Pemandangan di Alam Tumaya benar-benar berubah setelah aku terbangun. Tidak ada lagi jembatan yang mengambang di udara, istana-istana dan bangunan-bangunan yang menjulang di atas awan. Semuanya telah runtuh. Berbagai bangunan di atas daratan Tumaya tumpang tindih, bahkan hunian para siluman ikut hancur tertimbun istana para Lensana dan Jin Hal yang runtuh. Kondisi Alam Tumaya berubah menjadi sangat menyedihkan dalam waktu yang singkat.Aku yang tenggelam dalam pikiranku tanpa sadar telah tiba di perbatasan yang menjadi gerbang keluar menuju ke laut. Aku mendarat di atas gerbang. Dan pemandangan asing yang terjadi benar-benar tidak pernah kubayangkan. Para Ksatria Tumaya sibuk mempertahankan Tumaya dari serangan Bangsa Nus."Serang! Jangan biarkan mereka kembali lolos!" seru Nero yang mengenakan helm dan Zirah perangnya, ia tengah memimpin pasukan siluman alam Tumaya melawan siluman laut yang menyerang.Beberapa ratus meter dari bibir pantai di tengah laut, para Lensana sibuk menghadap
Dengan kecepatan tinggi, aku terbang dan melesat menuju siluman pencuri permata seribu di tengah laut. Tepat saat siluman itu memukul Harda, aku tiba di hadapannya sambil mendaratkan pukulanku di dadanya."Aaakh!" siluman itu terempas sejauh ratusan meter.Tak ingin memberikan siluman itu peluang untuk bangkit dan menyerang, aku terjun ke arah hempasan sambil mengarahkan cakar tajamku. Hampir saja aku berhasil menghunus ya, tetapi siluman merah itu berkelit dengan sangat lincah."Lumayan tangguh," gumamku."Iyyaakkhh!" lengkauan suaranya ketika menyerangku sangat menyakiti telingaku.Cakar-cakarnya yang seperti sepuluh helai belati hampir merobek pinggangku, tetapi aku berhasil menghalaunya dengan cakarku."Aaakkhh!" kami sama-sama terjengkang setelah saling menyerang.Untuk beberapa saat, siluman merah itu terdiam di atas air sambil menatapku. Sementara aku yang masih mengepakkan sayap ngaku di atas air menatap permata seribu yang terselip di antara sisik-sisik merah di dada makhluk
"Tentakel raja Lacodra bukan hanya besar, tetapi juga memiliki kecepatan yang sulit diimbangi para Lensana," ucap Rostan yang menunggangi burung pelatuk di antara para Jin Hal."Apa yang bisa kita lakukan?" tanya Aresta.Rostan membuka baju zirahnya, kemudian memanggilku, "Nando, gunakanlah zirah ini untuk menyerang raja Lacodra."Aku terbang mendekati burung pelatuk Jin Hal Hijau itu, kemudian mendarat di pundak tunggangannya. "Baik, akan kukenakan baju zirah ini," ucapku sambil menerima baju Zirah itu."Kamu adalah harapan terakhir kami," ucap Harda."Alam Tumaya bergantung padamu, adikku," ucap Nero."Baik, aku akan berusaha," ucapku. Kemudian menatap baju zirah berwarna kuning keemasan yang berukir merak di tanganku. Saat mengenakan baju zirah itu, para Jin Hal menatapku sambil tersenyum dan berharap, kecuali Letra, tak sedikit pun ia mau menatapku. Bahkan ia seperti menghindari semua kata-kata pujian yang menyemangatiku. Tetapi aku tidak mau memusingkan hal itu, karena aku tidak
"Hanya anakmu satu-satunya harapan kita untuk merebut Permata Seribu, Ariuz," suara Lensana Merah telah terdengar sebelum aku membuka mata."Aku tidak ingin menyerahkan nyawa anakku, Artuz," Ayahku terdengar keberatan.Dan saat aku membuka mata, para Lensana yang berdiri mengelilingiku langsung mengalihkan perhatiannya padaku. Tapi mataku langsung tertuju pada Alora yang duduk memangkuku."Nando," ucapnya dengan senyum yang menawan."Alora, apakah kau baik-baik saja?" tanyaku yang masih ingat apa yang telah terjadi pada gadis itu sebelum bertarung dengan raja Lacodra dan pingsan."Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan pandangan yang sayu, bola matanya nampak lembab."Aku baik-baik saja," jawabku kemudian bangkit dari pangkuannya dengan sedikit sempoyongan, lalu bertanya, "Kenapa kau menangis?""Aku tidak menangis," ucap gadis itu sambil mengusap matanya, lalu berkata, "Kau telah menjadi pahlawan di negeri kita.""Itu benar," ucap Lensana Me
