LOGINSatu malam. Itu saja yang dibutuhkan untuk menghancurkan seluruh hidup Celline Anderson. Jayden Carter—pewaris Carter Group—sudah memiliki tunangan yang sempurna di mata semua orang. Tapi di balik pintu tertutup, ia menginginkan Celline. Malam panas, pelukan rahasia, dan janji-janji manis yang tak pernah Celline tahu… hanyalah kebohongan. Saat akhirnya menyadari dirinya hanyalah “wanita lain” dalam hidup Jayden, segalanya sudah terlambat. Celline hamil. Dengan hati hancur, Celline pergi ke negeri asing, membesarkan bayi kembar seorang diri. Ia bertahan dengan air mata, kerja keras, dan keberanian yang bahkan tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Lima tahun kemudian, takdir mempertemukan mereka lagi. Jayden terkejut melihat bocah kembar dengan mata persis dirinya. Kali ini, ia tak akan membiarkan Celline kabur untuk kedua kalinya. Tapi apa jadinya jika cinta yang dulunya membawa luka kembali tumbuh? Apakah Celline mampu membuka hatinya lagi untuk pria yang pernah menghancurkannya? Atau justru rahasia masa lalu akan meruntuhkan segalanya—termasuk masa depan kedua buah hati mereka? Satu rahasia. Dua hati yang patah. Dua nyawa kecil yang dipertaruhkan. Cinta ini terlarang… tapi bisakah mereka menolak takdir?
View More“Jay..” suara Celline lirih, nyaris tenggelam dalam desahan.
Jayden tidak menjawab, hanya menarik pinggang Celline lebih erat. Sentuhan itu membuatnya sekali lagi kehilangan kendali. Waktu seakan berhenti ketika mereka hanyut dalam hasrat yang tak pernah berhasil mereka redam.
Beberapa menit kemudian, keheningan menyelimuti ruangan. Hanya getaran ponsel yang mengalun di sana. Jayden meraih ponselnya yang bergetar di atas nakas. Wajahnya langsung berubah. Nama “Bella” terpampang jelas di layar.
Jayden menghela napas berat. “Aku harus pergi.”
Celline meraih lengannya, matanya berkaca-kaca. “Jangan sekarang. Tinggalah sedikit lebih lama, Jay.”
Jayden menepis pelan tangan itu. “Bella mencariku. Kau tahu aku tidak bisa menolak.”
“Sebenarnya aku ini apa untukmu?” suara Celline pecah. “Kalau aku benar-benar berarti, kenapa kau selalu pergi setiap kali dia memanggilmu?”
Jayden menunduk, tidak berani menatap matanya. “Kau tahu jawabannya. Aku sudah terikat.”
Celline menggigit bibir, mencoba menahan tangis. “Tapi aku juga sudah terlalu jauh jatuh bersamamu”
Tanpa menunggu lebih lama, Jayden bangkit, mengenakan pakaiannya dengan cepat. Aroma parfumnya masih tertinggal di udara ketika ia membuka pintu.
“Jayden!” seru Celline, namun pintu sudah tertutup. Yang tersisa hanya hening.
Celline duduk di tepi ranjang, memeluk lututnya. Dadanya terasa sesak. Kalau saja ia tidak begitu mencintai Jayden, mungkin ia tidak akan menderita separah ini.
“Andai aku punya sosok ayah…” gumamnya pelan. “Mungkin aku tidak akan sebodoh ini. tidak akan segampang itu menerima cinta semu dari seorang pria.”
Kenangan dua tahun lalu perlahan menyeruak ke benaknya.
Saat itu Celline bertemu Jayden Carter di sebuah acara amal kampus—pertemuan singkat yang berubah jadi hubungan terlarang penuh rayuan manis. Tanpa ia sadari, Jayden sudah bertunangan dengan wanita lain, sementara Celline makin larut dalam pesona dan pelukan pria itu. Hingga suatu hari, kenyataan pahit terbuka—Jayden ternyata sudah bertunangan dengan wanita lain. Dunia Celline runtuh. Ia mencoba berkali-kali mengakhiri hubungan terlarang itu, namun setiap kali ia ingin pergi, Jayden selalu tahu cara membujuknya kembali. Pertengkaran yang seharusnya menjadi akhir, justru berkali-kali berubah menjadi malam panas penuh pelukan dan ciuman. Dan sejak itu, Celline terjebak semakin dalam, antara logika yang ingin bebas dan hati yang tak sanggup melepaskan.
