkan Dani sendirian di taman itu. Melihat Kathia yang menghampirinya bohong jika Bima tidak mengenal siapa wanita itu, hanya saja ia tak bisa untuk mendekat kembali, kehidupannya tak lagi sama. Ia tak tega untuk membiarkan Kathia terluka. Antareja bukan lawan yang sepadan untuk wanita itu. Yudistira membawa Bima kembali ke ruangannya. Ia harus memikirkan cara bagaimana untuk melawan Antareja, dia mencurigai semua orang. Tiba - tiba, Yudistira mendapatkan ide. Ia langsung membuka handphonenya dan menelepon seseorang, Ia akan memastikan bahwa Antareja tidak akan mencurigakannya. Barong mendapatkan sebuah pesan rahasia dari seseorang, Bima berada di sebuah tempat, pria itu benar - benar kabur. Matanya melihat kearah Antareja yang masih menandatangani sebuah dokumen pekerjaan. Ia merasa bimbang takut akan hukuman apa yang diberikan oleh Antareja kepada Bima. Tetapi, mengingat bagaimana kondisi Petruk yang terluka karena tak sengaja menabrak dan menumpahkan teh panas berakhir dengan kaki yang tersiram teh panas. " Ada sebuah kabar, tentang Bima. " Antareja langsung mendongak kepala, dan pergi ke meja Barong, "Siapa yang mengirimkannya?" "Seseorang, mata - mata kita menemukannya." "Dimana mereka menemukannya? " Antareja melihat kearah layar komputer Bagong, disana bertuliskan kalau Bima berada di sebuah tempat gedung tua yang dekat dengan danau. Antareja melihat itu langsung mengumpulkan bodyguardnya untuk membawa pulang dan menghukum pria tersebut. Bima tiba - tiba dibawa oleh Yudistira ke suatu tempat, Dani dan para bodyguard Yudistira mencoba untuk menangkapnya tetapi ketika Bima menendang salah satu dari Bodyguard tersebut, Dani menyuntik obat bius ke lengannya, Bima menatap tajam ke arah Yudistira, Ia merasa terkhianati olehnya dan kemudian Bima pun jatuh pingsan. Yudistira hanya tertawa, pria itu mudah untuk dipermainkan, Ia tak ingin berurusan dengan Antareja. Mereka pun bawa Bima kembali terbangun disuatu tempat, gedung tua dengan keadaan bebas, Ia mencoba untuk memanggil Yudistira, tetapi tidak siapapun. Ia kemudian bangkit dan kabur. Antareja menghampiri gedung tua itu, Ia masuk ke dalam dan memastikan tidak ada siapapun. Antareja melihat Bima yang akan kabur, memutuskan untuk mendekat dan mengacungkan pistolnya. Peluru memenuhi dinding dan itu membuat Bima semakin tegang. Kehadiran Antareja sudah ada dekat, beberapa meter dibelakang. "Bima, kau lebih suka menjadi mati konyol atau menjadi Bodyguardku? " Ancam Antareja dan beberapa bodyguardnya yang Menggacukan pistol juga Bima yang sudah tegang dan takut akan kehadiran Antareja memutuskan untuk lebih baik mati daripada menjadi bodyguard dari wanita iblis itu, "Daripada menjadi, bodyguardmu aku lebih suka mati konyol " Setelah mengatakan itu Bima langsung menggelamkan diri ke danau. Antareja melihat itu langsung menyuruh Bodyguardnya itu mencari Bima di danau. Ia tak akan membiarkan pria itu mati konyol. Bima sejujurnya tak begitu bisa berenang, makanya ketika dia menenggelamkan dirinya di danau, Ia takut Ia benar mati konyol. Tetapi, saat Bima sudah nyaris pasrah, tubuhnya di angkat oleh seseorang. "Nyonya, kami telah menangkapnya." Antareja mendekatkan diri ke Bodyguardnya. "Pria itu bodoh itu masih hidupkan? "Seorang pria melihat, kearah jendela. Malam telah menjadi sesuatu yang baru, dengan identitas yang baru, ia tak sepenuhnya mati ditangan wanita itu, ia telah bertransformasi menjadi sebuah elang baru, sesuatu yang akan mengejutkan orang lain. Kathia berdiri didepan gedung Kementrian Pembangunan untuk wawancara eksklusif terkait tentang Antareja serta pendapatnya akan presiden yang mempromosikan anaknya sebagai calon presiden baru, Antareja dibuat pusing kepalang karena keputusan bodoh presiden, ia tahu seperti kemampuan anak presiden itu, tipikal yang dipaksa mengikuti apa ambisi sang ayahnya. Petruk melihat perubahan raut wajah Antareja, ia tahu persis apa yang akan dikatan oleh wanita itu, tak lama di dalam kantor Antareja, "Bajingan! Bodoh, apa yang dipikirkan oleh pria tua itu?!" Antareja marah- marah sebari merobek kertas ajakan presiden kepadanya secara pribadi dan duduk di kursi kerjanya sebari menghela nafas. Petruk yang melihat itu langsung, memberikan Antareja secan