Aku menghindari serangan Letra dengan begitu cepat, dan itu membuat putra Lensana Merah itu semakin geram, "Kau semakin menyebalkan anak lemah!""Jangan memancingku, Letra!" ucapku yang telah bosan dikatakan lemah oleh Jin Hal merah itu."Hiyaahh!" serunya sambil melesat dan menukik ke arahku.Dengan sigap aku berhasil menghindar sambil melakukan tendangan memutar yang membuat Jin Hal merah itu terempas dan menabrak Langkan dermaga hingga Langkan itu patah."Aakh!" jeritnya dengan tubuh yang terguling-guling menuju sebuah pohon."Kau bukan tandinganku! Jadi, jangan coba-coba memaksaku melakukan lebih dari itu!" teriakku sambil menunjuk Letra dengan jantung yang berdebar karena menahan amarah."Aku akan melakukan apapun untuk mengalahkanmu anak manusia," ucap pemuda berjubah merah itu sambil bangkit dan menahan sakitnya. Kakinya nampak bergetar, sepertinya tendangan yang telah kulakukan terlalu keras dan tepat mengenai tulang pinggulnya."Kenapa kau senang sekali mengganggu Nando, apa
Setelah melewati beberapa bangunan dan jembatan yang telah runtuh, aku tiba di sebuah amfiteater yang dulu begitu luas dan bisa menampung ratusan ksatria Tumaya. Kini bangunan itu nampak telah hancur sebagian, dan sebagiannya lagi masih bisa digunakan sebagai tempat berkumpul oleh penghuni alam Tumaya.Zeon mendarat di arena bundar yang nampak berantakan dengan taman yang telah rusak. Begitu singa berbulu emas itu menunduk, aku turun dari punggungnya sambil menatap wajah para Lensana yang nampak telah menunggungku dan menyambutku dengan senyum yang ramah."Salam hormat dari saya, Ayah, Paman Lensana Hijau dan Paman Lensana Merah," ucapku sambil membungkuk."Selamat datang, keponakanku," ucap Lensana Merah."Terimakasih sudah mau kembali ke Alam Tumaya, Keponakanku. Seluruh Penghuni Tumaya sangat membutuhkanmu," ucap Lensana Merah."Sama-sama, Paman," ucapku sambil melangkah menaiki tangga amfiteater, lalu mendekati sebuah kursi kosong berbahan perak di antara para Lensana kemudian dudu
"Tentu saja jika tidak ada yang keberatan," jawabku dengan perasaan yang sangat yakin jika aku akan bisa menembus kembali dinding Julaga."Kami percaya, kamu bisa menembus dinding Julaga. Akan tetapi, kau akan berhadapan dengan seluruh penghuni Alam Qulbis, mengalahkan seluruh penghuni Alam Qulbis adalah satu kemustahilan," ucap Lensana Merah dengan wajah yang kurang bersemangat.Ayahku menambahkan, "Apalagi sekarang, raja Lacodra memiliki Permata Seribu yang membuatnya tidak bisa tersentuh oleh senjata apa pun."Melihat para Lensana begitu pesimis, aku bertanya, "Apakah tidak ada cara untuk mengalahkan raja Lacodra?"Semua Lensana terdiam, Lensana Merah nampak berpikir serius, mungkin dia tengah memikirkan solusi, begitu juga dengan Ayahku. Sementara angin sore yang terasa dingin di Tumaya menyentuh kulitku, dan itu membuat keheningan di antara kami begitu kentara.Setelah semuanya terdiam cukup lama, tiba-tiba Lensana Hijau bersuara, "Sebenarnya ada satu cara untuk menembus permata s
Sejak perbincangan di Amfiteater, Ayahku tidak pernah berbicara denganku. Hingga tiba pada hari ini aku akan berangkat menuju ke Gerbang Alam Langit."Kiyaaakkk!" suara berbagai satwa pun meramaikan acara pengantaran ku.Penghuni Alam Tumaya kecuali Letra berkumpul di gerbang Tumaya, mulai dari Jin penghuni Tumaya dari kalangan bawah hingga Jin penghuni Alam Tumaya dari kalangan atas. Dengan tatapan penuh harapan, semua mata rakyat Tumaya mengiring kepergianku.Berbagai siluman dengan bentuk yang beragam nampak sibuk berbisik-bisik, suara salah satu dari mereka sampai ke telingaku, "Putra Lensana Biru itu adalah satu-satunya harapan kita.""Bukankah itu adalah Jin Hal yang pernah dikalahkan oleh Taro di Arena Bundar, bagaimana bisa dia akan mengembalikan keseimbangan Alam Tumaya?" suara Siluman lain.Mereka terus berbisik-bisik hingga Lensana Hijau mendekatiku. Lensana Hijau mengeluarkan sebuah Permata Putih dari sakunya, kemudian menyerahkannya padaku sambil berkata, "Keponakanku, ini