Kini, di kamar yang sepi, Celline menggenggam selimut erat-erat.
Air matanya jatuh, menyatu dengan kusutnya seprai, saksi bisu cintanya yang terlarang.
Keesokan harinya semua berjalan seperti biasa. Jam dinding kantor menunjuk pukul sebelas siang. Celline masih duduk di balik meja kerjanya, menatap layar komputer yang sudah buram di mata. Kelopak matanya berat, perutnya terasa mual, dan kepalanya berdenyut.
“Cell, kamu tidak apa-apa?” suara Rachel, sahabat sekaligus rekan kerjanya, terdengar khawatir.
Celline buru-buru menegakkan tubuh. “Aku baik-baik aja. Hanya kelelahan, mungkin.”
Rachel mengernyit. “Dari tadi pagi wajahmu pucat. Bagaimana jika pulang lebih awal saja?”
“Tidak, aku tahan. Lagi pula pekerjaanku masih menumpuk.” Celline memaksakan senyum.
Tapi sampai sore, rasa tak enak badan itu semakin parah. Begitu jam kerja selesai, Celline langsung bergegas keluar kantor, menolak ajakan Rachel untuk makan malam bareng. Ia hanya butuh satu hal: kepastian.
Klinik kecil di ujung jalan sepi malam itu. Celline duduk di kursi tunggu dengan tangan yang terus bergerak gelisah. Dokter yang memeriksanya menatap hasil test pack dengan ekspresi serius.
“Selamat, Miss Celline,” kata dokter dengan suara tenang. “Anda positif hamil. Usia kandungan sekitar lima minggu.”
Seolah seluruh udara di ruangan itu lenyap. Celline membeku, jari-jarinya mencengkeram tasnya erat. “H-hamil?” suaranya nyaris tak terdengar.
Dokter mengangguk. “Iya. Kalau ada keluhan, segera kontrol lagi. Saya tulis resep vitamin ya.”
Celline hanya mengangguk kaku, keluar dari ruang pemeriksaan dengan langkah yang berat.
Di luar klinik, ia duduk di kursi kayu di pinggir trotoar. Malam semakin larut, lampu jalan berpendar redup, dan lalu-lalang mobil seakan jadi latar dari kekalutannya.
Ponselnya sudah ada di tangan sejak tadi. Jempolnya berulang kali membuka kontak Jayden.
“Harusnya aku bilang… dia ayah dari anak ini,” bisiknya pada diri sendiri.
Tapi suara lain di dalam hati langsung memotong: Apa gunanya? Hubungan kalian aja udah salah sejak awal. Dia tunangan orang. Dan sekarang… kamu hamil.
Celline menghela napas panjang. Matanya memanas. “Kenapa semua harus serumit ini?”
Ia memutuskan untuk pulang. Tapi langkahnya terhenti saat melewati sebuah restoran mewah. Dari jendela kaca, matanya menangkap sosok yang begitu ia kenal. Jayden. Duduk berhadapan dengan Bella.
Mereka tampak tertawa, wajah Jayden bersinar dengan ekspresi bahagia yang tak pernah ia lihat ketika bersamanya. Tangannya meraih jemari Bella seakan dunia hanya milik mereka berdua.
Celline tercekat. Dadanya terasa sesak. “Sampai kapan aku harus hidup seperti ini? Jadi bayangan, jadi orang ketiga yang tidak punya hak apapun.”
Ia memegangi perutnya yang masih rata. “Sekarang ada kehidupan lain di dalam sini, tapi aku bahkan tidak berani minta pertanggungjawaban. Status sosial kita berbeda jauh. Dan dia… dia tunangan Wanita lain. Ironisnya. Aku sudah terjebak terlalu dalam”
Air matanya jatuh tanpa bisa dibendung. Celline berbalik cepat, takut Jayden atau Bella melihatnya, lalu berlari menjauh dari tempat itu.
