Beberapa bulan kemudian, Qin Lang memutuskan untuk mengajak kedua anaknya berkunjung ke Kerajaan Ling. Li Yan, sepupu Wang Yin menikah dengan pangeran mahkota, Xiao Zixuan dan dia hendak membawa si kembar bertemu dengan bibi mereka.
Barangkali bisa memberikan sedikit informasi yang lebih soal Wang Yin.
Soalnya, kedua anak itu terus menanyakan banyak hal soal ibu mereka dan tidak pernah puas.
Selama mereka berangkat, Jenderal Wen Xiu ikut bersama mereka sedangkan Lin Wen berjaga di Kerajaan Yi dan terutama fokus menjaga Wang Yin yang tertidur dengan cantiknya.
"Bibi," sapa Qin Lian tanpa malu-malu begitu bertemu dengan Li Yan.
"A Lian, bagaimana kabarmu?" tanya Li Yan dengan lembut dan memeluknya dengan lembut.
"Aku tentu saja tidak baik, Bibi tidak pernah melihatku bagaimana aku bisa baik-baik saja," kata anak itu dengan wajah merengut yang disengaja.
"Manja," ketus Xiao Ling dengan ekspresi berbeda.
Anak itu usianya 7 tujuh, dia seorang pangeran tetapi sangat tidak elegen. Maksudnya, dia suka marah-marah dan berteriak atau mengucapkan kata-kata yang tidak manis.
Selain itu dia sering mengatakan kata yang berkebalikan dengan makna yang sebenarnya dia inginkan.
"Biar saja. Memangnya kenapa?" kata Qin Lian tidak suka diprotes seperti itu.
"A Yue, mari masuk. Bibi sudah menyiapkan ini untuk kalian. Ini adalah makanan kesukaan ibu kalian," kata Li Yan menyadari anak itu hanya diam dan karakternya sama dengan Qin Lang.
"Bibi, aku akan makan banyak. Boleh tidak?" rengek Qin Lian pada Ratu yang anggun dan lembut itu.
"Tentu saja boleh. Kau bisa makan sesukamu," jelas Li Yan.
Beberapa pelayan menyiapkan makanan dengan sopan dan tanpa suara.
Qin Yue dan Qin Lian mulai makan dengan lahap dan tenang, begitu pula Xiao Ling yang tidak mau kalah. Dia ikut makan.
"Enak," kata Qin Lian memuji masakan bibinya.
"Tentu saja enak, kau pikir apa memangnya?" dengus Xiao Ling dengan nada tinggi.
"Aku tidak bicara padamu, wleekkk!"
Qin Lian menjulurkan lidahnya pada Xiao Ling dan membuat anak itu memutar bola matanya.
"Dilarang berbicara saat makan," kata Qin Yue dengan nada suara tegas.
Qin Lian dan Xiao Ling mendadak terkejut dan menatap putri Qin Lang itu dengan tatapan aneh.
"Kau," kata Xiao Ling tak tahu harus berkata apa.
Dia kehabisan kata-kata setiap kali bertemu dengan sepupunya yang sangat patuh aturan dan kaku itu.
"Kakak, ayolah ini bukan di Yi. Bisakah jangan ucapkan peraturan demi peraturan yang membuatku merasa menjadi manusia paling buruk? Tahukah kau kalau ibu juga tidak suka dengan aturan yang kaku seperti jenggot kakek Qin Qiu itu."
Qin Lian membela dirinya dan dia ingin sekali kabur dari aturan-aturan kaku itu.
"Makanlah dengan tenang," ucap Qin Yue.
Dia sendiri sejak tadi makan dengan tenang dan sopan.
"Ck, kau seperti ayahmu. Kaku dan banyak aturan," kata Xiao Ling pada Qin Yue.
Gadis kecil itu menatapnya sekilas dengan ujung matanya dan hal itu membuat Xiao Ling bergidik ngeri seolah Qin Lang sedang menatapnya dengan tajam.