Bima kemudian menyerah dan memutuskan untuk mengganti pakaiannya, Antareja yang melihat itu pun tersenyum. Anjing kesayangannya sangatlah penurut. Antasena membuka matanya, matanya kemudian melihat kearah cermin yang ada diatas tempat tidurnya. Ia melihat bahwa lehernya dirantai oleh seseorang, 'Siapa yang melakukan ini padanya?' ingatan Antasena kembali memutar kembali apa yang terjadi, ia tertangkap saat sedang berada di bandara, ia sama sekali tak mengingat apapun selain ketika ia mengunjungi kamar mandi seorang pria membiusnya. Seorang wanita dengan menggunakan jas dokter datang, ia menyapa Antasena dengan ramah, meski disalah satu sudut bibitnya terdapat bekas luka, "Selamat pagi, bagaimana kabarmu?" Antasena memandang wanita itu dengan curiga, "Siapa kamu?" Wanita itu mendekat dan berbisik ke telinga Antasena, "Aku yang membawamu kesini. Apa kau keberatan?" Antasena langsung marah, ia langsung memukul wajah wanita itu membuat wanita itu terkekeh dan menyalakan a
Antareja dan Bima dikagetkan dengan kedatangan Batara, Bima bahkan sampai hampir menabrak dinding didepannya sakin terkejutnya dia. "Apakah semua sudah baik - baik saja?" tanya Antareja sebari melihat kearah Batara yang ternyata di alisnya terdapat luka. Batara hanya terdiam ketika Antareja menyentuh alisnya, sedangkan Bima melihat itu semua dengan mata yang melotot. Ia tak bisa melihat Antareja bersama orang lain. Batara terdiam melihat tingkah laku Antareja, ini bukan sesuatu yang biasa yang dikeluarkan oleh bosnya, tetapi ini terasa bagus. "Saya baik- baik saja Nyonya, tidak ada yang perlu diperhatikan." Antareja mengangkat alisnya, "Benarkan?" Batara menganggukkan kepalanya, "Ya" Bima melihat itu langsung berdehem. Ia tak suka dengan apa yang terjadi. "Ehm, apa yang kau disini, Batara?" tanya Bima pada Batara, ia penasaran dengan apa yang dilakukan Batara disini. Batara hanya menjawab," Semua sudah aman, jadi kita bisa kembali paviliun utama" Antareja melihat ke arah
Seminggu setelah kejadian itu, Bima kembali pergi bersama Antareja. Bersama dengan beberapa bodyguard lain, ia berdiri ditemani dengan Petruk dan Barong. Ada bodyguard baru yang akan menemani Antareja. Bima merasa bersyukur karena ia tak harus lagi menemani Antareja. Siapa juga yang mau bekerja dengan wanita iblis itu, ia tak sudi lagi. Melihat Eksprei Bima, Petruk hanya bisa tertawa mengingat kejadian kemarin. Dimana ketika mereka mengucapkan selamat tinggal pada Tuan Besar dan Bima tak sengaja terpeleset akibat menginjak tali sepatunya ketika berjalan pasca bangkit dari membungkuk. Antareja hanya terdiam melihat kelakuan pria konyol itu, sedangkan Bika Sena hanya mengangkat alisnya dengan ekspresi datar. Mobilnya belum berangkat sedari tadi. Itu sangat konyol, Petruk berharap kehadiran Bima bisa memberikan hiburan bagi para Bodyguard lain. Bima menatap Petruk yang menahan tawanya ketika Anateja memarahinya. "Ayolah, itu tak sengaja." elak Bima pada Antareja yang mem
"Dia masih hidup, Nyonya kata salah satu Bodyguardnya yang bernama Bagal Buntung. "Bawa dia ke paviliun utama, aku akan menghukumnya." Antareja langsung meninggalkan gedung tua tersebut diikuti dengan para Bodyguardnya yang menggendong Bima. Antareja tidak akan membiarkan Bima meninggalkan lagi, Ia tidak akan membiarkanya mati seperti Arjuna. Gatotkaca kembali dibawa ke ruang sidang, untuk membahas perkara masa hukumannya. Ibunya berhasil untuk mendapatkan dukungan tambahan untuk membebasannya. Ia benar - benar berpikir, seberapa banyak uang yang digelontorkan ibunya kali ini. "Seberapa besar, dia membayarmu kali ini?" Gatotkaca bertanya pada Arok, Pengacaranya. Mendengar itu, Arok, Pengacaranya langsung menjawab. "Cukup besar, Urangayu yang tak mungkin membiarkan putranya mati mendekam dipenjara sia - sia. Ia masih membutuhkan pewaris untuk melanjutkan namanya" Gatotkaca mendengkus, "Wanita tua itu masih mempedulikan namanya disaat seperti ini. Tetapi, kalau boleh jujur, aku
Yudistira membawa Bima ke taman Rumah Sakit, ia mengantarkan dengan hati - hati, Dani melihat itu dengan raut muka yang aneh. Dia sama sekali tak terbiasa melihat perilaku Yudistira yang seperti ini. Ini aneh. Sepanjang perjalanan, Yudistira mengajak Bima untuk berbicara terutama tentang Antareja dan mengapa ia bisa menjadi salah satu dari bodyguard wanita itu. "Kau tahu, melihatmu seperti membuatku bertanya - tanya apa hebatnya dirimu? " tanya Yudistira sambil menempatkan Bima di sisi pohon. Mendengar pertanyaan Bima memutarkan mata, "Saya sendiri saja tak tahu mengapa dia memilih saya ? Mungkin dia membutuhkan hiburan? " Yudistira tertawa, "Hiburan? Antareja mungkin tipikal wanita yang aneh, dia seperti tante - tante girang. Berapa usiamu? " Bima menggeleng kepala, " Aku masih dua puluh tiga tahun, komentarmu membuat Antareja terlihat seperti cukup buruk " "Wanita ittu memang iblis " Yudistira memandang wajah Bima, memang benar pria ini terlihat menawan untuk hanya sekeda