"Si*l!" Rezvan merutuk kesal. "Seorang gadis lugu! Bisa mati dia! Aku harus menyembunyikannya dari mereka."
"Bagusnya untukku saja," tukasnya lagi seraya menyeringai. "Sudah kubayar mahal juga!"
"Arrggghhh! Sial! Ponselku!" Pria itu memungut kartu perdana dari ponsel yang terpecah menjadi beberapa keping bagian.
Rezvan Oxley—pria tampan rupawan bertubuh tinggi, bermata elang, beriris kecokelatan tajam—adalah seorang Owner sekaligus CEO dari perusahaan OXLEY. Sebuah perusahaan besar dan ternama yang bergerak di bidang properti. Saat ini pria itu mengolah beberapa perumahan, villa, dan apartement di beberapa titik wilayah.
Sebagai pengusaha sukses, ia sering berlaku sesuka hati. Kehidupan malam ibarat candu memabukkan yang selalu melekat dalam setiap inci kehidupan pria itu, termasuk salah satunya menghabiskan uang demi bermain wanita. Bahkan tak segan merogoh kocek besar demi memikat wanita yang menjadi incarannya. Seakan sandang Harta, tahta, dan wanita memang pantas digelarkan padanya.
Namun hal yang paling Rezvan benci dalam hidup adalah bermain dengan perasaan
Untuk itu ia tak pernah bersungguh-sungguh dalam menjalin hubungan dengan banyak wanita. Baginya, wanita hanyalah sosok pemuas nafsu semata yang cukup sekali pakai, lalu buang. Andai masih suka, mungkin hanya sekadar ia jadikan ajang Having Fun semata. Hidup bagi pria itu hanya sebatas bekerja keras, mendapat uang, lalu menghabiskannya demi mereguk kebahagiaan terbaik menurut jalan pikirannya sendiri walau dengan jalan maksiat sekalipun.
Bergegas pria yang mengenakan kaus putih berlengan panjang itu pun menuju garasi, lalu mengeluarkan mobil sport merah yang biasa dikenakannya di luar jam kerja.
Tampak berjajar rapi di dalam garasi 6 buah mobil dan beberapa motor besar dengan merek terkenal mulai dari buatan Asia sampai kelas Eropa yang ia koleksi. Setiap mobil memiliki makna sendiri di setiap waktunya. Tentunya, pria itu dengan teliti mengkhususkan mana mobil yang dibawa untuk bekerja dan mana yang harus dipergunakan untuk menikmati gemerlap dunia malam. Semua dilakukan hanya demi menutupi identitas. Pantang baginya benda-benda itu sampai tertukar.
Setelah sekian menit berkeliling, pria itu kini mampir ke sebuah toko di mana terbiasa menjadi tempat berlangganan membeli ponsel.
Usai menentukan ponsel yang diinginkan, bergegas ia memasukkan kartu perdana dari ponselnya lama. Beberapa notif pun bermunculan tertera di layar.
Kembali ia melajukan kendaraan. Lalu, memutuskan untuk mampir ke sebuah restaurant elit yang terdapat di sudut kota. "Sepertinya wanita itu belum makan," gumamnya.
"Arrghhh! Kenapa aku harus peduli?!" Namun walau mengeluh, pria itu tetap memaksa turun, lalu membeli dua paket kotak makan malam. Pikirnya ia akan memakan bersama dengan wanita itu sebelum melancarkan aksi. "Masih satu jam lagi sebelum kawan-kawan datang."
***Athikah_Bauzier***
Zeeta mencari cara agar dapat keluar dari rumah ini. Dibukanya jendela kamar. Namun, ia lupa jika berada di lantai dua. Wanita itu pun mengurungkan niat.
"Ya Allah! Apa yang harus aku lakukan?"
Terdengar suara derap langkah dari luar kamar. Disertai bahak tawa yang menggema. Zeeta bergegas mundur beberapa langkah, menjauh dari pintu. Ia begitu merasa takut jika pria yang bisa diperkirakan berjumlah lebih dari satu orang itu akan memasuki kamar ini.
Suara tombol digital terdengar dari luar kamar. Berbeda dengan kamar yang ia masuki saat hendak mengganti pakaian tadi, pintu kamar ini didesign menggunakan Digital Door Lock. Memerlukan pin untuk membukanya.
Napas Zeeta tertahan. Ia mengedarkan pandangan pada sekitar. Di sebelah kiri terdapat sebuah pintu. Bisa dipastikan itu adalah kamar mandi. Bergegas ia berlari memasuki ruangan tersebut.
Setelah berada di dalam kamar mandi, kembali wanita itu bingung harus berbuat apa. Tak ada tempat untuk bersembunyi di dalam sana. Namun terdapat bathub dengan pembatas tabir. Bergegas ia memasuki bathtub tersebut, lalu menarik tabir sehingga dapat menutupi dirinya.