"Baiklah, baiklah, aku akan diam. Aku makan dengan tenang. Lihatlah kau luar biasa, bukan? Kau bisa mengatur aku di rumahku. Aku adalah pangeran di sini dan aku patuh padamu. Kuakui kau hebat!"
Xiao Ling mengacungkan dua jempolnya pada Qin Yue dan gadis itu tampak biasa aja. Maksudnya, tidak ada yang berubah dari ekspresi atau mimik wajahnya.
Sementara Li Yan hanya tersenyum melihat tingkah anak-anak itu yang menurutnya sangat lucu.
Qin Yue yang seperti Qin Lang, Qin Lian mirip Wang Yin sedangkan Xiao Ling sama seperti ayahnya dan Li Wanyin. Entah apa yang membuat anak itu tidak mirip dengannya sedikit pun.
Itu masih misteri ilahi.
"Bibi, ayo ceritakan soal ibuku," pinta Qin Lian setelah mereka selesai makan.
Qin Yue dengan sabar membersihkan mulut dan wajah Qin Lian yang ternoda makanan.
Diam-diam Xiao Ling memperhatikan hal itu dan mulai kagum padanya.
"Ternyata dia bisa perhatian dan lembut," gumamnya dalam hati.
"Baiklah, ibumu sangat periang. Sama sepertimu," jelas Li Yan memulai ceritanya.
Qin Lian tersenyum manis dan bangga.
"Ah, aku memang keturunan ibuku. Aku sangat bangga. Aih, aku merindukannya," ucap Qin Lian.
Jeritan itu bercampur senang dan sedih.
"Dia belum bangun juga?" celetuk Xiao Ling yang tahu kalau bibinya itu sakit dan belum bangun sejak melahirkan kedua anaknya.
"Belum, entah sampai kapan," kata Qin Lian mengeluh dan bersedih atas nasibnya.
"Mengapa kau bersedih? Bukankah kau ceria seperti ibumu? Seharusnya kau tetap seperti itu," kata Xiao Ling.
Dia merasa sedikit bersalah karena sudah asal bicara. Kini dia bisa melihat wajah sendu Qin Yue dan Qin Lian yang besar tanpa ibu.
"Kalian jangan begitu," kata Xiao Ling mulai menangis.
Dia merasa tidak sanggup melihat wajah kedua kakak dan adik itu.
"Mengapa Gege yang menangis?" tanya Qin Lian bingung dengan apa yang terjadi.
"Aku hanya merasa ikut sedih, apa itu tidak boleh?"
Xiao Ling terus menangis sampai ibunya juga ikut bingung.
"A Ling, jangan menangis nanti ibu juga ikut sedih," pintanya.
Xiao Ling mencoba menghentikan tangisannya dan beralih pada ibunya dan memeluknya.
"Aku tidak bisa membayangkan kehilanganmu. Aku pasti akan akan sangat kacau dan menyedihkan kalau hidup tanpa ibu," katanya sambil memeluk ibunya dengan sangat erat seolah dia takut kehilangannya.
Li Yan tersenyum. Di satu sisi dia senang, tetapi di lain sisi hal itu tampak sangat menyedihkan.
"Lap!"
Qin Yue memberikan Xiao Ling sapu tangannya karena tidak tega melihat pangeran itu menangis dengan bercucuran air mata.
"Terima kasih," ucapnya sambil mengambil satu tangan itu.
Sapu tangan biru muda yang dibordir dengan corak awan melayang. Sangat lembut dan wangi Peony.
"Seharusnya kami yang menangis, mengapa malah Gege yang menangis. Aku bahkan belum mendengar cerita tentang ibuku," keluh Qin Lian.
Xiao Ling merasa malu dan dia terdiam.
Setelah beberapa saat barulah dia berucap.
