Share

Tidur di Sini

  Hari ini tidak ada agenda Xavier makan siang di rumah seperti kemarin, bahkan menurut jadwal yang sekretaris Derryl sampaikan, Xavier akan kembali setelah makan malam. Sekitar pukul sepuluh malam.

  Dengan santai, Ananditha melakukan aktivitas membersihkan kamar Xavier, tanpa merubah tata letak barang-barang yang ada di sana. Hanya sekedar menjauhkan debu dan merapikan. Tanpa membuang selembarpun kertas yang ada di sana. Begitu pesannya.

  Sambil sesekali mengambil foto dengan beraneka gaya di beberapa sudut kamar Xavier. Ananditha begitu polos, tanpa menyadari CCTV yang terpasang di dalam kamar tersebut.

  Ananditha bersenandung dan menari gembira, gadis belia yang pada dasarnya memiliki sifat periang, ceria dan manja ini, begitu menikmati tugasnya hari ini, tanpa merasa terintimidasi oleh tatapan sang bos yang seringkali membuat bulu halus di tengkuknya meremang, ngeri.

  Di lain tempat, Xavier dengan senyum masih terus memandangi layar komputer yang menampilkan aksi Ananditha di kamar pribadinya, tanpa terlewat sedetikpun. Sesekali suara tawanya menggema melihat gaya Anan di depan kamera <span;>handphone <span;> pemberiannya kemarin.

  "Dasar bocah!" gumam Xavier sendiri.

  "Sedang apa Vier, senyummu membuatku curiga?" suara Bella tiba-tiba saja mengganggu keseruan menonton aksi Anan di dalam kamarnya.

  Xavier mendongakkan pandangannya kepada Bella, seraya tersenyum simpul, dan segera mengganti folder lain pada tampilan layar macbooknya.

  "Hai Bella," sapa Xavier mengalihkan pembicaraan.

  "Hmm ... apa kau tidak makan siang di rumah?"

  Xavier menggeleng, "Tidak! Ada beberapa berkas yang ingin aku selesaikan, sebelum akhir pekan ini."

  "Ada yang bisa aku bantu?" Bella menawarkan jasa.

  "Aku akan mengkonfirmasinya nanti, setelah Derryl memberikan laporan terakhirnya."

 "Oh, oke ... aku akan menunggunya,"

 "Ada apa ke ruanganku?" tanya Xavier menelisik.

  Bella hening sejenak, pasalnya Bella mengunjungi ruangan Xavier untuk mencari sebuah berkas yang ayahnya buttuhkan. Namun, tanpa di sangka, Xavier justru ada di ruangan ini.

  "Ini ... aku ingin menyerahkan laporan yang kau minta kemarin," Bella mengangsurkan dokumen yang sengaja dibawa untuk mengecoh sekretaris Xavier yang berjaga di luar, untuk mendapat akses masuk ke ruangan Xavier tanpa di curigai.

  "Hmm ... Bella, apa kau dapat membantuku memeriksa laporan keuangan tiga bulan terakhir ini?" tanya Xavier ragu. "Aku melihat ada beberapa keganjilan di sana."

  Bella tertegun,"Apa Xavier mulai curiga pada pergerakan sang ayah?" batinnya.

  "Bella," tegur Xavier lagi, melihat Bella hening, tanpa jawaban.

   Sejurus Bella tersentak, mendapati panggilan kedua, "Hmm ... oke, baiklah. Nanti aku akan minta departemen keuangan untuk memberikan datanya padaku.

  Xavier menggangguk setuju, "Apa kau sudah makan siang?" Xavier kembali memberi pertanyaan.

  Bella menggeleng, rasanya dirinya telah kehilangan nafsu makan, sejak detik pertama Xavier membahas masalah keuangan tadi.

  "Makanlah! Apa perlu aku pesankan online? Kau mau makan apa?"

  "Tidak, aku akan membeli sendiri di kantin bawah, terima kasih ... aku pamit ya." pungkas Bella seraya beranjak dari ruangan Xavier.

  Xavier mengangguk, mempersilahkan Bella.

*****

  Xavier tiba di kediaman mewahnya tepat pukul sembilan malam, Anan telah menantikan kehadiran pria tampan tersebut di depan pintu utama. Seperti seorang istri yang tengah setia menanti suaminya kembali.

  Xavier menyerahkan jas yang seharian ini menjadi kostum perangnya pada Derryl. Dilipatnya kemeja lengan panjang itu hingga sebatas siku, seraya berjalan ke arah Anan,  Xavier menyugar rambut hitam lebat yang sungguh menjadi sebuah adegan favorit untuk seorang Anan, dalam khayalan <span;>slow motion.