Suara ingar bingar di luar kamar mandi terdengar. Bisa dipastikan para pria itu sudah memasuki kamar kali ini.Tak berselang lama, gagang pintu kamar mandi berputar. Sepertinya seseorang hendak masuk. Namun, jantung Zeeta nyaris terhenti. Rasa panik berlebih membuatnya terlupa untuk mengunci pintu kamar mandi.
Zeeta merapatkan rengkuhan pada kedua kaki. Berharap terselamatkan oleh keadaan. "Ya Allah! Tolong aku," lirihnya kemudian.
Salah seorang pria tengah memasuki kamar mandi, terlihat membuang hajat kecil pada toilet duduk. Tubuh Zeeta bergetar, tampak shock, lalu memalingkan muka serta merapatkan kedua mata. Berharap tak melihat semua, dan pria itu pun tak menyadari keberadaan dirinya.
Namun, Zeeta keliru. Tabir agak menerawang, sehingga pria yang baru saja menarik resliting ke atas itu menyadari keberadaannya.
Pria itu pun mendekat, lalu dengan cepat membuka tabir yang menutup bathub. Ia terperangah mendapati seorang wanita berjilbab tengah meringkuk di dalam bathub.
Menyadari bahaya yang akan dihadapi, sontak, Zeeta pun memekik, "Aahhh ...."Namun dengan cepat pria itu menutup mulut Zeeta. "Jangan berteriak! Atau mereka semua akan mendengar!" tekannya."Akan kubuka, tapi jangan berteriak! Aku tidak akan menyakitimu. Mengerti?!" tukas pria itu lagi.Zeeta pun hanya mengangguk seraya terisak pelan."Siapa kau?" tanya pria itu."Tu–an! Se–selamatkan saya, Tuan! Sa–saya tidak mau berada di sini. Sa–saya takut!" Buliran bening kian menderas dari kedua benik mata Zeeta."Sssttt!" suruh pria itu lagi seraya menoleh ke arah pintu. Ia pun bangkit, lalu mengunci pintu kamar mandi dari dalam.Melihat pria itu mengunci pintu kamar mandi, Zeeta membelalakkan mata. Semakin dirapatkan rengkuhan pada kedua lututnya."Ja–jangan, Tuan! Sa–saya wanita baik-baik," Wanita itu sema
**Athikah_Bauzier***Zeeta membeliakkan mata menatap ketiga pria yang menyorot tubuhnya tanpa ampun. Semakin direkatkan rengkuhan pada kedua lututnya."Hai, cantik! Siapa namamu? Jangan takut. Kami akan memperlakukanmu dengan lembut." Salah seorang pria mengenakan kaus biru terpana menatap Zeeta yang semakin meringkuk."Ma–maafkan saya, Tuan. Sa–saya mau pulang.""Menyingkir kalian berdua! Wajah mesum kalian membuatnya takut!" Pria bersweater putih mendorong tubuh kedua rekannya seraya menyeringai. Lalu, mengulurkan tangan pada wanita di hadapannya. "Kemarilah, Cantik! Aku akan mengantarmu pulang," ucapnya terdengar lembut saat menyorot Zeeta.Zeeta hanya menggeleng."Tidak perlu takut. Baiklah! Aku tidak akan menyentuhmu. Kau bisa keluar sendiri," lanjut pria itu lagi.Zeeta pun mengangguk."Ayo, keluarlah," tandas pria
Seketika, tangan Zeeta menarik diri dari lengan Erga. Kembali ia semakin merekatkan selimut yang membalut tubuhnya."Sekarang kau mulai percaya dengan ucapanku juga, heh? Hah! Dasar polos sekali wanita ini! Rasanya ingin aku ... arrghhh!" cecar Rezvan."Sudahlah, jangan dengarkan dia!" ujar Erga menatap Zeeta yang masih meringkuk di balik selimut.Erga Alterio Savian. Pria tampan bermata sendu ini adalah sepupu dari Rezvan Malven Oxley. Ia juga merupakan CEO dari perusahaan ternama SAVIAN yang juga sama bergerak dalam bidang property. Sikap lembut dan bijak dalam menghadapi sesuatu membuatnya banyak disukai bawahan maupun relasi bisnis. Namun, tak jauh beda dari kehidupan Rezvan—demi menghilangkan penat usai beraktivitas—kehidupan dunia malam juga menjadi candu baginya.Kepolosan Zeeta tak mampu membedakan mana pria yang benar-benar tulus dan mana yang hanya modus. Ia hanya mampu menilai dari a