"Maafkan aku, aku hanya terbawa perasaan. Pasti tidak mudah menjadi kalian," ucapnya.
Qin Lian mengangguk tanpa ekspresi. Dia sudah kehilangan semangat untuk bertanya.
"Apa makanan kesukaan ibuku?" tanya Qin Yue mengawali pertanyaannya.
"Dia suka yang pedas, bercita rasa tinggi dan semua daging. Kalau kau mau aku bisa memberikan resepnya," jelas Li Yan dengan senang.
Qin Yue mengangguk tanda tidak menolak ide dan pemberian itu.
"Lalu, bagaimana dia biasanya dan apa yang sering dia lakukan?" tanya Qin Yue lagi.
"Dia suka bermain seperti laki-laki ketika masih kecil. Seperti berburu ayam, memanjat pohon. Oh iya, ibumu sangat takut dengan anjing," jelas Li Yan.
Perempuan itu menceritakan sedikit kisah masa kecil mereka yang lucu soal anjing dan Wang Yin yang sudah bagai musuh abadi selain Qin Qiu.
"Mengapa dia tidak takut monster tapi takut anjing? Itu aneh," tanya Qin Lian dengan kening agak mengeryit.
Dia kadang-kadang berpikir ibunya adalah manusia aneh. Dia bisa menyukai sesuatu dan takut pada hal sepele. Dia bisa menciptakan Jenderal Li Wen, tetapi takut pada anjing?
Itu aneh, bukan?
"Dulu, ketika kecil. Waktu ibumu hidup sendiri. Dia sering berebut makanan dengan anjing nakal di jalanan," kata Li Yan.
Qin Lian mendadak merasa sedih dan ingin menangis. Bagaimana bisa perempuan itu berebutan makanan dengan anjing jahat sementara dia baru saja makan dengan kenyang. Setiap hari mereka makan dengan kenyang dan enak.
"Me-mengapa bisa," lirih anak itu dengan suara parau.
"Itu kisah masa lalu. Bukan cerita yang indah."
Qin Yue mengangguk itu memang bukan kisah yang bagus.
"Baiklah, ceritakan kami kisah yang indah saja," kata Qin Lian akhirnya membuang rasa pedih yang menusuk hatinya.
"Hmm, ibumu sangat senang saat dia tahu dirinya hamil. Dia mengubah semua kebiasaan buruknya demi kalian. Dia bahkan makin senang ketika tahu kalau kalian kembar."
Li Li Yan memberikan beberapa cerita yang menarik dan kedua anak itu dengan senang mendengarnya.
Beberapa kisah sudah pernah mereka dengar dan beberapa belum.
Setelah lelah, mereka beristirahat dan akan diam dia sana selama tiga hari selama lima kerajaan melakukan koordinasi bersama.
Ini pertama kalinya Qin Lang keluar setelah lima tahun dan pertama kalinya menghadiri acara pertemuan, biasanya akan diwakilkan oleh Qin Qiu.
Orang-orang bertanya-tanya ada apa, apakah Wang Yin sudah bangun atau bagaimana.
Namun, dari sekian banyak pertanyaan tidak ada yang keluar dari mulut mereka, hanya dalam hati saja.
Mereka tidak ingin melukai perasaan Qin Lang.
"Kakak, kurasa kisah masa lalu sudah cukup," kata Qin Lian sambil duduk di kolam bunga teratai dengan kakinya tercelup dalam air itu.
"Mengapa?" tanya Qin Yue penasaran.
"Sampai kapan pun kita tidak akan mendapatkan kisah yang utuh dan manis. Kurasa masa lalu tidak bisa diulang, kita perlu menyiapkan masa depan. Aku akan berlatih dengan baik dan belajar agar bisa membangunkan ibu. Kita harus memiliki kisah indah bersamanya," jelas anak itu dengan mata berbinar-binar.
Qin Yue kagum pada pemikiran Qin Lian yang selalu cemerlang walau tingkahnya seringkali aneh.