Di apartemennya, Celline duduk meringkuk di tepi ranjang. Lampu kamar tak ia nyalakan, hanya cahaya lampu jalan yang masuk dari balik tirai. Pikirannya dipenuhi kemungkinan-kemungkinan buruk.
“Kalau aku lahirin anak ini apa yang akan orang bilang? Bagaimana kalau Bella tahu? Bagaimana kalau media tahu? Bagaimana orang-orang akan menghakimiku?” Ia menutup wajah dengan kedua tangan.
Di sela tangisnya, ia teringat ucapan team leader-nya beberapa minggu lalu.
“Cell, kamu punya potensi. Aku udah rekomendasiin namamu ke perusahaan induk di Milan. Mereka butuh staf administrasi yang disiplin dan cepat tanggap kayak kamu. Kalau mau, kamu bisa pindah ke sana dalam beberapa bulan ke depan.”
Saat itu Celline hanya menunda jawaban. Tapi kini, dalam keterpurukannya, kata-kata itu terasa seperti jalan keluar.
Tangannya meraih ponsel. Dengan sisa keberanian yang ia punya, ia mengetik nomor team leader-nya.
“Hallo, Celline?” suara di seberang terdengar ramah.
“Mr. Johnson, tentang tawaran kemarin… saya terima. Saya siap dipindahkan.”
Ada jeda sejenak sebelum suara itu menjawab, “Baik. Aku akan urus semua prosesnya.”
Warning! Harap bijak ya. Matahari Maldives sudah terbenam ketika Celline akhirnya melewati pintu kamar hotel mewah mereka, tubuhnya lemas setelah perjalanan panjang dari Washington. Koper-koper masih berantakan di lantai, tapi dia tak punya tenaga lagi untuk mengurusnya. Yang dia inginkan hanyalah mandi air panas dan tidur—setidaknya, begitu pikirannya sebelum pintu kamar terbuka dengan keras, diikuti oleh langkah kaki Jayden yang penuh keyakinan.Jayden masuk seperti badai, matanya langsung membara saat melihat Celline berdiri di tengah ruangan, kemeja tidur sutra tipisnya menempel pada kulit yang masih berkeringat. Dia tak memberi kesempatan untuk bernapas. Dalam sekejap, tangannya sudah mengait pinggang Celline, menariknya ke tubuhnya yang keras dan panas."Sudah lama aku menunggu ini," suaranya serak, bibirnya langsung menempel di leher Celline, giginya menggigit kulit sensitif di sana sampai wanita itu mengerang.Celline mencoba melawan, tapi tubuhnya berkhianat. Kelelahan seket
Seminggu berlalu sejak malam penuh haru di taman Mansion keluarga Carter. Hari itu, matahari bersinar cerah seolah ikut merayakan kebahagiaan yang akhirnya datang setelah sekian lama ditunggu. Hari di mana Jayden Carter dan Celline Anderson resmi disatukan dalam ikatan suci pernikahan.Pernikahan diadakan di ballroom mewah milik keluarga Carter — tempat yang elegan, penuh bunga putih dan sentuhan keemasan. Dari chandelier megah yang bergemerlap hingga untaian bunga mawar yang menggantung lembut di setiap sudut ruangan, semua tampak sempurna.Awalnya, Celline sempat ingin pernikahan yang sederhana — hanya keluarga dan sahabat dekat. Tapi Melanie, yang kini sepenuhnya menerima dan mencintai menantunya itu, menolak dengan tegas. “Tidak, Sayang,” katanya lembut tapi tegas saat membahas rencana pernikahan. “Kau sudah terlalu lama menanggung kesedihan. Sekarang saatnya dunia melihat kebahagiaanmu.”Dan kini, di tengah dekorasi yang megah dan tamu undangan yang memenuhi ruangan, Celline ben