"Amhh ... itu .... " Erga menghentikan ucapan lalu menatap Rezvan. "Kalau begitu saya siap-siap dulu, Tuan." Zeeta pun membawa tas di tangan lalu bangkit hendak mengganti pakaian. "Iya, benar begitu! Tidak usahlah berterimakasih. Aku sudah biasa." Rezvan menyulut rokok di tangan. "Te–terima kasih, Tuan, atas pakaiannya," ucap Zeeta pada Rezvan, lalu kembali menundukkan pandangan. "Telat!" sahut Rezvan. "Ini ganti di mana, Tuan?" tanya Zeeta. "Ganti di depan kami berdua saja!" seloroh Rezvan. "Kau ini!" Ia pun menggeleng. "Ti–tidak bisa begitu, Tuan." Kedua bola mata Zeeta membulat sempurna. "Argghhh! Kamar ataslah!" Rezvan tampak meradang. "Apa aku saja ya
"Kau." "Iya, Tuan?" Zeeta menundukkan pandangan. "Untuk mengganti semua uangku yang hilang, kau harus melayaniku sampai batas waktu yang kutentukan," ucap Rezvan. "Me–melayani?" Wajah Zeeta tampak memucat. "Me–melayani bagaimana, Tuan? Sa–saya tidak mau melayani Tuan di tempat tidur. Kita bukan mahram, Tuan. Itu dosa." "Aarrgghhh! Ceramah lagi! Simpan saja ceramahmu!" Rezvan menggeleng seraya berkacak pinggang. "Ma–maaf!" "Kau punya keahlian apa?" "Saya bisa masak, mencuci, menyapu, dan melakukan apa pun di rumah ini untuk Tuan. Ta–tapi ... jangan suruh saya melayani Tuan di tempat tidur. Saya tidak mau, Tuan," tutur Zeeta tanpa basa-basi. "Melayani di tempat tidur saja tidak bisa.
"Baik, Tuan. Anda ke mari untuk mencari Tuan Rezvan, kah? Sayangnya Tuan Rezvan belum pulang ini." "Aku datang untuk menemuimu." "Sa–saya ...?" Zeeta menyentuh tepat pada bagian dada. "Yup! Boleh aku masuk?" "Ta–tapi ... sebelum saya mendapat izin dari Tuan Rezvan, saya tidak bisa membiarkan tamu pria masuk, Tuan." "Kau jangan lupa, kami sudah terbiasa menghabiskan waktu di sini bersama," tukas Erga. "Oh, iya ... tapi .... " "Kau ini berbicara seakan nyonya dari pemilik rumah," canda Erga kemudian. "Bukan begitu ...." Erga pun melangkah masuk. "Hemh ... aku mencium aroma masakan. Apa kau sedang memasak?"
***Athikah_Bauzier*** Semenjak kehadiran Zeeta di rumah Rezvan, tak seperti biasanya Erga menjadi lebih sering mengunjungi rumah Rezvan. Tak ayal, kedatangan Erga membuat Zeeta merasa aman. Terlebih lagi kedatangan pria itu dapat mengontrol sikap Rezvan yang seringkalinya membuat Zeeta kehabisan kata-kata dan mengurut dada. "Malam ini kau di kamar saja," perintah Rezvan. "Kawan-kawanku akan datang." "Tuan Erga juga datangkah, Tuan?" "Hei ... ada apa kau ini? Berlebihan sekali!" "Ti–tidak apa-apa, Tuan." "Jangan bermain hati, kalau tak mau terluka. Aku tidak mau tanggung jawab kalau kau bunuh diri karena patah hati," ucap Rezvan lagi. "Maksud Tuan apa?" "Ar
"Van .... " Erga berjalan cepat, mendekat pada Rezvan, mengangkat tangan lalu hendak melayangkan kepalan tangan tepat pada wajah Rezvan."Jangan, Tuan! Saya mohon jangan berkelahi! Jangan, Tuan Erga!" Zeeta berhasil melepaskan diri dari cengkeraman tangan Rezvan, lalu mendorong tubuh Erga tepat pada bagian dada. "Jangan, Tuan!" isaknya kemudian."Zeeta! Masuk ke kamarmu!" sentak Rezvan lagi."Tu–Tuan ... saya mohon Anda berdua jangan berkelahi!" Tangisan Zeeta semakin berderai. Ia menatap Rezvan seraya meremas kedua tangan tepat di depan dada."Masuk ke kamarmu!" Rezvan semakin geram.Tanpa dapat mengucapkan patahan kata, dengan tubuh bergetar, Zeeta pun berlari ke dalam."Ga, kali ini kau berurusan denganku! Jadi ... jaga sikapmu!" Rezvan menunjuk Erga, lalu berlalu mengikuti langkah Zeeta.***Athikah_Bauzier***Sesaat setelah Zeeta memasuki kamar dan hendak menutup p