"Baiklah," jawabnya sambil memeluk adiknya.
Bulan menjadi saksi janji dua saudara itu. Mereka akan menunggu ibunya dan membuat kisah bersamanya.
Bersambung ...
Raja dan Ratu kembali ke ruangan pribadi mereka. Kedua anaknya, pangeran dan putri tentu saja begitu lekat dengan ibu mereka.Sudah tujuh tahun dua anak itu hanya melihat ibu mereka yang tertidur. Tanpa suara dan gerakan.Hari ini, keduanya bisa menyaksikan bagaimana senyuman Wang Yin yang manis, hangat dan ada aura nakal dalam artian usil. Wajar saja Qin Lang tergila-gila padanya.Deretan gigi putih itu, bibir merah tanpa riasan, lalu bagaimana bisa wajahnya seputih dan secantik itu bahkan setelah tujuh tahun tertidur saja?"Mama, aku tidak menyangka kau memang begitu cantik," kata Qin Lian masih belum bisa melepaskan pandangannya dari ibunya."Apa setelah mendapatkan kebebasan memanggil mama sekarang kau bisa mengatakan kau, huh? Katakan padaku anak nakal ini anak siapa?" goda Wang Yin sambil menggelitik perut kecil anak itu.Qin Lian terguling-guling karena merasa geli. Hari ini mereka melupakan semua sopan santun dan segala formalitas."Itu geli, itu geli, ampun Yang Mulia," pinta
Empat ratus hari kemudian, Yi melaksanakan perayaan ulang tahun Yang Mulia Qin Lang dan kedua anaknya, Qin Yue dan Qin Lian yang hari ini genap berusia tujuh tahun.Hari ini jugalah peringatan ibu mereka mulai koma. Jadi bisa dikatakan, hari ini adalah hari bahagia dan sekaligus hari paling menyedihkan bagi Qin Lang.Kedua pangeran dan putri tampil dengan sangat cantik dan tampan. Qin Ming dan Xiao Jing juga turut hadir.Xiao Ling mewakili ayah dan ibunya berangkat bersama pamannya Xiao Xuan Yu.Qin Qiu senang sekaligus sedih. Begitu juga dengan keluarga kerajaan lainnya serta pejabat terdekat yang terpercaya.Tidak ada yang bahagia murni hari itu, kecuali Shu She. Dia senang karena akhirnya setelah tujuh tahun berlalu, mungkin tawarannya akan bisa diajukan kembali.Ini adalah kesempatan bagus baginya."Selamat, panjang umur untuk Yang Mulia," ucap semuanya seraya meneguk teh mereka.Qin Lang mengikuti acara perjamuan yang baginya lebih menyedihkan dari pemakaman itu."Ayah, selamat u
Enam bulan kemudian, Qin Lang mengadakan rapat kerajaan untuk mengatur segala urusan dalam dan luar kerajaan.Semua pejabat kerajaan wajib hadir pada kesempatan itu untuk melaporkan segala kebutuhan, hasil pekerjaan dan juga rekomendasi bagi keberlangsungan Yi.Dua jenderal, Jenderal Penghancur Jindan dan Jenderal Li Wen juga hadir secara bergantian, karena salah satu dari mereka harus menjaga Wang Yin.Qin Lang tidak mempercayai siapa pun setelah terjadi penyerangan pada Wang Yin di hari ulang tahunnya."Yang Mulia, kami melaporkan untuk urusan sosial semuanya lancar," kata pejabat sosial.Urusan makan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Kerajaan Yi sangat terjamin. Mereka memiliki sumber daya alam yang melimpah, terlebih mereka lebih menyukai sayuran dan hasil alam dibandingkan daging-dagingan.Qin Ming dan Xiao Jing selaku yang mengurusi segala urusan dalam dan luar negeri melaporkan pekerjaan mereka.Qin Ming adalah anak angkat Wang Yin sebelum dia jatuh koma. Dia dan Qin Lang
Sepulangnya dari Kerajaan Ling, Qin Lian dan Qin Yue berlatih dengan rajin. Meski mereka berbeda jenis kelamin, Qin Lang tidak membedakan pola dan cara aduh. Dia membebaskan masing-masing mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat dan minat.Mungkin, Yang Mulia memang sudah tertular dengan pemikiran Wang Yin yang mencintai kebebasan dan kemerdekaan."Qin Lian, ayo angkat pedangmu," kata Qin Yue sambil terus menyerang adiknya.Keduanya dilatih oleh ayah mereka dalam hal berpedang dan dua jenderal lainnya."Aku menyerah, aku menyerah," ucap Qin Lian sambil terus mengelak dengan gerakan cepat, tetapi tidak kuat dan kokoh."Angkat tanganmu, luruskan dan fokuskan pikiran!" kata Qin Lang yang mengawasi latihan kedua anaknya.Qin Lian melakukan seperti yang diperintahkan ayahnya dan sekalipun dia sudah berbuat demikian, dia tetap kalah dari kakaknya."Aku menyerah saja!" keluh Qin Lian sambil melempat pedangnya sembarangan."Sama aja dengan ibunya," gumam Qin Qiu mendekat dan bersiap untuk me
Beberapa bulan kemudian, Qin Lang memutuskan untuk mengajak kedua anaknya berkunjung ke Kerajaan Ling. Li Yan, sepupu Wang Yin menikah dengan pangeran mahkota, Xiao Zixuan dan dia hendak membawa si kembar bertemu dengan bibi mereka.Barangkali bisa memberikan sedikit informasi yang lebih soal Wang Yin.Soalnya, kedua anak itu terus menanyakan banyak hal soal ibu mereka dan tidak pernah puas.Selama mereka berangkat, Jenderal Wen Xiu ikut bersama mereka sedangkan Lin Wen berjaga di Kerajaan Yi dan terutama fokus menjaga Wang Yin yang tertidur dengan cantiknya."Bibi," sapa Qin Lian tanpa malu-malu begitu bertemu dengan Li Yan."A Lian, bagaimana kabarmu?" tanya Li Yan dengan lembut dan memeluknya dengan lembut."Aku tentu saja tidak baik, Bibi tidak pernah melihatku bagaimana aku bisa baik-baik saja," kata anak itu dengan wajah merengut yang disengaja."Manja," ketus Xiao Ling dengan ekspresi berbeda.Anak itu usianya 7 tujuh, dia seorang pangeran tetapi sangat tidak elegen. Maksudnya,
Setelah lelah membaca cerita yang dituliskan oleh Qin Lang, Qin Lian merasa mengantuk dan tertidur dengan kepalanya di atas buku tebal itu."Qin Lian apa yang kau lakukan?" Qin Yue terkejut mendapati adiknya malah mengiler di atas buku kesayangan ayah mereka itu."Kenapa? Aku kenapa?" tanya anak itu dengan matanya setengah tertutup.Anak lelaki yang satu ini memang agak berbeda. Meski dia pangeran, sikapnya tidak jauh berbeda dengan ibunya yang terkesan santai dan tidak terlalu memikirkan banyak aturan."Bersihkan," perintah Qin Yue pada pangeran blangsakan itu memberikan sapu tangan dan dia sendiri membereskan buku yang agak basah itu."Aku hanya mengantuk," protes anak itu masih malas membuka matanya."Tidurlah kalau mengantuk, mengapa kau malah tidur di sini. Kalau buku itu rusak kita akan menambah duka cita di hati ayah," jelas Qin Yue dengan sabar dan tabah.Seperti Qin Lang yang selalu sabar pada Wang Yin---menghadapi segala tingkahnya, begitu pula Qin Yue pada adiknya yang satu