  "Buatkan aku kopi, seperti biasa ... bawa naik ke kamar," perintah Xavier tanpa mengalihkan pandangan yang sedari tadi fokus pada ke depan.

  Derry tersenyum sembari menyerahkan jas milik Xavier pada Anan yang masih belum bergeming dari tempatnya, menikmati pesona Xavier yang sungguh menggoda iman.

  "Nona Anan," tegur Derryl yang menyadari kekaguman Anan dari binar mata yang tak dapat ditutupi.

   Sedikit terkesiap, Anan menarik kesadarannya penuh, dengan gugup menjawab panggilan sekretaris Derryl, "Oh ... iya, aku akan segera membuatkan kopi." jawab Anan berlalu dengan langkah cepat meninggalkan Derryl yang kini justru berdiam di tempat, melihat sikap Anan yang sungguh menggemaskan di matanya.

  Xavier tiba di kamarnya, menantikan kehadiran sang pelayan pribadi cantiknya dengan tidak sabaran. Xavier juga belum mengerti mengapa hari ini dia begitu ingin segera tiba di rumah, melihat wajah Anan dengan dekat.

  "Permisi Tuan, ini kopi anda." suara Anan menyapa indera pendengaran Xavier, menariknya dari pikiran dan gambaran wajah Anan dalam angan yang seketika menjadi nyata.

  "Masuk, letakkan di sana," balas Xavier seraya mengedikkan dagunya ke arah meja yang ada di hadapannya.

  Anan mengangguk, melangkan dengan penuh hati-hati mendekat.

  "Buka sepatu ku!" perintah Xavier lagi.

  Anan sedikit tercengang, "Apakah bi Ratna, juga melakukan hal seperti ini?" batin Anan.

  Ragu Anan mengangsurkan tangan memyentuh sepatu pantofel hitam kilat dengan bahan kulit yang terlihat begitu mewah.

 "Apa kamu jijik?" dengan senyum mencela Xavier bertanya.

  Anan menggeleng cepat, nyatanya kini dirinya merasa ketakutan dengan pertanyaan Xavier yang seperti mengerti isi di kepalanya. "Maaf Tuan," lirih Anan menjawab.

  Kembali melanjutkan tugasnya, Anan mulai menanggalkan sepatu dan kaos kaki tuan muda pemarah nan angkuh yang tak lain adlaah majikan yang beberapa waktu lalu ia kagumi dengan penuh pemujaan.

  Xavier, menghidu aroma kopi buatan Anan yang begitu menggoda indera pengecapnya. Dengan perlahan namun pasti Xavier mulai menikmati seteguk demi seteguk kopi hangat hasil racikan Anan, yang terasa begitu berbeda sejak pertama dirinya menyecapinya.

  "Sudah selesai Tuan," seru Anan, menginterupsi kemesraan Xavier dan secangkir kopinya.

  Sekilas Xavier melihat sepetunya yang telah tanggal dari kakinya, "Siapkan air mandiku."

  Anan mengangguk, tanpa banyak pertanyaan dirinya segera beranjak dan melaksanakan perintah.

  Kelihatan tidak peduli dengan segala yang dilakukan Anan, nyatanya Xavier dengan sudut bola matanya, terus memgawasi Anan dalam tiap langkahnya.

  Selang beberapa menit kemudian, kopi di dalam cangkir telah kandas hingga tetes terakhir, Anan juga telah selsai menyiapkan air mandi, dan beralih ke area <span;>walking closet <span;>menyiapkan pakaian ganti yang akan dikenakan Xavier setelahnya.

 "Tuan, segalanya telah siap," lapor Anan.

  Xavier mengangguk, terlihat dirinya masih menikmati gawai di tangan dengan wajah serius.

 "Tuan, apa masih mau makan malam lagi?"

 "Tidak!" katakan pada bi Surti.

 "Baik Tuan, kalau begitu ... saya pamit," ujar Anandita mengundurkan diri. Meninggalkan Xavier yang juga beranjak dari duduknya menuju kamar mandi.

  "Anan!" panggil Xavier lagi, menghentikan langkah Anan yang sudah nyaris mendekati pintu.

  Seperti biasa dengan wajah bingung sekaligus cemas dengan tugas selanjutnya yang akan diberikan sang majikan, Anan berbalik badan menanti instruksi selanjutnya.

  "Malam ini, kau tidur di kamar ini!"  perintah Xavier tegas, tak terbantahkan. "Aku tidak ingin mengambil resiko kau tidak tidur dan akhirnya bangun kesiangan lagi."

  Anan hening, mematung tak bergerak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status