Setelah kepergian keluarga Thompson. Malam harinya, ruang makan besar di Carter Mansion tampak hangat. Aroma daging panggang dan sup krim memenuhi udara, berpadu dengan tawa lembut yang menggema di antara keluarga besar itu. Di ujung meja, Dominic duduk dengan wajah tenang namun penuh makna, sesekali menatap anak bungsunya yang tampak jauh lebih rileks daripada sebelumnya.Tidak ada lagi bayangan amarah, tidak ada lagi ketegangan antara mereka. Untuk pertama kalinya, keluarga Carter benar-benar berkumpul tanpa ada rasa curiga, luka, atau jarak.Scarlett yang duduk di samping Damien melirik ke arah adiknya dan tersenyum menggoda. “Jadi, Jay,” ujarnya sambil memainkan garpu di tangan. “Kau tidak berencana memperbaiki semuanya dengan... pernikahan?”Pertanyaan itu disambut dengan gumaman kecil dari semua yang hadir. Celline, yang duduk di sisi kanan Jayden, refleks menegakkan tubuh. Pipinya langsung merona, sementara tangannya berusaha tetap diam di atas meja.Jayden menoleh padanya, bib
Suasana di Bandara Internasional Washington sore itu terasa menegangkan.Seorang pria paruh baya berjas hitam berjalan cepat bersama istrinya yang elegan namun berwajah muram. Di belakang mereka, Bella berjalan tertunduk, berkacamata hitam besar untuk menutupi wajahnya yang bengkak karena menangis.Mereka adalah Richard Thompson dan Veronica Thompson, pasangan terpandang dari Amsterdam, dikenal sebagai keluarga bisnis parfum dan fashion kelas atas di Eropa. Kini, keduanya menatap tajam ke arah depan — membawa kemarahan besar yang tak bisa disembunyikan.“Putriku dipermalukan di seluruh dunia,” ujar Richard dengan suara berat, menahan amarahnya. “Dan kalian hanya duduk diam menontonnya?”Bella menelan ludah, menggenggam tas tangannya erat. “Daddy, aku sudah bilang, semua ini gara-gara perempuan bernama Celline. Dia menyebarkan fitnah itu untuk membalas aku. Mereka ingin menghancurkan aku hanya karena aku dulu menikahi Jayden.”Veronica menatap putrinya iba. “Sayang, tenangkan dirimu du
Beberapa hari setelah rumor pertama pecah, badai besar mulai melanda dunia hiburan dan fashion internasional. Nama Bella Thompson mendominasi seluruh pemberitaan — namun kali ini bukan karena prestasi, melainkan karena skandal.Foto-foto dirinya bersama beberapa pria mulai tersebar luas. Salah satunya dengan seorang aktor Hollywood yang dikenal playboy, dan satu lagi dengan seorang pengusaha kaya berusia hampir dua kali lipat usianya.Judul berita di berbagai media online terus bermunculan:“Bella Thompson Tertangkap Kamera dengan Pengusaha Ternama di Monaco.”“Aktor Hollywood A Mengaku Pernah Dekat dengan Bella Saat Ia Masih Menikah.”“Model Internasional Itu Hidup dalam Kebohongan Selama Bertahun-tahun?”Dalam waktu singkat, citra sempurna Bella runtuh. Akun media sosialnya yang dulu dipenuhi komentar pujian kini berubah menjadi ladang hujatan.“Kau ternyata bukan sepolos yang kami kira.”“Kasihan Jayden, sekarang semua orang tahu siapa yang sebenarnya menghancurkan pernikahan itu.”
Hari-hari berlalu cepat. Akhir pekan yang penuh tawa bersama keluarga kini hanya menjadi kenangan hangat di benak Celline dan Jayden. Pagi itu, suasana kantor Carter Global Group kembali dipenuhi kesibukan. Lobi utama ramai oleh karyawan yang berlalu-lalang, sementara lantai teratas — tempat kantor pribadi Jayden berada — terasa lebih tenang dan tegas seperti biasanya.Jayden duduk di balik meja kerjanya yang besar, jas hitamnya terpasang rapi, wajahnya memancarkan ketenangan yang berbahaya. Tangannya mengetuk ringan permukaan meja, menunggu seseorang. Tak lama kemudian, pintu diketuk dua kali.“Masuk,” ucapnya singkat.Leon melangkah masuk dengan ekspresi serius. Di tangannya ada map hitam tebal. Ia menaruhnya di atas meja tanpa banyak bicara. “Ini semua data yang berhasil saya kumpulkan selama seminggu terakhir,” katanya tenang. “Tentang Bella Thompson.”Jayden menatap map itu beberapa detik sebelum membukanya. Selembar demi selembar foto dan dokumen ia periksa, wajahnya tetap tanp












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments